Connect with us

Feature

Hari Berwarna di Kampung Tigarihit

Published

on

Jayakarta News – Kampung Tigarihit di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun – Sumatera Utara menjadi indah. Dinding-dinding penuh lukisan mural. Gang-gang kampung dipasang instalasi seni payung di atas.

Memang, secara kualitas, karya mural di Tigarihit belum sebagus kampung mural di Yogyakarta atau Cimahi. Seni instalasi payung pun, ala kadarnya. Belum digarap semenarik seni instalasi payung di Yogya. Di Yogya, misalnya, festival instalasi payung bahkan menjadi salah satu destinasi wisata. Demikian pula di Bandung, dan kota-kota lain.

Setidaknya, Hari Berwarna Kampung Tigarihit yang diselenggarakan 12 – 13 Desember 2019 itu, menjadi momentum pembangunan pariwisata berbasis partisipasi masyarakat. Menjadi kian penting, karena Danau Toba menjadi salah satu super prioritas destinasi pariwisata Indonesia.

Tak heran jika acara itu mendapat perhatian dan dukungan penuh segenap stakeholder pariwisata Sumatera Utara. Hadir dalam acara tersebut, Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT), Dinas Pariwisata Provinsi Sumatera Utara, Dinas Pariwisata Kabupaten Simalungun, Camat Sipangan Bolon, Lurah Parapat, serta Tim Badan Ekonomi Kreatif Kemenparekraf.

Dari kalangan profesional dan masyarakat, tampak hadir arsitek Garden Hills, penggiat wisata sekaligus penggiat seni budaya Batak Corry Paroma Panjaitan, Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Tigarihit, serta tokoh masyarakat Tigarihit lainnya. Mereka semua mendukung acara soft launching Aktivasi Kampung Warna-warni Tigarihit.

Direktur Destinasi BPODT Tata S. Ridwanullah menemeplkan telapak tangan pada lukisan mural di Kampung Tigarihit, Parapat. (foto: ist)
Segenap stakeholder Pariwisata Danau Toba, saat soft launching Kampung Warna-Warni Tigarihit, Parapat, Sumatera Utara. (foto: ist)

Kegiatan diawali dengan penempelan cap tangan pada lukisan mural yang telah digambar oleh pelukis mural seniman John Martono di dinding jalan masuk menuju Kampung Tigarihit. Diawali Direktur Destinasi BPODT Tata S. Ridwanullah, dilanjutkan oleh Camat Sipangan Bolon, Lurah Parapat, Penggiat Wisata Corry Panjaitan, Arsitek Toni Sianipar, Tim Bekraft Kemenparekraft, Ketua Pokdarwis Sijabat, dan Warga Tigarihit.

Selanjutnya dilakukan diskusi dan tanya jawab terkait rencana pengembangan Tigarihit sebagai Kampung Berwarna dengan Konsep The Garden Hill. Warga Tigarihit menyambut baik kegiatan dan antusias untuk memajukan kampung Tiga Rihit sebagai Kampung Wisata.

Bekraf sendiri akan melakukan rapat evaluasi penentuan tempat yang akan dilakukan pendampingan selama 3 – 4 bulan dengan menugaskan tim profesional sebanyak 12 orang yang akan tinggal di Desa yang telah ditetapkan. Sementara itu, masyarakat Tigarihit bersama Pokdarwis akan melakukan kegiatan penataan pengecatan rumah di kampungnya.

Sedangkan, BPODT akan melakukan koordinasi dengan camat, lurah dan Tim Percepatan Homestay untuk membahas homestay di Kampung Tigarihit. Tahun 2020, BPODT akan mencoba menginap pada Homestay Tigarihit yang telah siap menerima kunjungan.

Instalasi payung di Kampung Tigarihit. (foto: ist)

Dalam diskusi hari itu, mengemuka banyak gagasan dan pemikiran. Camat Sipangan Bolon, Eva Tambunan misalnya, berharap Kampung Tigahirit bisa menjadi kampung yang dikenal oleh wisatawan dalam dan manca negara. Ia berterima kasih kepada delapan pemilik rumah yang bersedia menjadi homestay bagi para wisatawan yang datang.

Kepada warga yang menolak rumahnya dijadikan homestay, perlu diajak berdialog. Karena, bisa jadi penolakan itu karena mereka belum memahami konsep homestay. Ia berharap, makin banyak pemilik rumah yang mengikuti jejak delapan tetangganya itu.

Dari unsur Bekraf, tak kalah antusias. Pihaknya sedang melakukan survei identifikasi produk kreatif apa yang bisa dikembangkan pada lima destinasi super prioritas termasuk Danau Toba.

Sementara, Ester dari Dinas Pariwisata Simalungun mengatakan, pihaknya akan menerbitkan SK tentang Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Tigarihit, dan melakukan pembinaan setelahnya. Warga Tigarihit juga diminta mengembangkan cemilan yang dibuat oleh ibu-ibu, yatu kacang yang dimasak dengan pasir (kacang saok Tigarihit).

Sejalan dengan yang disinggung Direktur Destinasi Pariwisata, ihwal perlunya souvenir khas Tigarihit. Di samping, dukungan pelayanan yang baik dari masyarakat. Selain itu, atraksi juga perlu disiapkan. Tentang kuliner, ia menyebut dolung-dolung sebagai kuliner khas Tigarihit. Dolung-dolung mirip lepat.

Selain itu, Roni Sianipar dari Garden Hills menambahkan khasanah-kekhasan lain, seperti mangga Parapat, kerajinan tangan dan seni budaya Batak. Ia mengimbau masyarakat tidak selalu berharap pada pemberian pemerintah, tetapi harus bisa berkembang sendiri dengan kreativitas dan potensi yang ada.

Sementara itu, Pokdarwis Kampung Tigarihit akan menjadi ujung tombak pariwisata di daerahnya. Salah satu yang menjadi perhatiannya adalah kebersihan serta sikap ramah terhadap wisatawan.

Pokdarwis akan melakukan sosialisasi tentang homestay kepada masyarakat yang belum bersedia berpartisipasi. Setidaknya, Pokdarwis Tigarihit punya bekal untuk sosialisasi, karena pernah diajak BOPDT ke Yogya belajar mengenai tata kelola homestay yang baik. (Monang Sitohang)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *