Connect with us

Profil

Menjenguk AM Fatwa, Dikasih Alquran

Published

on

MEMASUKI ruang inap 908 di lantai 9 RS  MMC Kuningan, Jakarta Selatan, kemarin (12/12) pasien itu terbaring nyenyak. Namun, lima menit kemudian, tokoh pelawan rezim otoriter Andi Mappetahang (AM) Fatwa ini terbangun dan melontarkan senyum khasnya. Dia menyalami dan menyapa hangat. Bak sahabat yang sudah lama tak bertemu, ‘’Alhamdulillah, ucapnya saat disapa penulis menanyakan kabar dan kondisi terkin dalam perawatan kesehatannya.

Matanya masih menyorotkan tatapan tajam sekaligus tegar. Meski tubuhnya terlihat kurus, tapi semangatnya terpancar. Perbincangan dengannya pun lancar. Pemikirannya masih tetap tajam. Perhatiannya pada kondisi perpolitikan tetap konsisten. Tak enak berbaring, pendiri dan deklator Partai Amanat Nasional (PAN) ini bergerak duduk dan melanjutkan perbincangan.

AM Fatwa aktivis mahasiswa IAIN Jakarta di tahun 1957 dan Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Ciputat dan pengurus PB HMI di era kepemimpinan Sukarno ini pernah dipenjara jelang rezim orde baru. Kini, di usianya ke-78 tahun, ia sakit dan dirawat karena liver. Meski begitu, tuturannya tetap lancar menggambarkan kecerdasannya.

Prinsipnya tentang kebenaran dan konsistensi beretika politik pun masih tereksplorasi darinya. Teringat dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) yang dipandu Karni Ilyas di TVOne September 2016. Tak segan dirinya mengkritisi bahkan menegur keras Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fahri Hamzah. Perilaku Fahri ini memicu amarah Ketua Badan Kehormatan DPD AM Fatwa. Emosi Fatwa makin tak terbendung ketika Fahri mencoba memotong penjelasannya. “Diam dulu, saudara diam dulu. Saudara hormati orang bicara,” tegasnya berulang kali.

AM Fatwa, pernah menjabat Wakil Ketua DPR RI (1999-2004), Wakil Ketua MPR RI (2004-2009), Anggota DPD RI/MPR RI (2009-2014). Wakil Ketua MPP PAN (2005-sekarang) dan Ketua Badan Kehormatan DPD RI (2012-2014). Pada tanggal 14 Agustus 2008 ia dianugerahi tanda kehormatan Bintang Mahaputera Adipradana di Istana Negara. Pada 29 Januari 2009 ia memperoleh Award Pejuang Anti Kezaliman dari Pemerintah Republik Islam Iran yang disampaikan Presiden Mahmoud Ahmadinejad di Teheran bersama beberapa tokoh pejuang demokrasi dan kemerdekaan dari sembilan negara.

Kepiawaiannya berdiplomasi membuat AM Fatwa beberapa kali dipercaya memimpin delegasi ke sejumlah negara asing, seperti memulihkan hubungan diplomatik dengan Cina, merintis dibukanya kedutaan RI di Tripoli Libya, serta menjadi kordinator grup kerjasama bilateral parlemen RI dan Portugal. Dari buah pikirannya lahir tidak kurang dari 24 buku. Judulnya, Dulu Demi Reformasi, Kini Demi Pembangunan (1985), Demi Sebuah Rezim, Demokrasi dan Keyakinan Beragama Diadili (1986, 2000), Saya Menghayati dan Mengamalkan Pancasila Justru Saya Seorang Muslim (1994), Islam dan Negara (1955), Menggugat dari Balik Penjara (1999).

Bukunya yang lain  Dari Mimbar ke Penjara (1999), Satu Islam Multipartai (2000), Demokrasi Teistis (2001), Otonomi Daerah dan Demokratisasi Bangsa (2003), PAN Mengangkat Harkat dan Martabat Bangsa (2003), Dari Cipinang ke Senayan (2003), Catatan dari Senayan (2004), Problem Kemiskinan, Zakat sebagai Solusi Alternatif (bersama Djamal Doa dan Aries Mufti, 2004), PAN Menyongsong Era Baru, Keharusan Reorientasi (2005), Pengadilan Ad Hoc HAM Tanjung Priok: Pengungkapan Kebenaran untuk Rekonsiliasi Nasional (2005).

Kemudian dia meluncurkan bukunya lagi bertajuk Menghadirkan Moderatisme Melawan Terorisme (2006-2007), Satu Dasawarsa Reformasi Antara Harapan dan Kenyataan (2008), Grand Design Penguatan DPD RI: Potret Konstitusi Pasca Amendemen UUD 1945 (2009), Pendidikan Politik Bernegara dengan Landasan Moral dan Etika (2009). Pancasila Karya Bersama Milik Bangsa Bukan Hak Paten Suatu Golongan (2010). Transisi Demokrasi di Atas Hamparan Korupsi: Buah Pikir Reflektif Atas Carut Marut Reformasi (2013). Meretas Jalan Membentuk Karakter (2013).

Atas kreatifitas dan produktifitasnya menulis buku, Museum Rekor Indonesia (MURI) memberinya penghargaan sebagai anggota parlemen paling produktif menulis buku. Selain penghargaan atas pledoi terpanjang yang ditulisnya di penjara masa Orde Baru. Atas pemikiran dan pengabdiannya pada masyarakat, khususnya di bidang pendidikan luar sekolah, AM Fatwa dianugerahi gelar Doktor Honoris Causa oleh Universitas Negeri Jakarta (UNJ) pada 16 Juni 2009.

AM Fatwa juga merintis beberapa lembaga pendidikan seperti Yayasan Pondok Karya Pembangunan (PKP/Jakarta Islamic School), Yayasan Ki Bagus Hadikusumo, Yayasan Putra Fatahillah dengan sekolah Tinggi Perbankan Islam Mr. Sjafruddin Prawiranegara, dan kini juga Ketua Pembina Yayasan Asrama Pelajar Islam YAPI yang didirikan Wakil Perdana Menteri Prawoto Mangkusasmito pada tahun 1952.

Sebelumnya, persinggungan pertamanya dengan aparat terjadi ketika dia menjadi anggota Dewan Mahasiswa Jakarta pada tahun 1963. Saat itu terjadi demonstrasi di kampusnya  mengkritik kebijakan rektor IAIN dan Menteri Agama. Tapi, pemerintah menilainya, demonstrasi itu merongrong kewibawaan pemimpin besar revolusi. Dia dianggap mengganggu persiapan Ganefo dan Indonesia yang sedang berkonfrontasi dengan Malaysia.”Saya sebenarnya pengagum Bung Karno, tapi akhirnya saya mengkritisinya,” tutur AM Fatwa.

Hadiah Alquran

Kepada penulis AM Fatwa menyayangkan peranan dan fungsi DPD belum pada porsinya sebagai Ruang Senator di negeri ini. Namun, ketika disoal apa masukan darinya untuk peranan dan fungsional DPD sebagai Senator Room, AM Fatwa hanya tersenyum simpul.

Mengingat beliau harus istirahat, penulis dan teman mohon pamit. ’’Ah saya sudah istirahat kok. Saya masih tetap membuat buku, ada tim yang menulis catatan saya, saya mengeditnya dan membacanya sambil tiduran melihat di monitor TV di depan ranjang ini,’’ ucapnya sembari mengisyaratkan ajudannya   memberi kenang-kenangan Alquran dengan terjemahannya serta dua buku kumpulan khotbahnya.

Tak lupa penulis meminta tandatangan orang hebat ini. ‘’Sudah ada kok tandatangan saya di situ,’’ katanya sambil berterimakasih karena sudah dijenguk. ‘’Terimakasih hadiahnya dan cepat sehat ya Pak hingga  beraktivitas kembali,’’ pamit penulis sambil menyalami AM Fatwa mantan pejabat Pemda DKI Jakarta dan Staff Khusus Gubernur Ali Sadikin di bidang politik dan agama ini. ***

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *