Connect with us

Kabar

Ketua MPR: Pelantikan Presiden dan Wapres Sulit Dijegal

Published

on

Prabowo didampingi Gibran saat pidato menanggapi hasil Quick Count di Istotra Senayan, Rabu (14/2/2024)/foto: tangkap layar

JAYAKARTA NEWS— Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden (Wapres) terpilih hasil Pemilu 2024 sangat sulit untuk bisa dijegal. Mengingat aturan di Undang-Undang Dasar (UUD) RI 1945 yang memuat soal aturan pelantikan presiden dan wapres sudah sangat jelas.

Demikian ditegaskan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo melalui keterangan tertulisnya, menanggapi pernyataan mantan Hakim Agung Gayus Lumbuun yang mengatakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara bisa dijadikan pertimbangan oleh MPR RI untuk tidak melantik Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI.

“Jadi tidak ada celah untuk menunda atau membatalkan pelantikan Prabowo-Gibran karena Pemilu sudah selesai. Keputusan MK dan ketetapan KPU atas hasil Pilpres sudah jelas,” tegas Bamsoet usai bertemu anggota Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR di Jakarta, Jumat (10/5/24).

Tahapan selanjutnya, kata Bamsoet, adalah pelantikan sebagaimana diatur dalam UUD 1945 pasal 9. Apa yang telah diputus oleh rakyat yang berdaulat tidak boleh diganggu gugat oleh siapa pun, termasuk keputusan PTUN.

Bahkan menurut hasil kajian Badan Pengkajian MPR RI dan Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR, pasangan Presiden dan Wakil Presiden terpilih yang sudah ditetapkan oleh Ketetapan KPU, harus diperkuat dengan produk hukum konstitusi berupa Ketetapan MPR (TAP MPR) tanpa ada perdebatan lagi di MPR karena hanya bersifat administrasi.

Anggota Komisi Kajian Ketatanegaraan hadir antara lain Andi Mattalatta, Rambe Kamarulzaman dan Syamsul Bahri.

Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, hasil kajian Komisi Kajian Ketatanegaraan ini sejalan dengan pandangan dan pendapat ahli hukum tata negara Prof Yusril Izha Mahendra dan Prof Jimly Asshiddiqie bahwa dalam menjalankan kewenangan konstitusional untuk melantik Presiden dan Wakil Presiden, MPR perlu mengeluarkan TAP MPR tentang Pengukuhan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.

Ketetapan MPR ini bersifat penetapan (beschikking), bukan ketetapan yang mengatur (regelling) yang sekaligus juga menegaskan pengalihan status hukum pasangan Capres dan Cawapres terpilih sebagaimana diatur dalam UUD RI 1945.

“Ketetapan MPR ini merupakan suatu keputusan bersifat administrasi yang menjadi dasar dan mengubah status hukum pasangan calon presiden dan calon wakil presiden terpilih sebagai presiden dan wakil presiden Republik RI. Ketetapan MPR tentang penetapan presiden dan wakil presiden merupakan conditio sine qua non (harus ada) dalam rangkaian pelantikan presiden dan wakil presiden,” jelasnya.

Ketua Dewan Pembina Perkumpulan Alumni Doktor Ilmu Hukum UNPAD ini menjelaskan, setelah amandemen UUD RI 1945, terdapat hal-hal yang belum sesuai dengan UUD RI 1945 dalam hal tata cara pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih. Sehingga tidak ada produk hukum MPR yang menetapkan presiden dan wakil presiden terpilih sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia.

Selama ini, hanya dalam bentuk Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tentang Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih dalam Pemilu, serta pengucapan sumpah atau janji yang dituangkan dalam bentuk berita acara pengucapan sumpah atau janji dengan alasan presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat.

“Padahal apabila dicermati berdasarkan Keputusan KPU tersebut, KPU hanya sebatas memiliki kewenangan dalam menetapkan pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih dalam Pemilu. Bukan menetapkan dan mengukuhkan pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih sebagai presiden dan wakil presiden Indonesia. Karena, dalam hal ini KPU hanya sebagai penyelenggara Pemilu,” kata Bamsoet.

Ia memaparkan, Pasal 3 ayat 2 UUD NRI 1945 yang mengatur tentang MPR melantik presiden dan/atau wakil presiden harus ditafsirkan secara luas dan kontekstual. Dimana tindakan pelantikan yang sifatnya ‘seremonial’ mesti didahului dengan tindakan substantif, yaitu pengukuhan presiden dan wakil presiden oleh MPR.

Sehingga, lanjutnya, MPR tidak sekadar melantik presiden dan wakil presiden hasil Pemilu yang ditetapkan KPU, tetapi sebelum pelantikan harus diawali dengan tindakan hukum penetapan dan pengukuhan presiden dan wakil presiden Indonesia untuk masa jabatan lima tahun melalui TAP MPR tanpa proses pengambilan keputusan lagi karena hanya bersifat administratif.

“Presiden dan wakil presiden terpilih yang dipilih langsung oleh rakyat berdasarkan ketetapan KPU tidak bisa dibatalkan oleh MPR. MPR hanya berwenang memperkuatnya dalam bentuk pengukuhan berupa produk hukum konstitusi, yaitu TAP MPR (beschikking) sesuai UUD NRI 1945,” pungkas Bamsoet.***/din

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *