Connect with us

Feature

Motor Roda Tiga Kemensos, Jadi ‘Kaki’ Pengganti Saparman Jemput Harapan

Published

on

JAYAKARTA NEWS  – Pria itu bernama Saparman. Berusia 50 tahun. Subuh itu setelah menunaikan kewajibannya sebagai seorang Muslim, ia berjalan menuruni tangga. Bukan dengan kedua kakinya. Tetapi hanya dengan dengkulnya. Ya, Saparman berjalan dengan bantalan di lututnnya.

Sudah 11 tahun ini Saparman tinggal di Rusunawa Baleendah, Kabupaten Bandung. Dan, pagi itu, ia menuju lantai bawah untuk menyiapkan dagangannya disitu. Terlihat ada sebuah motor roda tiga listrik, parkir disitu. Di belakangnya ada rak kaca berisi rentengan kopi, susu, teh tarik dan tisu bungkus berbagai merek, mi instan cup, serta masker nonmedis yang disusun dengan rapi. Motor listrik itu dari Kemensos.  Bantuan bagi penyandang disabilitas.

Saparman beranjak ke kompor untuk memasak air. Setelah mendidih, ia memasukkan air panas ke dalam termos dengan hati-hati. Kemudian, Saparman dengan motor listriknya itu pun meninggali rusun dan menyusuri jalan raya di Baleendah. Tujuan adalah SMPN 1 Baleendah, dimana ia biasa mangkal berjualan. Ini baru tujuan pertamanya.

“Biasanya saya keliling Baleendah, Bojongsoang, Dayeuhkolot, Batununggal, Kebon Kelapa sampai ke Alun-alun Kota Bandung dan Masjid Raya Bandung, tapi karena sedang PPKM jadi hanya keliling di sekitar Baleendah dan Buahbatu,” kata Saparman di Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, dalam Siaran Pers Siaran Pers Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial, Rabu (14/07/2021).  

Setelah mangkal di sekolah, Saparman berpindah tempat ke Rumah Sakit Al Ihsan Baleendah hingga Dzuhur, lalu pulang untuk mengisi termos dan beristirahat.

“Sorenya saya berangkat lagi ke Carrefour Buah Batu, jualan sampai Maghrib atau sampai air termos habis, lalu pulang lagi jam 7 malam,” kata Saparman.

Saparman adalah orang yang mendapatkan bantuan Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) dari Kemensos berupa motor roda tiga listrik. Sebelum mendapat bantuan,  ia mengaku berjualan tisu di berbagai sudut jalan arteri Kota Bandung. Ia berjalan dengan dengkulnya.

“Dulu saya jualan tisu di trotoar, prapatan dan lampu merah di Bandung. Sama sekali tidak ada alat bantu, saya jalan pakai dengkul dan bawa ransel di punggung, sementara di masing-masing tangan saya pegang tiga tisu bungkus untuk ditawarkan ke pengemudi mobil yang lewat di Dago, Braga dan Leuwipanjang,” kenang Saparman.

Karena keterbatasan modal, Saparman menjual tisu milik orang lain dengan sistem setoran. Penghasilannya pun tak menentu. “Dulu pernah sehari saya hanya dapat Rp3 ribu. Saya cuma bisa bersabar saja, namanya juga jualan,” kata bapak dua orang anak ini.

Sebelum punya motor listrik, Saparman harus berganti-ganti moda transportasi untuk berjualan dari satu daerah ke daerah lain. Dengan pendapatan minim, Saparman merasa bersyukur karena masih banyak orang baik yang membantunya.

“Sopir-sopir angkot enggan menerima ongkos yang saya berikan, malahan saya yang dikasih uang oleh mereka,” ujar perantau asal Padang Pariaman ini.

Setelah mendapatkan bantuan motor roda tiga listrik, kini Saparman beralih profesi menjadi penjaja tisu dan minuman keliling. Tentu saja pendapatannya sekarang jauh lebih baik.

“Sehari minimal dapat Rp 45 ribu, paling banyak bisa Rp 80 ribu sampai Rp120 ribu. Alhamdulillah  meskipun gak tentu tapi masih cukup untuk makan sehari-hari dan beli stok jualan selanjutnya,” kata Saparman.

Karena berjualan keliling Kota dan Kabupaten Bandung, pelanggannya pun tersebar di berbagai tempat. Adek (64) adalah salah satu pelanggan setia Saparman. Adek mengaku sudah mengenal Saparman sejak 2007 saat mereka berdua berjualan bersampingan di SMPN 1 Baleendah.

“Dulu pas Abah (Saparman) masih pakai kaki palsu di salah satu kakinya, dia jualan cilok pakai gerobak, sementara saya yang dulu jualan kopi,” ujar Adek yang juga pedagang  fried chicken dan cilok goreng ini.

Adek kerap membeli kopi susu dari lapak Saparman karena keramahannya. Ia turut senang dengan bantuan ATENSI dari Kemensos yang diterima Saparman.

“Alhamdulillah  dengan adanya bantuan ini semoga bisa memudahkan Abah dalam berjualan karena bisa keliling kemana-mana,” kata Adek.

Hal senada juga disampaikan Bima Muhammad Arief (28), seorang pengemudi ojek daring yang beberapa kali membeli dagangan Saparman. Sama-sama memiliki mobilitas tinggi, Bima kerap bertemu dengan Saparman di berbagai lokasi.

“Kalau lagi nongkrong sama pengemudi ojek daring lain, Mas Parman sering lewat sambil nawarin kopi, jadi kami beli kopinya,” kata Bima.

Alat Bantu Disabilitas Kemensos

Sesuai dengan arahan Menteri Sosial Tri Rismaharini, pada tahun ini Kemensos mendorong mobilitas penyandang disabilitas dengan membuat alat bantu disabilitas sebanyak 490 unit dengan total nilai Rp15 miliar.

Saparman merasa bersyukur dan berterima kasih kepada Kemensos karena menjadi salah satu penerima bantuan ATENSI berupa motor roda tiga listrik dan modal usaha yang ia terima dari Balai “Inten Suweno” Cibinong pertengahan Juni lalu.

“Motor ini jadi ‘kaki’ pengganti saya dalam menyambung hidup dan harapan,” ujar Saparman.

Ke depannya, Saparman berharap agar bisa menambah modal usaha agar jenis barang yang ia jual di rak motornya bertambah.

“Meskipun fisik saya terbatas, saya tidak akan mundur. Pengalaman pahit di masa lalu sebagai seorang disabilitas tidak menyurutkan semangat saya untuk terus berjualan,” ujar Saparman semangat. *** (melva)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *