Connect with us

Kabar

Ngeri, Begini Masuknya Molekul BPA ke Tubuh Kita

Published

on

JAYAKARTA NEWS – Untuk mengurangi risiko terpapar BPA (bisphenol A) adalah dengan tidak mengonsumsi makanan dan minuman yang termigrasi molekul BPA. Artinya tidak makan atau minum, dari wadah plastik yang mengandung unsur kimia BPA.

Dr -Ing Azis Boing Sitanggang S.TP MSc

Caranya, hindari minum dari minuman air galon isi ulang, yang sudah jelas mengandung unsur BPA. Itulah salah satu kesepakatan dari webinar dengan tema ‘Mengenal BPA dari Rumah’ yang diikuti dr Darrel Fernando SpOG dokter spesialis kandungan dari Rumah Sakit Mayapada Kuningan, dr Daulika Husna SpA dokter spesialis anak Neonatologist dari Rumah Sakit Mayapada, Kuningan, Nucha Bachri co-founder parentalk.id dan Dr -Ing Azis Boing Sitanggang S.TP MSc, pakar teknologi pangan.

Webinar yang diselenggarakan Cerdik Sehat bekerja sama dengan Rumah Sakit Mayapada dan Parentalk ini, intinya ingin memberi edukasi kepada masyarakat, bahwa minuman yang ditempatkan di dalam wadah mengandung BPA maka makanan tersebut telah terpapar BPA.

Dalam webinar itu, tentu salah satu solusinya adalah menghindarinya wadah yang mengandung BPA. Untuk jelasnya, hindari minum air dari galon isi ulang yang bisa dipastikan mengandung BPA.

Menurut dr. Daulika Yusna, Sp.A, kemasan makanan dan minuman atau galon dengan kandungan yang tidak tepat, seperti mengandung BPA, sangat berbahaya jika isinya dikonsumsi setiap hari dalam jangka waktu lama. Para panelis sepakat bahwa untuk mengurangi resiko BPA adalah dengan tidak mengonsumsi makanan dan minuman yang termigrasi molekul BPA.

“Sebagai orang tua apakah kita sudah berkomitmen memperhatikan makanan dan minuman yang dikonsumsi anak-anak kita,” ujar Nucha Bachri, Co-Founder Parentalk.id.

Nucha menambahkan hal yang harus orangtua lakukan di rumah adalah berani menyingkirkan wadah makanan atau minuman yang mengandung BPA. Jangan membeli karena tertarik pada  bentuk kemasannya melainkan mengutamakan faktor kesehatannya. Diperlukan sikap yang bijaksana untuk meneliti lebih dulu kode kemasan dan bahan kemasan makanan dan minuman yang kita sajikan.

“Kita harus teliti melihat kode plastik pada setiap produk yang kita gunakan. Misalnya kode plastik no 7 (jenis plastik polykarbonat) yang perlu kita perhatikan dalam kemasan makanan kita karena kode plastik no 7 biasanya mengandung BPA. Meskipun bukan di level yang berbahaya tapi kalau bisa diihindari agar tidak terjadi akumulasi jangka panjang,” ujar Dr Darrell.

Hal senada diungkapkan oleh Nucha Bachri. Nucha mengingatkan jangan tergiur tampilan.

“Beli barang jangan cuma karena lucu dan harga aja. Tapi harus diperhatikan juga keamanannya. Perhatikan baik-baik dan pelajari dan cari tahu dulu bahan yang mau kita beli seperti apa. Jangan sampai mengandung BPA yang dapat mempengaruhi kesehatan anak balita,” ungkap Nucha.

Bahaya BPA memang dapat dirasakan setalah kurun waktu yang lama. “Bahaya BPA dapat dirasakan dalam waktu lama. Jadi bahaya BPA tidak serta merta berefek. Contohnya pada gangguan hormon pada anak atau balita yang sedang tumbuh. Gangguan lainnya dapat memicu kanker jika BPA dikonsumsi terus menerus,” papar dr Daulika Husna Sp.A.

Lantas bagaimana zat kimia BPA ini masuk ke dalam tubuh? Dalam prosesnya, molekul BPA atau monomer di polimerisasi menjadi plastik karbonat (PC). Di proses polimerisasi itulah proses tidak berjalan sempurna sehingga menimbulkan molekul-molekul BPA bebas. Molekul  BPA bebas ini kemudian bermigrasi dari kemasan atau utilitas ke makanan atau minuman yang terkonsumsi. Masuknya BPA ke dalam tubuh melalui dua cara yaitu dietary exposure dan non dietary exposure.

“Masalah BPA adalah migrasi. Migrasi adalah berpindahnya zat kimia BPA yang ada pada kemasan makanan ke dalam produk pangan. Kita akan terpapar jika kita mengkonsumsi produk pangan yang terkontaminasi BPA. Hindari risiko dengan mengurangi paparan,” tutur Dr Azis.

Sebagai contoh proses migrasi BPA dalam kemasan galon yang kemudian larut kedalam air didalam galon isi ulang, prosesnya yaitu,  saat pengisian air ke dalam galon isi ulang di pabrik atau depo pengisian, mungkin sudah sesuai standard keamanan pangan yang telah ditetapkan, tetapi pada saat proses distribusi hingga sampai ke tangan konsumen, tidak ada yang bisa menjamin air tidak terpapar BPA, walaupun jika di cek masih dalam batas toleransi tapi jika terakumulasi bertahun tahun  maka tentu saja akan mengakibatkan hal yang serius bagi kesehatan anak balita dan ibu hamil. Oleh karena itu dapat kita  temui jurnal kesehataan dan kebijakan Negara maju di dunia telah melarang dengan tegas penggunaan BPA dalam kemasan makanan dan minuman.

Cara yang pertama migrasi BPA ke makanan dari bahan pengemas yang kontak dengan minuman atau makanan. Cara yang kedua antara lain debu, thermal paper, kosmetika dan lain lain. (*/tg)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *