Connect with us

Feature

Bung Karno Punya NEFO, Doni Monardo Punya PEFO

Published

on

Jayakarta News – Beda nama, beda masa. Akan tetapi, benang merah antarkeduanya, begitu nyata. Yang satu Bung Karno, satunya Doni Monardo.

Suatu hari, tepatnya di bulan Juni 1960, Bung Karno melakukan lawatan terpanjang dalam sejarah dia memimpin Indonesia: Dua-bulan-empat-hari. Sejumlah negara yang dikunjungi antara lain India, Hongaria, Australia, Guinea, Tunisia, Marokko, Portugal, Kuba, Puerto Rico, San Francisco, Hawaii, dan Jepang.

Kontan saja, pers Barat yang geram dengan aksi Bung Karno menggalang kekuatan NEFO (New Emerging Forces), melakukan aksi diskredit. Salah satu penerbitan mereka mengarang judul, “Have 707 Will Travel”.  “Saya sendiri tidak mengerti apa maksudnya, hingga seorang sahabat bangsa Amerika menerangkannya,” ujar Bung Karno.

Klarifikasi Bung Karno sangat jelas. Ia ingin keliling dunia untuk menunjukkan bahwa bangsa Indonesia bukanlah bangsa pandir yang hanya pantas untuk diludahi. Lebih dari itu, ia ingin mewartakan kepada dunia, ihwal kebesaran dan kekayaan Indonesia.

Lebih dari segalanya, Departemen Luar Negeri Republik Indonesia saat itu pun melansir pernyataan, bahwa satu kali kunjungan Sukarno sama artinya dengan sepuluh tahun pekerjaan seorang Duta Besar. Sesungguhnya, itulah alasan mengapa Bung Karno banyak melakukan lawatan ke luar negeri.

Dalam konteks yang berbeda, tetapi memiliki kemiripan narasi, adalah kunjungan kerja Kepala BNPB Letjen TNI Doni Monardo. Tak kenal lelah ia menyambangi berbagai daerah, mulai dari Aceh hingga Flores. Sebelumnya, Maluku dan Papua. Kesempatan yang lain, Sumatera dan Sulawesi. Rasanya, hampir semua provinsi di Indonesia sudah dikunjunginya. Tak terbilang berapa ratus kota disambangi.

Seperti perjalanannya yang terakhir ke Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Mendarat di Kupang Rabu pagi 18 Desember 2019, kemudian ke Larantuka, Flores Timur, bergeser dengan speed boat ke Dusun Lamakera.

Siang harinya lewat jalur darat ke Maumere, Kabupaten Sikka, dilanjutkan ke kota pengasingan Bung Karno, Ende. Total perjalanan darat hampir 12 jam.

Esok subuh Doni dan rombongan memasuki kota dingin Bajawa, Kabupaten Ngada. Menjelang siang sudah terbang ke Labuhan Bajo.

Perjalanan masih berlanjut. Keesokan harinya, menembus Lombok dan Bima di NTB. Intinya dua provinsi: Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat “disapu” dalam empat hari.

Jadwal yang padat itu sempat terkendala di hari pertama kunjungan. Pasalnya saat akan mendarat di Larantuka, pesawat Wings Air harus berputar sampai lima kali menghindari awan hitam di langit Larantuka. Gagal mendarat, pilot memutuskan kembali ke Bandara El Tari, Kupang.

Dini hari, keesokan harinya 19 Desember 2019, kunjungan menjadi mirip marathon atau rally.  Doni Monardo “gas pol” menyampaikan narasi “Bencana Urusan Bersama”.

Jika Bung Karno menunjukkan betapa besar dan kayanya Indonesia kepada bangsa-bangsa luar, maka Doni berkeliling Indonesia untuk mewartakan, betapa bangsa besar ini ditakdirkan berada di ring of fire. Bangsa yang tidak pernah bisa menghindar dari ancaman bencana alam.

Amuk bumi dalam bentuk gempa, selalu dan selalu terjadi. Amuk laut dalam bentuk tsunami, telah diriset oleh ahli, sebagai peristiwa berulang. Amuk gunung meletus, hanya soal waktu kapan akan meletus lagi. Amuk air bah berupa banjir bandang serta longsor, rutin menyertai datangnya musim penghujan. Amuk asap berkecamuk mengiringi datangnya musim kemarau.

Itu yang Doni suarakan secara door to door laiknya salesman di NTT dan NTB. Ia mengetuk semua elemen masyarakat, untuk pertama-tama menyadari, takdir bangsa kita yang berada di daerah rawan bencana. Sekaligus, mengajak masyarakat melakukan upaya-upaya pencegahan. Sebab, seperti berulang kali Doni sampaikan, bahwa banyak bencana yang terjadi akibat kesalahan manusia.

Menebang pohon secara liar, berdampak pada banjir. Menggunduli daerah lereng, mengakibatkan longsor. Membabat hutan untuk membuka lahan sawit, sering disertai aksi pembakaran hutan dan lahan. Dampaknya, bukan saja triliunan rupiah digelontorkan untuk aksi pemadaman yang terkadang sia-sia, lebih dari itu, ancaman kesehatan tak terelakkan.

Bukan hanya di NTT dan di NTB. Sebelumnya Doni juga berkampanye kesiapsiagaan dan ketangguhan bencana di Kabupaten Mandailing Natal (Sumatera Utara), Pasie Jantang, Aceh, lalu ke Sumatera Barat (Solok Selatan, Payakumbuh, dan Kabupaten Limapuluhkota).

Pulang ke Jakarta tengah malam, tidak langsung pulang, melainkan menunggu di Bandara Soekarno-Hatta untuk terbang lagi pukul 03.00 menuju Palu, Sulawesi Tengah. Dari Palu, jalan darat 1,5 jam menuju Kabupaten Sigi, sambil membawa 260 kg rendang Padang untuk dibagikan kepada para pengungsi korban banjir di sana.

Semua dengan tujuan menyampaikan pesan; perlunya kita siap siaga menghadapi bencana, mengenali dengan baik karakteristik ancaman bencana di wilayah masing-masing, dan tahu serta mengerti apa yang harus dilakukan saat bencana datang.

Ingat, kata Doni, belum ada satu pun teknologi yang mampu memastikan kapan bencana gempa dan tsunami datang. Sementara, gempa dan tsunami adalah peristiwa berulang, yang bisa datang kapan saja dan mencelakakan siapa saja.

Doni juga mengajak semua pihak melakukan pencegahan dengan menanam pohon, baik yang memiliki nilai ekologis maupun ekonomis. Muaranya, bukan saja lingkungan terselamatkan tetapi juga mengikis potensi bencana. Dan, tanaman produktif yang dijadikan penangkal banjir dan longsor tadi, pada akhirnya bisa mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat.

Pendek kalimat: Bencana adalah urusan bersama. Mencegah bencana juga harus bersama-sama. Niscaya, kelak kita akan menuai manfaat pencegahan bersama-sama pula.

Jika Bung Karno punya NEFO (New Emerging Forces), maka Doni Monardo punya PEFO (Protect Environment for Ourlife).

Jika Bung Karno menggalang kekuatan politik dunia untuk kejayaan bangsa dan negara. Maka Doni Monardo menggalang kesadaran bersama untuk mencegah bencana. (Egy Massadiah)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *