Connect with us

Ekonomi & Bisnis

Ribetnya Urus Perizinan Usaha di Indonesia

Published

on

JAYAKARTA NEWS— Reformasi birokrasi menjadi salah satu fokus Presiden Jokowi. Salah satu tujuannya, mempermudah layanan publik. Sekaligus mempercepat implementasi kebijakan dan program. Termasuk mempermudah arus masuk investasi.  Karena itu, kepala daerah diingatkan untuk tidak mempersulit investasi.

Demikian diungkapkan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian saat membuka acara Rapat Koordinasi Teknis Perencanaan Pembangunan (Rakortekrenbang) Regional I Tahun 2020 di Shangri-La Hotel Surabaya, Jawa Timur, Rabu (4/02/2020). Menurut Tito, reformasi birokrasi harus dilakukan. Sebab harus diakui, selama ini birokrasi yang terlalu gemuk, membuat layanan publik memakan waktu panjang. Berbelit-belit. ” Ini salah satu yang membuat frustasi para investor,” katanya.

Dengan struktur birokrasi yang tidak efisien, kata Tito, ada  banyaknya meja urusan yang mesti dilalui.  Satu urusan perizinan, bahkan butuh waktu panjang. Mesti melalui banyak meja, sampai kemudian izin itu keluar.

Foto puspenkemendagri

“Satu izin itu nanti harus satu meja ini, masuk ke eselon IV, masuk lagi ke eselon III-nya, paraf ini, parafnya ke sana kemari. Besok datang lagi, seminggu datang lagi hanya untuk satu paraf,” ujarnya.

Padahal, kata Tito, di Singapura untuk membuat satu perusahaan, investor cukup hanya butuh satu jam atau dalam hitungan jam urusan perizinan selesai. Tidak heran jika investor berebut masuk ke Singapura. Tapi di Indonesia, investor dibuat ribet. Jangankan untuk buat perusahaan besar, untuk buka warung kecil saja, izinnya Banyak sekali.

 “Jadi kembali lagi ke mentalitas. Walau tidak semua begitu. Mentalitas kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah.  Hanya buat warung saja atau restoran saja bisa berhari, berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Makanya investor kalau bisa ke luar negeri mungkin akan pindah ke luar negeri, tapi tinggalnya disini. Pengusaha besar banyak yang lari,” katanya.

Karena itulah, lanjut Tito, birokrasi perlu disederhanakan. Terutama yang terkait dengan bidang perizinan. Bidang  pelayanan publik dan investasi. Maka kemudian muncul ide  eselon III dan IV dihapus saja. Ini yang kemudian dihitung oleh pemerintah.  

“Jadi fokusnya adalah di perizinan,  pelayanan publik dan investasi. Jadi sampaikan ke  kepala daerah dalam rangka penyederhanan birokrasi yang sekarang sedang digarap oleh Menpan RB dan Mendagri, fokusnya pada yang berhubungan pada pelayanan publik investasi dan perizinan,” katanya.

Intinya, kata dia, jangan terlalu banyak meja.  Jika memang ada struktur tidak perlu, pangkas saja jadikan jabatan fungsional. Daripada bikin ribet urusan birokrasi.  Tito pun berharap, Pemda sudah mulai menginventarisir itu. Prinsipnya, tidak ada kepala daerah yang membuat rantai investasi itu menjadi sulit dan sangat panjang. Jika ada, segera hapuskan.

Ide  besarnya adalah untuk menyederhanakan regulasi. Sehingga investor mudah untuk berinvestasi, baik itu investor dalam negeri atau luar negeri. Karena investor itu, akan selalu melihat pasar, apakah menguntungkan atau tidak.

 “Indonesia dengan tenaga kerja yang besar, SDA melimpah, kemudian bumi yang indah sebetulnya adalah tempat yang potensial untuk investor-investor atau pun dalam negeri. Tapi problemnya itulah tadi problemnya regulasi, problem birokrasi yang berbelit-belit,” katanya. (puspenkemendagri/ebn)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *