Connect with us

Entertainment

Diskusi HFN: Bagaimana Membuat Film yang Berbudaya?

Published

on

JAYAKARTA NEWS— Etnis Jawa mendominasi dalam populasi dan unggul di puncak, disusul etnis Sunda dan terakhir Batak. Apa arti Jawa, Sunda dan Batak ?

“Jawa itu jaga wibawa. Batak itu diartikan serba membentak. Dan Sunda menurut linguistik itu berarti geulis (cantik) dan kasep (tampan),” lontar aktor Slamet Rahardjo Djarot dalam diskusi menyambut Hari Film Nasional (HFN) ke 73 di Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail (PPHUI) baru-baru ini. Acara dihelat oleh YPPHUI dan Kemdikbud Ristek.

Sekali-sekali menyelipkan humor yang menggelitik, Slamet Rahardjo yang kerap  dipanggil Ki Slamet ini mengemukakan sekelumit historiografi ihwal nama dirinya.

Dikatakannya, nama Slamet Rahardjo diberikan oleh ayahnya saat lahir yang berarti selamat (slamet) dan bahagia (rahardjo). “Oh slamet…lanang (laki)…,” seru ayahnya.

Beberapa kali gurunya, Teguh Karya (almarhum) meminta agar nama Slamet Rahardjo diganti.

“Itu nama pasaran, dan sudah banyak dipakai oleh camat n lurah di Jawa. Ganti nama yang lebih trendi kek. Kayak Roy Marten atau Robby Sugara, kan keren,” cerita Ki Slamet disambit geeerrrr panjang khalayak.

Namun, Slamet Rahardjo tetap tak bergeming dan tak mau mengganti namanya seperti diusulkan Teguh Karya.

“Nama bagi seseorang, entah itu dari suku Jawa, Sunda atau Batak itu sakral, bertuah dan bertujuan baik dan pamali kalau diganti,” sambung Slamet Rahardjo.

Ia menambahkan, nama Teguh Karya itu semula bernama Steve Liem Tjoan Hok. Padahal, Teguh Karya itu nama toko bangunan di Simpang Lima, Semarang.

“Ya sudah. Teguh Karya tetap Teguh Karya. Dan Slamet Rahardjo tetap Slamet Rahardjo. Jangan diganti menjadi Hardjo rak Slamet,” timpal Slamet Rahardjo terkekeh.

Dimoderatori Benny Benke Mashuri (wartawan, novelis), diskusi santai ini juga dimeriahkan sutradara dan penulis skenario Bene Dion Rajaguguk.

“Karena saya berasal dan paham budaya dari tanah Batak, saya menyutradarai film ‘Ngeri Ngeri Sedap’. Saya enggak mungkin membuat film berlatar budaya yang saya enggak paham dan enggak mengerti,” urai Bene Dion yang juga seorang komika ini.

Tatkala ‘Ngeri Ngeri Sedap’ sukses dan laris manis ditonton jutaan orang di bioskop, Bene Dion menerima telpon berisi ucapan selamat dari banyak tokoh pejabat dan anak muda Batak.

“Saya akan membuat film berlatar budaya Batak lagi yang saya kuasai,” beber Bene Dion berjanji.

Seperti ditegaskan Slamet Rahardjo, sineas Indonesia kiwari sudah banyak yang membuat film yang dekat masyarakat dan heroik.

“Dan kita harus bangga, film Indonesia sudah jadi tuan rumah di negara sendiri. Film kita bukan lagi tontonan, tapi juga tuntunan,” ucap Slamet Rahardjo.

Last but not least, Slamet Rahardjo mengingatkan bahwa menonton film Indonesia itu berarti kita mengenal budaya Indonesia, mengenal kehidupan kita dan mengenal diri kita sendiri.

Klop ! (pik)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *