Connect with us

Entertainment

Produser Film Harus Gercep

Published

on

JAYAKARTA NEWS – Ontran-ontran (kegaduhan) bioskop yang tutup akibat pandemi dibahas lagi. Apakah stok film nasional yang bagus berkurang sehingga penonton malas ke bioskop ? Atau ada sebab lain ? “Produser film harus ‘gercep’ (gerak cepat),” lontar CEO MD Pictures, Manoj Punjabi dalam webinar bertopik ‘bisakah industri film Indonesia digantikan platform digital OTT’ secara daring, Senin (5/4).

Acara diskusi ini digelar oleh Kreasi (Koperasi Seniman Indonesia) pimpinan Rudi Aryanto dan MIKTI. Dikatakannya, saat ini, produser dan sutradara harus melakukan sesuatu ide yang kreatif guna menghidupkan kembali bioskop. Produser yang punya uang harus cari jalan yang jitu agar penonton memenuhi gedung bioskop, meski sementara masih dibatasi dengan peraturan hanya 50 % penonton.

Manoj Punjabi yang sukses membuat film ‘Habibie’ sampai 3 seri ini mengaku bahwa hampir 98% bisnis hiburan – termasuk film – ini mengalami kerugian besar. Hanya 2% yang untung. “Tapi para pekerja film enggak boleh mengeluh. Pemerintah bantu promosinya. ‘Brand image’ harus kita jaga betul,” beber Manoj.

Setelah Presiden Jokowi divaksinasi agar timbul ‘herb immunity’, masyarakat mengikuti. Nah, ini citra yang positif dan baik. Atasan dari Menteri dan stafnya mengajak nonton bareng (nobar) film nasional yang bagus. Nonton film di bioskop enggak kena virus Covid kok. Asal kita patuh menerapkan 3 M. Ihwal MD Pictures yang menjual film barunya ‘Surga Yang Tak Dirindukan 3’ ke Disney Hot Star dan tidak tayang di bioskop, Manoj jujur mengakuinya.

“Produser harus survive. Film yang tayang di OTT (Over The Top, layanan multi media yang berjalan melalui jaringan internet) harus punya nilai lain. Art dan komersial. Saya sudah mematok film ke OTT,” urai Manoj lagi. Apa anda mau meninggalkan bioskop dan pindah ke OTT? “Enggak juga. Saya masih menanti timing yang tepat untuk film-film saya main di bioskop. Saya yakin bioskop akan kembali bangkit. OTT? Kita harus ada balance. Ada limit,” tegasnya.

Kiat ‘ada kemauan dan strategi’ harus terus dijalankan. Kombinasi berbisnis di dua kaki (bioskop dan OTT) di saat pandemi saat ini harus terus dijalankan. “Prinsip ‘movie going habit’ saya lihat masih besar di masyarakat Indonesia, asal filmnya bagus sekaligus komersial. Orang film banyak peluang,” imbuh Manoj. Pendapat senada dilontarkan produser dan sutradara Deddy Mizwar.

“Saya lihat di masyarakat ada kerinduan datang dan nonton film ke bioskop. Asal filmnya bagus dan bermutu, oke. Kalau filmnya jelek, dibayar pun penonton ogah,” urai Deddy Mizwar yang Ketum Persatuan Perusahaan Film Indonesia (PPFI). Bagaimana membuat film laku dan ditonton jutaan orang sehingga ‘box office’, Deddy Mizwar tidak tahu rumusnya.

“Doktor pun enggak tahu rumusnya. Seorang Steven Spielberg juga enggak paham. Yang penting, saya buat ceritanya bagus, bisa diterima akal sehat dan akting pemain enggak mengecewakan, pasti bakal disukai penonton. Kalau ada rumus bikin film pasti laku, pasti deh semua orang bikin film,” timpal Deddy Mizwar yang sudah membuat 14 session series ‘Para Pencari Tuhan’ (PPT) ini.

Ditambahkan, hal positif saat gonjang-ganjing pandemi yang memorakporandakan industri perfilman ini adalah hanya satu : kembalikan kepercayaan penonton. Pemerintah harus bantu dengan meringankan stimulus pajak tontonan dan bea masuk. Sehingga kalau bisa, pajak 0%. Kalau ada usul tiket disubsidi, PPFI akan menolak. Ini enggak sehat.

Saat ini, banyak masyarakat menderita,” imbuh Deddy Mizwar. Akhirnya, webinar ini dipungkasi dengan ajakan Deddy ‘Naga Bonar’ Mizwar dengan kalimat menarik : bioskop tumbuh, penonton sehat dan prokes tetap berjalan lancar. Ehm. (pik)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *