Connect with us

Kabar

Djaminten di Antara Petikan Gitar

Published

on

JAYAKARTA NEWS – Di antara petikan gitar dan latar belakang penuh warna, salah satu kisah Djaminten, yang berjudul ‘Sumpah’ dibacakan oleh Resmiyati, penulis cerita, sehingga kisah tersebut terasa hidup. Kisah yang lain, berjudul ‘Tali Jiwa’ dibacakan Eko Winardi, seorang aktor teater di Yogya, dengan mengambil setting kamar tidur di Tembi Rumah Budaya. Kedua peristiwa itu ditampilkan dalam Sastra Bulan Purnama edisi 23, dalam format Poetry Reading from Home ser 23, Minggu malam, 19 Desember 2021, pkl 19.30 secara live di youtube Sastra Bulan Purnama.

Penampil yang lain. Rosana Hariyanti, pengajar di FIB Unibraw, Malang, membaca judul ‘Basmallah’ salah satu bagian dari kisah Djaminten. Ninuk Retno Raras, seorang cerpenis dari Yogya, mengambil lokasi di museum Tembi, membaca judul ‘Alap-alapan’.

Ninuk Retno Raras

Masing-masing pembaca dengan mengambil lokasi yang berbeda, dan pilihan judul yang tidak sama, menyajikan Djaminten terasa hidup, Sinar Suprabana misanya, sambil duduk dan kakinya ditaruh di atas meja, seolah seperti sedang santai, mengenakan topi, membacakan dua klisah Djaminten yang berjudul ‘Drajat’ dan ‘Hening’. Keduanya dibawakan cukup baik, dan kisah Djaminten terasa samakin hidup dalam imajinasi.

Pembaca yang lain Rita Ratnawulan, tinggal di Jakarta, suaranya dipadukan dengan gambar-gambar seperti tugu dan lainnya, seolah Rita ingin menghadirkan suasana Jawa, dalam hal ini Yogya. Mungkin, dalam bayangan Rita, nama Djamiten adalah nama Jawa, sehingga dalam membaca ia merasa perlu menyajikan gambar-gambar, tanpa perlu dirinya hadir sebagai pembaca. Kisah Djaminten, bagi Rita, adalah tipologi perempuan Jawa, yang tinggal di Yogya.

Eko Winardi
Rosana Hariyanti

Cicit Kaswami, yang terbiasa membacakan cerkak, ialah sejenis cerpen yang ditulis menggunakan bahasa Jawa membacakan judul ‘Umur’  dalam kisah Djaminten. Mungkin karena pada tanggal 19 Desember 2021, ia sedang merayakan ulang tahun usianya, yang sudah lebih dari 70 tahun, sehingga pilihan judul yang diambil sekaligus untuk mengenang kelahirannya,. Dengan penuh ekspresif, Cicit membacakan kisah itu.

Djaminten, salah satu bentuk puisi prosais, atau oleh Resmiyati, penulisnya disebut sebagai prosa lirik, ditampilkan dengan hidup oleh semua pembaca yang memiliki latar belakang berbeda-beda, dan tinggal dari kota tidak sama. Resmiyati sendiri tinggal di kota Klaten, dan para pembaca tinggal di kota Semarang, temanggung, Yogya dan Jakarta. Mereka bertemu di Sastra Bulan Purnama edisi 123, dan dipertemukan oleh Djaminten.

Sampai tulisan ini dihadirkan, pertunjukkan Djaminten, selisih dari 9 Jam setelah ditayang secara live sudah dilihat oleh 327 orang, dan jumlah itu terus bertambah pada hari-hari berikutnya.

Ons Untoro, selaku koordinator Sastra Bulan Purnama mengatakan, selama pandemi covid 19 yang sudah  kita alami bersama selama 2 tahun, pertunjukkan Sastra Bulan Purnama dialihkan secara digital. Resmiyanti, di tahun yang berbeda pernah membacakan karya di Sastra Bulan Purnama di Amphy Theater atau di Pendapa Tembi Rumah Budaya.

“Kali ini, meski pandemi covid sudah terlihat berkurang, tetapi Resmiyati memilh tampil secara digital” ujar Ons Untoro. (*/pr)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *