Connect with us

Aksi Korporasi

Cambridge Hotel Datangkan Ambassador Indonesian Chef Spanyol

Published

on

JAYAKARTA NEWS – Effendi Tambunan seorang hotelier, baru satu minggu tiba di Kota Medan, Sumatera Utara. Kedatangannya dari Kuba negara asal pemain bola Onel Hernadez, ini telah melewati seluruh prosedur dan persyaratan untuk melakukan perjalanan antar negara di masa pandemi Covid-19.

Dari Kuba, transit di Qatar kemudian menuju Jakarta. Setiba di Jakarta ia mengikuti isolasi mandiri selama lima hari di Wisma Atlet. Setelah itu lanjut ke Medan.

Kedatangan Effendi bukan sekadar menengok kampung, melainkan sengaja didatangkan untuk joint sebagai Executive Assistant Manager (EAM) yang in charge di Food and Beverage Hotel Cambridge Medan.

Ihwal perjalanan karier Effendi selama ini sebagai hotelier, diawali sejak selesai kuliah tahun 1995. Ia adalah lulusan Food Production (FPR) Balai Pendidikan dan Latihan Pariwisata (BPLP) Medan, yang sekarang dikenal dengan Poltekpar Medan.

Setelah tamat ia bekerja di Pulau Bintan sekitar 3 tahun dari 1995 – 1998, dan di tahun 1998 ia pindah ke Hotel Arya Duta, Pekan Baru sampai tahun 2000. Kemudian kembali lagi ke Pulau Bintan di Hotel Banyan Tree sebagai Sous Chef sampai tahun 2002.

Tahun 2002 itu pula ia meninggalkan Indonesia menuju Georgia, sebuah negara di Eropa Timur. Di negara bekas wilayah Uni Soviet itu ia menjabat  Executive Chef di Sheraton Tbilisi, Republik of Georgia.

“Itulah pengalaman bekerja di luar negeri untuk pertama kali,” ujar Effendi kepada Jayakarta News baru-baru ini di Edge Restaurant, 27floor, Hotel Cambridge, Jalan S. Parman, No. 217, Petisah Tengah, Kecamatan Petisah Tengah, Kota Medan.

Dikatakan, hotel Tbilisi tempatnya bekerja, memiliki bisnis cabang catering untuk sejumlah maskapai penerbangan, di antarnaya British Airway. Di situlah Effendi merasakan tempaan yang berat, serta tangung jawab yang besar. “Banyak hal yang saya dapat dalam pengalaman pertama bekerja di hotel luar negeri. Dan semua pengalaman itu makin mematangkan saya,” tuturnya.

Seiring berjalannya waktu, Effendi mendapatkan tawaran dari Hyatt Regency yang ada di Spanyol. Tawaran itu datang tahun 2005 pada posisi Chef Division.

Tiga tahun mengenyam pengalaman di bawah nama besar Hyatt, Effendi menjajal tempat bekerja yang baru, di Company Barcelo, salah satu raksasa jasa perhotelan dan pariwisata di Barcelona. Di sini ia bertahan 12 tahun. “Dalam 12 tahun, tidak hanya di satu tempat, tetapi juga dipindah-pindah ke grup usaha yang ada di kota lain. Seperti di Majorca dua tahun, Madrid dua tahun, dan seterusnya,” papar Effendi.

Di situlah pengalaman semakin matang. Kemudian tahun 2015 ia pindah lagi ke Kuba, menerima tawaran dari Hotel Melia Kuba. Tahun 2019 ia kembali ke Spanyol. Tapi di tahun yang sama pula, ia sempat pula kembali ke Kuba, bergabung dengan Blue Diamond Company asal Kanada sebagai Executive Chef.

“Dari Kuba itu pula, belum lama ini saya ke Indonesia menuju Kota Medan,” jelas Effendi, sambil meneguk minuman ringan di gelasnya.

Sebagai pekerja kitchen, ia merasakan pentingnya jam terbang dan pengalaman berbagai negara. Sebab, setiap negara memiliki sesuatu yang spesial dan hanya ada di negara itu. Untuk memperkaya referensi menu, ia juga mengaku besarnya manfaat jika tergabung dalam sebuah agency.

“Dari agency yang berbasis di Jerman, saya bisa mendapatkan pengalaman bekerja di Spanyol. Kebetulan di Spanyol saya diangkat menjadi Ambassador Indonesian Chef, atas dukungan teman-teman ICA (Indonesian Chef Association). Kemudian saat pindah ke Kuba juga saya diangkat lagi sebagai Ambassador Indonesian Chef Kuba,” ungkap Effendi.

Dengan dukungan teman-teman ICA bisa eksis di luar negeri dengan mempromosikan makanan-makanan Indonesia. “Meski skill saya di food production, tapi saya banyak in charge di Bood and Beverage,” tambahnya.

Teknik dan Konsep

Prawn tartar with aroma keffir lime and roasted Pumpkin pure by Effendi Tambunan.

Berbekal pengalaman sejauh ini, Effendi menilai bahwa hal mencolok yang ia rasakan adalah perbedaan culture pada tiap-tiap negara. Sepanjang kita pandai beradaptasi, maka tidak akan ada persoalan.

Sedangkan, terkait kapasitas employee atau staff, ia merasakan relatif sama saat seorang hotelier berada di hotel kelas bintang 5. “Pada hotel bitang lima, kapasitas employee di negara mana pun, relatif sama. Termasuk di Indonesia,” tegasnya.

Kalaupun ada perbedaan, lebih pada persoalan teknik dan skill, terutama untuk fine dining. Hal lain yang ia garis bawahi adalah persoalan bahasa. “Pengalaman ketika masa awal di Georgia, problem terbesar adalah bahasa. Mereka menggunakan bahasa Georgia dan Rusia. Saya tidak paham sama sekali. Di situlah saya mencoba menyiasatinya dengan perpaduan bahasa Inggris dan bahasa isyarat, sambil menunjukkan makanan yang kita maksud. Akhirnya, semua teratasi dan lambat laun kita bisa menguasai bahasa mereka,” papar Effendi.

White chocolate cake with creamy chocolate ice cream by Effendi Tambunan.

Di Spanyol, kembali Effendi dihadapkan pada persoalan bahasa. Belajar dari cara ia beradaptasi dan menyiasati problem bahasa di Georgia, maka dalam waktu tidak terlalu lama, Effendi pun menguasai bahasa Spanyol. “Istri saya kebetulan warga negara Rusia. Jadi saya, istri dan anak laki-laki saya berusia 9 tahun, terkadang di rumah berbahasa Rusia dan Spanyol,” katanya sambil tersenyum.

Ide untuk Cambridge

Lantas, apa yang ia simpulkan dari pertemuannya dengan manajemen Hotel Cambridge? “Prinsipnya, saya sudah punya ide atau konsep yang telah kami bicarakan dengan Pak Tupa, GM Hotel Gambridge, yang nanti akan diterapkan,” ujarnya.

Salah satunya, ia mengadopsi rata-rata hotel bintang 5 di luer negeri yang memiliki dinner sky. Ada restoran di roof top. “Kenapa tidak kita buat di sini?” ujarnya.

Lalu mengenai menu untuk The Edge Retaurant, 27floor, suasananya di malam hari begitu menarik, dapat melihat Kota Medan. Selain itu atmosfernya yang romantis. Tempat itu bisa dipadupadankan dengan menu mediteran yang ia kuasai. “Bisa dibuat casual the fine dining, semi fine dining dengan konsep mediteran yang tidak terlepas dari the taste of Indonesia,” imbuhnya.

Pan fried red snapper with creamy green peas by Effendi Tambunan.

Yang dimaksud fine dining, kalau di luar negeri, merupakan makanan untuk perjamuan bisnis atau bersosialisasi dengan sosialita. Selain itu dapat juga diartikan makan dengan kolega mitra kerja, dengan staf perusahaan.

Sedangkan untuk employee, Effendi akan menerapkan standar yang ia bawa dari luar, berdasar pengalaman yang ia miliki. Misalnya, bagaimana cara melayani tamu yang berkelas. Sebab, bidang perhotelan dikenal dengan hospitalitynya. Termasuk bagaimana cara employee bisa dekat dengan para tamu dengan tetap respek.

Dengan begitu, kita mendapat masukan yang penting dari para tamu. Dari masukan itu pula, employee tidak saja belajar meningkatkan kapasitas, tetapi juga membuka pintu untuk lebih mengenal para tamu lebih personal.

Pola itu diterapkan sejak check in sampai ke stewarding. Bagaimana employee mengenal para tamunya dengan baik. “Kuncinya, employee harus memiliki sense melayani yang tinggi. Hanya dengan begitu, ia bisa dengan cepat mengenal para tamunya,” kata Effendi.

Terakhir, ihwal target pribadi Effendi. Ia mengaku masih menjalani roda yang berputar. Meski begitu, bukan berarti tidak ada goal yang hendak dicapai. Misalnya, keinginan membuka restoran di Spanyol dengan masakan Indonesia sebagai ciri utama. “Mudah-mudahan lima tahun lagi bisa terwujud,” ujarnya.

Hingga saat ini, anak dan istrinya masih tinggal di Spanyol. Agaknya, Effendi sendiri kerasan mukim di sana. Terlebih, ia mengantongi fasilitas dua kewarganegaraan bagi putranya, yakni Georgia dan Spanyol.Buena suerte señor(Monang Sitohang)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *