Global
Pandangan Pakar Global terhadap Indonesia di Bawah Pimpinan Prabowo Subianto

JAYAKARTA NEWS – Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto menjadi sorotan para pengamat global. Berikut cuplikan dari para pengamat global dari Amerika, Eropa, Tiongkok, India dan Rusia.
Perspektif Amerika Serikat: Keseimbangan Geopolitik dan Hak Asasi Manusia
Pakar Terkait : Dr. Evan Laksmana (CSIS, Washington DC), Prof. Ann Marie Murphy (Seton Hall University)
1. Prioritas Geopolitik
– Indo-Pacific Strategy: AS melihat Indonesia di bawah Prabowo sebagai mitra kunci dalam menyeimbangkan pengaruh Tiongkok di Asia Tenggara. Kebijakan Prabowo tentang Laut China Selatan (misalnya, sikap netral dalam sengketa) akan menjadi fokus.
– Critical Minerals: Kerja sama nikel dan baterai EV dengan perusahaan AS seperti Tesla akan dipantau ketat, terutama terkait regulasi lingkungan.
2. Kritik dan Kekhawatiran
– Warisan HAM: Latar belakang militer Prabowo dalam kasus 1998 tetap menjadi hambatan diplomasi, meskipun AS cenderung pragmatis demi kepentingan keamanan regional.
– Demokrasi dan Otonomi Daerah: Pakar seperti Marcus Mietzner (Australian National University) memperingatkan risiko sentralisasi kekuasaan dan penyempitan ruang sipil.
3. Proyeksi Ekonomi
– Investasi Infrastruktur: Proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) akan diuji apakah mampu menarik investor AS di tengah persaingan dengan Tiongkok.
Perspektif Eropa: Transisi Hijau dan Tata Kelola Demokratis
Pakar Teekait : Dr. Max Lane (ISEAS-Yusof Ishak Institute), Dr. Sandra Hamid (The Asia Foundation)
1. Agenda Lingkungan
– Deforestasi: Uni Eropa khawatir komitmen Prabowo terhadap moratorium deforestasi (2023) akan goyah demi proyek ekonomi, terutama terkait ekspor CPO ke Eropa.
– Energi Terbarukan: Kebijakan biodiesel dan kerja sama dengan perusahaan Eropa seperti Siemens Energy akan menjadi tolok ukur.
2. Isu Tata Kelola
– *EU-Indonesia CEPA*: Negosiasi perdagangan bebas mungkin terhambat jika isu HAM (seperti kondisi buruh di perkebunan sawit) tidak ditangani.
– Digital Governance: Regulasi data pribadi dan UU PDP (Perlindungan Data Pribadi) Indonesia akan dipantau untuk keselarasan dengan GDPR Eropa.
3. Respons terhadap Dinamika Politik
– Polarisasi Pasca-Pemilu: Pakar Eropa seperti Dr. Dirk Tomsa (La Trobe University) mencatat risiko fragmentasi politik jika oposisi tidak diberi ruang.
Perspektif Tiongkok: Investasi Strategis dan Stabilitas Regional
Pakar Terkait: Prof. Chong Ja Ian (National University of Singapore), Dr. Hui Yew-Foong (ISEAS)
1. Ekonomi dan Infrastruktur
– BRI 2.0 (Belt and Road Initiative): Tiongkok berharap proyek seperti Kereta Cepat Jakarta-Bandung Fase 2 akan dilanjutkan, dengan pendanaan melalui skema “debt-for-nature swap”.
– Nikel dan Smelter: Dominasi perusahaan Tiongkok (misalnya, Tsingshan Holding Group) di sektor nikel Sulawesi akan tetap kritis bagi industri baterai Tiongkok.
2. Keamanan Maritim
– Laut Natuna: Meski Prabowo menyatakan netralitas, Tiongkok akan terus mendorong kesepakatan bilateral untuk mengelola klaim tumpang tindih.
– Pengaruh di ASEAN: Tiongkok melihat Prabowo sebagai pemimpin yang bisa mencegah ASEAN bersikap terlalu pro-AS dalam isu Taiwan atau Laut China Selatan.
3. Isu Sensitif
– Uighur dan Isu Sensitivitas: Tiongkok berharap Indonesia tidak mengkritik kebijakan dalam negeri Tiongkok, sebagai imbalan investasi.
Perspektif India: Kemitraan Maritim dan Digital
Pakar Terkait: Dr. C. Raja Mohan (Observer Research Foundation), Prof. Sinderpal Singh (RSIS)
1. Indo-Pacific Partnership*
– *QUAD dan ASEAN*: India melihat Indonesia sebagai mitra untuk menyeimbangkan pengaruh Tiongkok, terutama melalui kerja sama keamanan maritim di Selat Malaka.
– Defense Cooperation: Pembelian rudal BrahMos dan latihan militer bersama akan diperkuat.
2. Ekonomi Digital
– Startup Collaboration: Perusahaan India seperti Paytm dan Gojek bisa memperluas sinergi di sektor fintech dan logistik.
– India-Indonesia CEPA: Perjanjian perdagangan bebas yang sedang dirundingkan akan difokuskan pada ekspor tekstil dan farmasi.
3. Isu Diaspora dan Budaya
– Komunitas India di Indonesia: Peningkatan kerja sama pendidikan (misalnya, pertukaran pelajar Bali-Jawa dengan India) akan menjadi prioritas.
Perspektif Arab: Energi dan Diplomasi Islam
Pakar Terkait: Dr. James Dorsey (RSIS), Dr. Courtney Freer (LSE Middle East Centre)
1. Investasi Gulf Countries
– Sovereign Wealth Funds: UAE (ADQ) dan Arab Saudi (PIF) akan meningkatkan investasi di sektor energi hijau dan pariwisata (misalnya, proyek “Dubai di Bali”).
– Food Security: Impor beras dan daging halal dari Indonesia akan menjadi prioritas bagi Qatar dan Kuwait.
2. Diplomasi Agama
– Moderasi Islam: Negara Arab berharap Prabowo menjaga citra Islam moderat Indonesia untuk melawan narasi radikal di Timur Tengah.
– Palestina: Sikap Indonesia yang vokal mendukung Palestina akan digunakan Arab untuk menekan Israel dalam forum internasional.
3. Soft Power
– Pendidikan dan Fatwa: Universitas Al-Azhar Mesir dan lembaga fatwa UAE mungkin memperluas kerja sama dengan NU dan Muhammadiyah.
Perspektif Rusia: Kemitraan Strategis dan Multipolaritas
Pakar Terkait: Dr. Dmitry Mosyakov (Direktur Pusat Studi Asia Tenggara, Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia). Prof. Alexander Lukin (MGIMO University, Pakar Hubungan Rusia-ASEAN)
1. Prioritas Geopolitik
– Dukungan untuk Multipolaritas:
Rusia melihat kepemimpinan Prabowo sebagai peluang untuk memperkuat poros non-Barat. Mosyakov menekankan bahwa Indonesia, dengan prinsip “bebas-aktif”, dapat menjadi mitra krusial dalam melemahkan dominasi AS di kawasan Indo-Pasifik.
– ASEAN sebagai Mediator:
Mosyakov mencatat harapan Moskow bahwa Indonesia akan memainkan peran lebih besar dalam mendorong ASEAN menjadi mediator dalam konflik Ukraina, meskipun realistisnya pengaruh terbatas.
2. Kerja Sama Ekonomi-Strategis
– Energi dan Pertambangan:
– Proyek Kilang Minyak Tuban: Kemitraan Rosneft-Pertamina (senilai $12 miliar) yang mandek sejak 2022 mungkin dihidupkan kembali, dengan insentif pembayaran dalam mata uang lokal atau skema barter (minyak sawit vs teknologi Rusia).
– Nikel dan Nuklir: Perusahaan Rusia seperti Norilsk Nickel berpotensi masuk ke hilirisasi nikel Indonesia, sementara Rosatom menawarkan PLTN terapung untuk daerah terpencil.
– Pangan dan Senjata:
Rusia berharap meningkatkan ekspor gandum ke Indonesia (terutama dengan kenaikan harga beras lokal), sementara Prabowo mungkin tertarik pada sistem pertahanan udara S-400 atau pesawat tempur Su-35 sebagai alternatif Barat.
3. Dinamika Keamanan Regional
– Latihan Militer Bersama:
Latihan darat-laut “ARNAS” (Russia-Indonesia) mungkin diperluas ke wilayah konflik seperti Laut China Selatan, sebagai sinyal kepada AS dan Tiongkok.
– Isu Ukraina dan Netralitas:
Lukin menilai Indonesia akan tetap abstain dalam resolusi PBB terkait Ukraina, tetapi Rusia berharap dukungan diam-diam melalui forum G20 atau OKI.
4. Tantangan dan Hambatan
– Sanksi Sekunder:
Pembayaran dalam rubel atau rupiah menghadapi kendala likuiditas, sementara bank Indonesia khawatir terpapar sanksi Barat jika terlalu dekat dengan Rusia.
– Persaingan dengan Tiongkok:
Meski bersekutu secara geopolitik, perusahaan Rusia kalah agresif dari Tiongkok dalam proyek infrastruktur Indonesia.
Sintesis Global
1. Peta Aliansi Baru:
– Rusia akan mendorong Indonesia menjadi “jembatan” antara BRICS+ dan ASEAN, sambil menawarkan teknologi militer dan energi sebagai alternatif Barat-Tiongkok.
– Prabowo dihadapkan pada pilihan kompleks: memanfaatkan peluang ekonomi Rusia tanpa mengorbankan hubungan dengan UE/AS.
2. Isu Kritis Tambahan:
– Dilema PLTN: Teknologi nuklir Rusia bisa jadi solusi transisi energi, tetapi berisiko memicu protes masyarakat sipil.
– Diplomasi Hibrida: Potensi penggunaan platform seperti RT (Russia Today) untuk memengaruhi opini publik Indonesia terkait isu Palestina/Ukraina.
3. Proyeksi 2024-2029:
– Jika kerja sama energi Rusia-Indonesia terwujud, Moskow bisa menjadi pemain ketiga di belakang AS dan Tiongkok di sektor strategis Indonesia.
– Namun, skenario terburuknya, Indonesia terjebak dalam perang proxy Barat-Rusia di media dan kelembagaan multilateral.
Kutipan Kunci Pakar Rusia
1. Dmitry Mosyakov:
“Indonesia adalah ‘wild card’ dalam pertarungan geopolitik abad ke-21. Di tangan pemimpin seperti Prabowo yang pragmatis, Moskow bisa mengubah Jakarta dari penonton menjadi aktor penyeimbang.”
2. Alexander Lukin:
“Kemitraan dengan Indonesia bukan tentang ideology, tapi matematika kekuatan: 270 juta penduduk + posisi geografis strategis = 10x leverage bagi diplomasi Rusia.”
Kesimpulan: Para pakar global melihat kepemimpinan Prabowo sebagai periode krusial bagi Indonesia untuk menavigasi ketegangan geopolitik AS-Tiongkok-Rusia sambil memanfaatkan peluang investasi di sektor infrastruktur, energi hijau, dan digital.
Amerika Serikat dan Eropa menekankan keseimbangan antara stabilitas keamanan maritim dengan komitmen HAM serta transisi berkelanjutan, sementara Tiongkok dan Rusia mendorong kerja sama strategis melalui BRI 2.0 dan proyek energi-teknologi untuk memperkuat pengaruh non-Barat.
India dan negara Arab berfokus pada sinergi maritim, ekonomi digital, serta diplomasi agama moderat. Namun, tantangan utama tetap ada pada risiko utang, fragmentasi politik domestik, dan tekanan global agar Indonesia menjaga kedaulatan tanpa terjebak dalam rivalitas kekuatan besar. Rekomendasi intinya adalah kebijakan luar negeri “multialiansi” yang inklusif, transparansi tata kelola proyek strategis, dan penguatan daya saing berbasis sumber daya lokal. (Heri)