Kabar
Pilpres Bakal Satu Putaran, Fahri Hamzah Ajak Pemilih 01 dan 03 Merapat ke Prabowo-Gibran
JAYAKARTA NEWS— Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah mengajak seluruh pemilih Prabowo Subianto dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di dua pemilihan presiden (Pilpres) lalu, yang masih ada di pasangan calon (paslon) 01 dan 03 segera merapat ke paslon 02.
Sebab, berbagai lembaga survei telah merilis hasil survei terbarunya yang memprediksi kemenangan pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dengan elektabilitas lebih dari 50 persen.
Sehingga Pilpres 2024 diprediksi akan berlangsung satu putaran. Bahkan mayoritas pemilih, sekitar 84 persen ingin agar Pilpres 2024 diselesaikan dalam satu putaran.
“Saya sudah membaca semua survei, dan kemarin LSI telah menyampaikan surveinya. Paparan ini semakin menguatkan bahwa madzab, aliran atau semacam pandangan bersatunya Pak Prabowo dan Pak Jokowi adalah game changernya,” kata Fahri Hamzah dalam Gelora Talk bertajuk ‘Pilpres Satu Putaran, Pilihan Mayoritas Pemilih’, Rabu (31/1/2024) sore.
Hal ini juga menguatkan hasil temuannya di lapangan, dimana ia telah berkeliling di desa-desa di seluruh Nusa Tenggara Barat (NTB) hingga ke kaki Gunung Tambora, menginginkan Prabowo-Gibran yang menjadi pemimpin di 2024.
“Saya sudah mutar-mutar, dan alhamduillah mereka berpandangan sama. Kita punya pemimpin-pemimpin yang bisa mengantarkan terjadinya rekonsiliasi. Sehingga apapun upaya yang ingin merusak Pak Prabowo dan Pak Jokowi, sulit dilakukan, dan bisa dibantah” katanya.
Menurut Fahri, Islam pada dasarnya juga telah mengajarkan hal yang menyatukan, bukan ideologi yang memecah belah. Sebab, Islam diciptakan sebagai umat pertengahan, sehingga apabila ada ektremis agama itu bukan berasal dari Islam.
Eks Pendukung Mendadak Radikal
Ia menyadari adanya kekecewaan dan mendadak radikal dari pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) seperti budayawan Butet Kartaradjasa, karena tidak mendukung Ganjar Pranowo, calon presiden 03, padahal mereka mengklaim telah mengantarkan Jokowi menjabat selama dua periode.
Begitupun di Prabowo, dimana pendukung militan yang mengalihkan dukungan ke capres 01, Anies Baswedan, karena adanya kemarahan dari mereka melihat Prabowo bersatu dengan Jokowi sebagai hal yang tidak dapat diterima.
“Tapi rekonsiliasi ini sekarang terbukti, menjadi platform terbesar bangsa kita. Menurut saya, inilah cara kita membaca jiwa masyarakat kita dan rakyat menyambut gagasan ini,” katanya.
Dalam situasi sekarang, kata Fahri, menggabung elite nasional memang ada keperluan yang mendesak, agar bangsa Indonesia tidak terpecah belah dalam lingkaran konflik dan menjadi negara gagal.
“Saya menyakini ini adalah jalan yang benar tapi untuk memanggil kembali semua yang lari ke kanan dan kiri itu untuk kembali ke tengah dengan mendukung pasangan Prabowo-Gibran,” katanya.
Fahri mengungkapkan, dukungan dari basis-basis Jokowi dan Prabowo dalam dua Pilpres lalu ke pasangan Prabowo-Gibran, jelang hari pencoblosan pada 14 Pebuari 2024 semakin deras.
“Kenapa survei Prabowo-Gibran sudah 50,7 persen seperti disampaikan LSI, karena adanya perpindahan dukungan Pak Jokowi yang ada di Ganjar. Sementara basis-basis Pak Prabowo juga mulai kembali, setelah kita ajak diskusi dan beri penjelasan, dan mereka kembali,” katanya.
Saat ini, lanjut Fahri, masih ada basis pendukung Prabowo yang belum kembali adalah mereka yang militan, karena mereka menutup diri untuk berdiskusi dan berdebat mengenai rekonsiliasi.
“Mereka menolak secara militan, mereka marah sama Pak Prabowo, karena gabung sama Jokowi. Mereka merasa umat dihina. Sehingga saya katakan, jadi menurut anda pemimpin itu tidak boleh bersatu. Dia harus terus berperang, tidak ada lagi jalan damai. Tidak ada lagi namanya perdamaian, rekonsiliasi dan sebagainya. Jadi menurut anda pemimpin itu lebih baik bersengketa daripada gotong royong? Mereka tidak bisa menjawab” jelasnya.
Intinya pada basis militan pendukung Prabowo yang ada di 01 itu, menurut Fahri, di dalam dirinya telah ditanamkan bibit-bibit kebencian sehingga tidak menerima apabila ada perdamaian.
“Umat ini menurut mereka, kalau bisa ada dalam tekanan terus menerus, ada dalam ancaman dan tuduhan-tuduhan macam-macam. Tidak mau menerima kalau umat pada akhirnya seperti dalam perjanjian Hudaibiyah di zaman Rasulullah SAW. Jadi memang di kanan ini ada yang parah,” katanya.
Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 ini terus berusaha mengajak pemilih militan Prabowo pada dua Pilpres lalu ini untuk berdialog, namun apabila masih bersikukuh dengan sikapnya, apa boleh buat.
“Kita lebih baik fokus menyusun agenda ke depan, karena krisis ada di depan mata kita. Kita harus berpikir kepentingan nasional, tanggal 14 Februari adalah hal yang strategis buat kita, sehingga kita berharap tidak ada gangguan. Itulah kenapa Partai Gelora mengkampanyekan satu putaran dan aklamasi karena dunia tidak sedang baik-baik saja,” pungkasnya.***din