Artificial intelligence
DeepSeek vs ChatGPT: Bagaimana Cina Menantang Hegemoni AI Amerika

JAYAKARTA NEWS – Pada awal tahun 2025, dunia teknologi diguncang oleh kemunculan sebuah kecerdasan buatan (AI) dari Cina yang bernama DeepSeek. AI ini berhasil mengejutkan komunitas global dengan kemampuannya menggeser dominasi ChatGPT, salah satu model AI paling terkenal yang dikembangkan oleh OpenAI di Amerika Serikat.
DeepSeek tidak hanya unggul dalam performa tetapi juga efisiensi operasional, yang menjadi tonggak penting dalam sejarah perkembangan AI. Prestasi ini memicu diskusi mendalam tentang bagaimana Cina mampu mencapai posisi ini, serta peran strategis pemerintahnya dalam mendukung pengembangan teknologi tersebut.
Fenomena ini lebih dari sekadar pencapaian teknologi; ia mencerminkan transformasi signifikan dalam lanskap teknologi global. Selama beberapa dekade, Amerika Serikat telah mendominasi bidang AI melalui institusi-institusi akademik ternama seperti MIT dan Stanford, serta perusahaan raksasa teknologi seperti Google, IBM, dan Microsoft.
Namun, kemunculan DeepSeek menunjukkan bahwa dominasi ini kini mulai terganggu oleh pesaing baru yang datang dari timur—Cina. Artikel ini akan menjelajahi perjalanan panjang Cina menuju kesuksesan ini, termasuk peran sentral para programmer, dukungan pemerintah, serta dampak geopolitik yang menyertainya.
Dengan fokus pada inovasi, investasi besar-besaran, dan strategi nasional yang matang, Cina telah membuktikan bahwa negara ini bukan lagi penonton pasif dalam perlombaan AI global. Melalui cerita DeepSeek, kita dapat melihat bagaimana kolaborasi antara pemerintah, industri, dan komunitas ilmiah mampu menghasilkan terobosan teknologi yang mengubah aturan main di tingkat global. Artikel ini bertujuan untuk memberikan gambaran komprehensif tentang bagaimana Cina mencapai prestasi ini dan apa artinya bagi masa depan teknologi dunia.
Sejarah Awal AI: Perjalanan dari Konferensi Dartmouth hingga Masa Kini
Kecerdasan Buatan (AI), sebagai konsep modern, pertama kali diperkenalkan secara resmi pada tahun 1956 dalam Konferensi Dartmouth di New Hampshire, Amerika Serikat. Acara ini sering dianggap sebagai titik awal kelahiran bidang AI, di mana para ilmuwan seperti John McCarthy, Marvin Minsky, dan Claude Shannon berkumpul untuk mendiskusikan potensi mesin yang dapat “berpikir” seperti manusia.
Pada saat itu, AI difokuskan pada penciptaan sistem yang dapat meniru kemampuan manusia dalam pemecahan masalah logis, pengenalan pola, dan bahkan pemahaman bahasa alami. Konsep-konsep ini terdengar futuristik pada zamannya, namun optimisme awal ini segera dihadapkan pada realitas teknologi yang masih sangat terbatas.
Periode awal pengembangan AI ditandai dengan siklus-siklus optimisme dan stagnasi yang dikenal sebagai “musim dingin AI.” Istilah ini merujuk pada periode-periode ketika minat publik dan pendanaan untuk AI menurun drastis akibat ekspektasi yang terlalu tinggi dan hasil yang tidak sesuai harapan. Salah satu contoh nyata adalah pada tahun 1970-an, ketika proyek-proyek AI gagal memenuhi target ambisius mereka karena keterbatasan teknologi, kurangnya data, dan metode komputasi yang belum memadai. Akibatnya, banyak proyek AI kehilangan dukungan finansial dari pemerintah dan perusahaan swasta.
Namun, Amerika Serikat tetap menjadi pusat utama perkembangan AI selama beberapa dekade berikutnya. Institusi-institusi akademik seperti Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan Stanford University menjadi laboratorium-laboratorium inovasi, sementara perusahaan teknologi besar seperti IBM dan Google mulai menginvestasikan sumber daya besar dalam penelitian AI.
Tonggak sejarah penting terjadi pada tahun 1997, ketika IBM’s Deep Blue berhasil mengalahkan juara catur dunia Garry Kasparov. Ini adalah momen monumental yang menunjukkan potensi AI untuk mengungguli manusia dalam tugas-tugas tertentu. Kemudian, pada tahun 2011, IBM Watson memenangkan acara televisi populer Jeopardy!, menunjukkan kemampuan AI dalam memahami bahasa alami dan menjawab pertanyaan kompleks.
Sementara itu, Cina awalnya tertinggal jauh dalam perlombaan AI. Hingga awal abad ke-21, negara ini lebih fokus pada pembangunan ekonomi dan infrastruktur dasar daripada pengembangan teknologi canggih. Namun, situasi ini mulai berubah drastis pada dekade pertama abad ke-21, ketika pemerintah Cina mulai melihat AI sebagai alat strategis untuk meningkatkan daya saing ekonomi dan militer.
Pada tahun 2017, Presiden Xi Jinping mengumumkan rencana ambisius untuk menjadikan Cina sebagai pemimpin global dalam AI pada tahun 2030. Rencana ini mencakup investasi besar-besaran dalam penelitian dan pengembangan, pembangunan infrastruktur teknologi, serta kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan sektor swasta.
Dari konferensi Dartmouth hingga kemunculan model-model AI mutakhir seperti DeepSeek, sejarah AI adalah cerita tentang evolusi teknologi, tantangan, dan terobosan. Sementara Amerika Serikat memimpin selama sebagian besar sejarah ini, Cina kini muncul sebagai kekuatan baru yang tidak bisa diabaikan, membawa dinamika baru ke dalam perlombaan global untuk mendominasi bidang AI.
Perjalanan Pengembangan AI di Cina: Dari Tertinggal hingga Menjadi Pemimpin Global
Pengembangan AI di Cina dimulai dengan langkah-langkah kecil pada awal abad ke-21, tetapi momentum yang sebenarnya baru terlihat pada dekade terakhir. Pada tahun 2017, pemerintah Cina meluncurkan “New Generation Artificial Intelligence Development Plan” (NGAIDP), sebuah rencana strategis yang bertujuan untuk menjadikan Cina sebagai pusat inovasi AI global pada tahun 2030. Rencana ini mencakup tiga pilar utama: penelitian dasar, pembangunan infrastruktur, dan pengembangan sumber daya manusia (SDM). Ketiga elemen ini bekerja bersama-sama untuk menciptakan ekosistem yang mendukung inovasi dan pertumbuhan AI.
Penelitian Dasar: Investasi Besar-Besaran dalam Inovasi
Salah satu aspek paling penting dari NGAIDP adalah komitmennya terhadap penelitian dasar. Pemerintah Cina menginvestasikan miliaran dolar dalam penelitian akademis dan industri, mendanai laboratorium-laboratorium AI, pusat penelitian, dan proyek-proyek kolaboratif antara universitas dan perusahaan teknologi. Contohnya, National Engineering Laboratory for Deep Learning di Beijing telah menjadi pusat penelitian utama yang menghasilkan ribuan spesialis AI setiap tahunnya. Laboratorium ini tidak hanya fokus pada pengembangan model AI tetapi juga pada aplikasi praktisnya di berbagai sektor, seperti kesehatan, transportasi, dan manufaktur.
Selain itu, Cina juga mendorong kolaborasi internasional dalam penelitian AI. Universitas-universitas ternama seperti Tsinghua University dan Peking University telah menjalin kerja sama dengan institusi akademik di Amerika Serikat, Eropa, dan Asia lainnya. Kolaborasi ini tidak hanya mempercepat inovasi tetapi juga memperluas jaringan pengetahuan global, memungkinkan Cina untuk belajar dari pengalaman negara-negara lain sambil mengembangkan solusi lokal yang relevan.
Infrastruktur: Membangun Fondasi Teknologi
Infrastruktur teknologi adalah tulang punggung pengembangan AI, dan Cina telah berinvestasi besar-besaran dalam hal ini. Negara ini membangun superkomputer generasi terbaru, seperti Tianhe-2 dan Sunway TaihuLight, yang mampu melakukan triliunan operasi per detik. Superkomputer ini digunakan untuk pelatihan model AI skala besar, yang membutuhkan daya komputasi yang sangat tinggi. Selain itu, Cina juga membangun pusat-pusat data raksasa di seluruh negeri untuk mendukung penyimpanan dan pemrosesan data yang dibutuhkan oleh AI.
Namun, tantangan teknologi semikonduktor tetap menjadi kendala utama bagi Cina. Pembatasan impor chip canggih dari Amerika Serikat, terutama dari perusahaan seperti Nvidia dan Intel, telah memaksa Cina untuk mencari solusi alternatif. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah optimalisasi perangkat keras yang ada. Misalnya, DeepSeek menggunakan chip Nvidia H800, yang lebih lama dan kurang canggih dibandingkan chip terbaru, tetapi berhasil dioptimalkan untuk mencapai performa luar biasa. Teknik seperti distilasi model dan quantization juga digunakan untuk mengurangi biaya dan sumber daya yang dibutuhkan untuk pelatihan AI.
Fokus pada Model Open-Source: Strategi untuk Mendominasi Dunia
Salah satu strategi utama Cina dalam pengembangan AI adalah fokus pada model open-source. DeepSeek, misalnya, merilis modelnya secara terbuka, memungkinkan komunitas global untuk berkontribusi dan menciptakan inovasi baru. Pendekatan ini tidak hanya mengurangi biaya pengembangan tetapi juga meningkatkan adopsi dan inovasi global. Platform seperti GitHub dan Hugging Face telah menjadi tempat bagi model-model AI Cina untuk mendominasi dalam hal unduhan dan penggunaan.
Model open-source juga membantu Cina mengatasi tantangan geopolitik. Dengan membuat teknologinya tersedia secara global, Cina dapat memperluas pengaruhnya di luar batas-batas nasional, bahkan di tengah pembatasan ekspor teknologi dari Amerika Serikat. Selain itu, model open-source memungkinkan startup-startup kecil untuk mengakses teknologi canggih tanpa harus mengeluarkan biaya besar, sehingga menciptakan ekosistem inovasi yang lebih inklusif.
Dengan kombinasi penelitian dasar, infrastruktur yang kuat, pendidikan yang komprehensif, dan strategi open-source, Cina telah berhasil mengejar ketertinggalannya dalam perlombaan AI dan bahkan mulai menantang dominasi Amerika. Langkah-langkah ini tidak hanya membuktikan komitmen Cina terhadap inovasi tetapi juga menunjukkan bagaimana negara ini mampu mengatasi tantangan dengan pendekatan yang strategis dan berkelanjutan.
Dukungan Pemerintah Cina: Kebijakan, Regulasi, dan Proyek Nasional
Keberhasilan Cina dalam pengembangan AI tidak lepas dari peran sentral pemerintahnya, yang telah menunjukkan komitmen luar biasa melalui berbagai kebijakan, regulasi, dan proyek nasional. Dukungan ini mencakup pendanaan besar-besaran, pembentukan ekosistem yang kondusif, serta inisiatif strategis yang mempercepat pertumbuhan teknologi AI di negara ini.
Kebijakan dan Regulasi: Membangun Landasan untuk Inovasi
Pemerintah Cina telah mengambil pendekatan proaktif dalam mendukung pengembangan AI melalui kebijakan yang dirancang untuk memfasilitasi inovasi sambil mempertahankan kontrol atas data dan privasi. Salah satu langkah penting adalah “New Generation Artificial Intelligence Development Plan” (NGAIDP), yang diluncurkan pada tahun 2017. Rencana ini menetapkan tujuan jangka panjang untuk menjadikan Cina sebagai pemimpin global dalam AI pada tahun 2030, dengan fokus pada tiga fase utama: pengembangan teknologi dasar (2020), aplikasi industri (2025), dan kepemimpinan global (2030).
Untuk mendukung tujuan ini, pemerintah Cina menyediakan dana besar-besaran melalui berbagai mekanisme, termasuk:
Hibah penelitian: Pemerintah memberikan hibah kepada universitas, laboratorium, dan perusahaan teknologi untuk mendanai proyek-proyek AI.
Insentif pajak: Perusahaan yang bergerak di bidang AI mendapatkan insentif pajak untuk mendorong investasi dalam penelitian dan pengembangan.
Investasi langsung: Dana pemerintah juga dialokasikan untuk investasi langsung ke perusahaan AI melalui dana ventura milik negara.
Selain itu, pemerintah Cina juga memperkenalkan regulasi yang mendukung inovasi AI. Misalnya, regulasi tentang data dan privasi dirancang untuk melindungi informasi sensitif sambil tetap memungkinkan penggunaan data dalam pengembangan AI. Undang-undang seperti Personal Information Protection Law (PIPL) dan Data Security Law memastikan bahwa data digunakan secara etis dan aman, yang penting untuk membangun kepercayaan publik terhadap teknologi AI.
Pembentukan Ekosistem: Kolaborasi Antara Sektor Publik dan Swasta
Pemerintah Cina memahami bahwa pengembangan AI tidak dapat dilakukan oleh satu pihak saja. Oleh karena itu, mereka aktif memfasilitasi kolaborasi antara universitas, perusahaan teknologi, dan sektor pemerintah untuk mempercepat pengembangan AI. Salah satu contoh nyata adalah pembentukan AI Innovation Zones di kota-kota besar seperti Beijing, Shanghai, dan Shenzhen. Zona-zona ini dirancang untuk menjadi pusat inovasi AI, di mana perusahaan, peneliti, dan pemerintah dapat bekerja sama dalam lingkungan yang mendukung.
Selain itu, pemerintah juga mendukung pembentukan AI Industry Alliance, sebuah organisasi yang menghubungkan perusahaan teknologi besar seperti Baidu, Tencent, dan Alibaba dengan startup-startup kecil. Aliansi ini bertujuan untuk berbagi pengetahuan, sumber daya, dan teknologi, sehingga menciptakan ekosistem yang saling menguntungkan. Kolaborasi ini tidak hanya mempercepat inovasi tetapi juga membantu perusahaan kecil untuk bersaing di pasar global.
Proyek Nasional: Belt and Road Initiative dan Ekspansi Global
Proyek-proyek nasional seperti Belt and Road Initiative (BRI) juga memainkan peran penting dalam memperluas jangkauan teknologi Cina, termasuk AI, ke seluruh dunia. Meskipun BRI awalnya difokuskan pada pembangunan infrastruktur fisik, proyek ini secara bertahap telah berkembang untuk mencakup transfer teknologi dan kolaborasi digital. Melalui BRI, Cina telah membantu negara-negara mitra membangun infrastruktur teknologi, seperti jaringan 5G dan pusat data, yang mendukung pengembangan AI.
Selain itu, BRI juga menciptakan peluang bagi perusahaan teknologi Cina untuk memperluas operasinya ke luar negeri. Misalnya, Huawei dan ZTE telah memainkan peran penting dalam membangun jaringan telekomunikasi di negara-negara yang terlibat dalam BRI. Jaringan ini tidak hanya mendukung pengembangan AI lokal tetapi juga memungkinkan Cina untuk memperoleh akses ke data global, yang penting untuk pelatihan model AI.
Keamanan Nasional dan Militer: AI sebagai Alat Strategis
Selain aplikasi sipil, pemerintah Cina juga melihat AI sebagai alat strategis untuk meningkatkan keamanan nasional dan kemampuan militer. Departemen Pertahanan Cina telah menginvestasikan sumber daya besar dalam pengembangan teknologi AI untuk aplikasi militer, seperti drone otonom, sistem pengawasan, dan analisis intelijen. AI juga digunakan untuk meningkatkan efisiensi logistik militer dan mengoptimalkan pengambilan keputusan di medan perang.
Salah satu contoh nyata adalah pengembangan sistem pengawasan AI yang digunakan untuk memantau aktivitas di wilayah-wilayah strategis, seperti Laut Cina Selatan. Sistem ini menggunakan teknologi pengenalan wajah dan analisis video untuk mendeteksi ancaman potensial secara real-time. Penggunaan AI dalam militer tidak hanya meningkatkan kemampuan pertahanan Cina tetapi juga memberikan keunggulan strategis dalam konflik geopolitik.
Dengan kombinasi kebijakan yang mendukung, regulasi yang seimbang, pembentukan ekosistem kolaboratif, dan proyek nasional yang ambisius, pemerintah Cina telah menciptakan fondasi yang kokoh untuk pengembangan AI. Dukungan ini tidak hanya mempercepat inovasi tetapi juga memastikan bahwa teknologi AI dapat digunakan untuk kepentingan nasional, baik dalam bidang ekonomi maupun keamanan.
Programmer dan Inovator di Balik Kesuksesan AI Cina
Di balik kesuksesan Cina dalam pengembangan AI, ada sejumlah individu dan komunitas yang berperan penting dalam menciptakan terobosan teknologi yang mengubah dunia. Dari pendiri startup inovatif hingga peneliti akademis terkemuka, para programmer dan inovator ini adalah tulang punggung revolusi AI di Cina. Mereka tidak hanya mengembangkan teknologi mutakhir tetapi juga membentuk budaya kolaborasi dan inovasi yang mendukung pertumbuhan industri AI di negara ini.
1.Liang Wenfeng: Arsitek di Balik DeepSeek
Salah satu tokoh paling menonjol dalam pengembangan AI di Cina adalah Liang Wenfeng, pendiri High-Flyer AI dan arsitek utama di balik DeepSeek. Liang memiliki latar belakang yang unik, menggabungkan pengalaman dalam pengelolaan dana lindung nilai kuantitatif dengan keahlian dalam pengembangan AI. Sebelum mendirikan High-Flyer AI, ia bekerja di perusahaan keuangan terkemuka, di mana ia menggunakan teknik-teknik AI untuk memprediksi tren pasar dan mengoptimalkan portofolio investasi. Pengalaman ini memberinya wawasan mendalam tentang bagaimana AI dapat digunakan untuk memecahkan masalah dunia nyata secara efisien.
Liang dikenal dengan pendekatannya yang menekankan pada penelitian mendasar dan pengembangan jangka panjang dibandingkan dengan profit cepat. Ia percaya bahwa inovasi sejati dalam AI membutuhkan waktu dan investasi yang signifikan, serta fokus pada solusi yang dapat diadaptasi untuk berbagai aplikasi. Di bawah kepemimpinannya, DeepSeek berhasil mengembangkan model AI yang tidak hanya unggul dalam performa tetapi juga hemat biaya. Salah satu faktor kunci keberhasilan DeepSeek adalah penggunaan chip Nvidia H800, yang meskipun lebih tua dan kurang canggih, berhasil dioptimalkan untuk mencapai hasil yang luar biasa melalui teknik seperti model distillation dan quantization.
Liang juga memimpin gerakan open-source di Cina, merilis model DeepSeek secara terbuka untuk memungkinkan kontribusi dari komunitas global. Langkah ini tidak hanya meningkatkan adopsi teknologi tetapi juga memperkuat reputasi Cina sebagai pemain utama dalam pengembangan AI global.
2.Zhang: Pemimpin dalam Penelitian Akademis dan Industri
Tokoh lain yang berperan penting dalam pengembangan AI di Cina adalah Zhang, seorang kepala laboratorium di National Engineering Laboratory for Deep Learning. Zhang telah memimpin banyak proyek penelitian yang melibatkan pengembangan algoritma AI, pengenalan pola, dan pemrosesan bahasa alami. Salah satu kontribusi utamanya adalah menciptakan platform pelatihan AI yang dapat digunakan oleh perusahaan teknologi besar maupun startup kecil.
Selain itu, Zhang juga aktif dalam melatih generasi baru ahli AI. Melalui program-program pelatihan intensif di universitas-universitas ternama seperti Tsinghua University/* dan Peking University, ia telah membantu menghasilkan ribuan spesialis AI yang kemudian direkrut oleh perusahaan-perusahaan teknologi besar seperti Baidu, Tencent, dan ByteDance. Komitmennya terhadap pendidikan dan pengembangan SDM telah memastikan bahwa Cina memiliki basis talenta yang kuat untuk mendukung pertumbuhan industri AI.
3.Talenta Akademis dan Industri: Lulusan Universitas Top
Banyak dari programmer dan peneliti AI top di Cina adalah lulusan dari universitas-universitas teratas seperti Tsinghua University, Peking University, dan Zhejiang University, yang memiliki program AI yang sangat kompetitif. Universitas-universitas ini tidak hanya menawarkan kurikulum yang komprehensif tetapi juga memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk bekerja pada proyek-proyek nyata melalui kolaborasi dengan perusahaan teknologi besar.
Misalnya, Tsinghua University memiliki pusat penelitian AI yang bekerja sama dengan Alibaba untuk mengembangkan teknologi pengenalan suara dan pemrosesan bahasa alami. Mahasiswa yang terlibat dalam proyek ini tidak hanya mendapatkan pengalaman praktis tetapi juga kesempatan untuk mempublikasikan penelitian mereka di jurnal-jurnal internasional bergengsi. Hal ini memungkinkan mereka untuk membangun reputasi global sejak awal karier mereka.
4.Komunitas Peneliti dan Pengembang: Kolaborasi Global
Cina memiliki komunitas peneliti AI yang sangat aktif, yang tidak hanya bekerja di perusahaan besar seperti Baidu, Tencent, dan ByteDance tetapi juga di startup-startup kecil yang inovatif. Komunitas ini didukung oleh platform seperti GitHub dan Hugging Face, di mana model AI Cina mendominasi dalam hal unduhan dan penggunaan. Misalnya, model-model seperti ERNIE dari Baidu dan WuDao dari DAMO Academy telah menjadi referensi global dalam pengembangan AI.
Komunitas ini juga aktif dalam berbagi pengetahuan melalui konferensi internasional seperti NeurIPS dan ICML, di mana peneliti Cina sering kali mempresentasikan makalah-makalah inovatif mereka. Kolaborasi ini tidak hanya mempercepat inovasi tetapi juga memperkuat hubungan antara Cina dan komunitas AI global.
5.Budaya Inovasi: Adaptasi dan Kolaborasi
Salah satu faktor utama yang membedakan komunitas AI Cina adalah budaya inovasi yang kuat. Para programmer dan peneliti di Cina tidak hanya fokus pada teknologi mutakhir tetapi juga pada cara-cara untuk mengatasi keterbatasan sumber daya. Misalnya, ketika menghadapi pembatasan impor chip dari Amerika Serikat, mereka mengembangkan teknik-teknik seperti model distillation dan quantization untuk mengoptimalkan perangkat keras yang ada. Pendekatan ini menunjukkan kemampuan mereka untuk beradaptasi dan menciptakan solusi inovatif di tengah tantangan.
Selain itu, kolaborasi antara akademisi, industri, dan pemerintah juga menjadi kunci keberhasilan Cina. Program-program seperti AI Innovation Zones dan AI Industry Alliance memastikan bahwa penelitian dan pengembangan AI tidak hanya tetap teoretis tetapi juga relevan dengan kebutuhan pasar. Kolaborasi ini menciptakan ekosistem yang mendukung inovasi dan memungkinkan startup-startup kecil untuk bersaing di pasar global.
Dengan kombinasi talenta individu yang luar biasa, pendidikan yang komprehensif, dan budaya kolaborasi yang kuat, Cina telah berhasil menciptakan komunitas AI yang dinamis dan inovatif. Para programmer dan inovator ini adalah pahlawan di balik kesuksesan Cina dalam pengembangan AI, membuktikan bahwa inovasi dapat terjadi meski dengan sumber daya terbatas.
Tantangan dan Peluang Masa Depan: Menghadapi Ketegangan Geopolitik dan Teknologi
Meskipun Cina telah mencapai kemajuan signifikan dalam pengembangan AI, tantangan-tantangan besar tetap ada, terutama dalam konteks geopolitik, keamanan data, dan privasi. Ketegangan antara Cina dan Amerika Serikat, yang sering kali disebut sebagai “teknologi dingin,” telah menciptakan hambatan yang signifikan bagi Cina dalam mengakses teknologi canggih, terutama dalam hal semikonduktor dan perangkat keras komputasi. Pembatasan ekspor chip dari perusahaan seperti Nvidia dan Intel telah memaksa Cina untuk mencari solusi alternatif, seperti pengoptimalan perangkat keras yang ada atau pengembangan chip domestik. Namun, upaya ini membutuhkan waktu dan investasi besar, serta risiko teknologi yang belum sepenuhnya matang.
Selain itu, isu keamanan data dan privasi juga menjadi tantangan utama. Penggunaan AI dalam aplikasi seperti pengawasan massal dan analisis data besar telah memicu kekhawatiran tentang pelanggaran hak asasi manusia dan etika teknologi. Regulasi seperti Personal Information Protection Law (PIPL) dan Data Security Law di Cina bertujuan untuk mengatasi masalah ini, tetapi implementasinya sering kali dianggap tidak cukup transparan. Hal ini menciptakan ketegangan dengan negara-negara Barat, yang khawatir tentang potensi penyalahgunaan data oleh pemerintah Cina.
Namun, di balik tantangan-tantangan ini, ada peluang besar bagi Cina untuk memperkuat posisinya sebagai pemimpin global dalam AI. Dengan strategi nasional yang matang, dukungan pemerintah yang kuat, dan komunitas inovator yang dinamis, Cina berpotensi untuk tidak hanya mengejar tetapi juga melampaui dominasi teknologi Amerika. Fokus pada model open-source, kolaborasi internasional, dan aplikasi AI di berbagai sektor seperti kesehatan, transportasi, dan manufaktur dapat membuka pintu bagi inovasi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Masa depan AI di Cina tidak hanya bergantung pada teknologi tetapi juga pada kemampuan negara ini untuk menavigasi tantangan geopolitik dan etika. Dengan pendekatan yang bijaksana dan berkelanjutan, Cina memiliki peluang untuk menjadi kekuatan dominan dalam era AI global, membawa manfaat bagi masyarakat dunia sambil memperkuat posisinya sebagai pemimpin teknologi. (Heri)