Connect with us

Kabar

Belajar dari Afganistan “Baru”

Published

on

JAYAKARTA NEWS— Afghanistan adalah salah satu negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia, lebih dari 70 tahun lalu. Dan Kedutaan Indonesia dibuka di negara ini 20 September 1949. Jadi sebenarnya, Indonesia punya sejarah hubungan yang panjang dan pastinya berwarna.

Sekarang, setelah berperang dengan Amerika selama 20 tahun, Taliban jelas menang perang melawan pemerintahan, yang dibentuk kekuatan Barat (AS dan Eropa). Taliban berkuasa kembali setelah terusir ke gunung-gunung pada medio 2011 lalu.

Juli 2021, Presiden AS Joe Biden, setelah mengumumkan akan menarik seluruh pasukan AS pada bulan September, menyatakan, “Kemungkinan Taliban menguasai semua dan memiliki seluruh negara, tidaklah mungkin terjadi.” Beberapa minggu kemudian, Taliban masuk Kabul dan menguasai seluruh negara.

Biden berkali-kali menyatakan dukungannya kepada Presiden Afghanistan Ashraf Ghani dan para pemimpin lainnya. “Mereka sedang mengupayakan pencegahan pertumpahan darah dan mengupayakan penyelesaian politik, “ ujar Biden. Namun, hari Minggu, 15 Agustus 2021, presiden dan orang-orang dekatnya melarikan diri dari Kabul.

Buat Amerika sekarang ini adalah saatnya berusaha keras melakukan upaya mengurangi kerusakan lebih lanjut  dengan menaikkan kehadiran pasukan sampai 6.000 tentara dalam usaha menyelamatkan staf kedutaan dan warga mereka serta orang Afghanistan, yang bekerja untuk AS dan sekutunya.

Jumlah warga Afghan yang bekerja untuk AS dan sekutu diperkirakan 20.000 orang — berapa banyak yang bisa keluar dan berapa yang tertinggal dan mungkin jadi sasaran pembalasan Taliban.

Staf kedutaan Amerika dan negara-negara barat sudah diungsikan ke lapangan terbang. Di bandar aini, sejak Minggu malam, terjadi kekacauan besar karena orang asing dan banyak orang Afghan berusaha meninggalkan negara ini. Senin, 16 Agustus 2021, sudah mulai masuk laporan berbagai tindak kekerasan Taliban terhadap warga Afghan, yang dipandang berpihak kepada AS.

Kemudian, dibalik semua ini, ada suara perempuan Afghan, yang tidak terdengar, ketakutan hidup dibawah penindasan Taliban — pernah dirasakan selama lima tahun. Dimana perempuan dipaksa menikah pada usia dini, tidak boleh sekolah, tidak boleh bekerja, dan seterusnya.

“Doakan kami selalu,” tulis seorang perempuan yang bersembunyi di Kabul kepada saudaranya, yang tinggal di Amerika. Itu adalah pesan terakhirnya.

Kalau direnungkan, puluhan tahun kemudian, Afghanistan mengingatkan semua orang di dunia bahwa label adidaya bukanlah berarti tidak terkalahkan. Afghanistan dan Vietnam memperlihatkan “adi daya” bisa kalah oleh determinasi dan tekad kuat untuk melawan.

Lalu apa pembelajarannya buat kita di Indonesia. Satu-satunya cara mempertahankan NKRI adalah keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Jika tidak, mungkin saja sebuah ideologi “baru” bisa menggilas ideologi Pancasila, yang sangat kita banggakan.

Kalau Pancasila hanya ada di bibir saja dan soal keadilan sosial dan kesejahteraan untuk seluruh rakyat Indonesia tidak diperhatikan. Maka ideologi “baru” apapun bentuknya akan muncul dan jadi penguasa baru.

Coba lihat Afghanistan, ada 300.000 tentara yang dibentuk dan dibiayai Barat (AS dan Eropa) lebih dari 1 triliun dolar. Dikalahkan dengan 75.000 tentara Taliban. Jadi tidak perlu banyak atau sebagian besar, hanya cukup saja akan mampu menghancurkan kekuatan besar. Kenapa, nilai-nilai baru (demokrasi), yang dibawa kekuatan asing, belum mengakar ditambah korupsi besar-besaran pemerintah.

Indonesia baru membangun demokrasinya. Kita berhasil menggelar pemilihan umum bebas barulah sekitar lebih sedikit dari 20 tahun. Afghanistan, di bawah tuntunan Amerika dan puluhan sekutunya, juga berhasil menyelenggarakan pemlihan umum dan pergantian pemerintahan secara damai. Demokrasi memang perlu tertanam dalam dan membutuhkan waktu bergenerasi ke generasi untuk mampu bertahan.

Saat tulisan ini dibuat, sudah lebih dari 250.000 warga Afghan melarikan diri dari negerinya dan jumlah ini pasti bertambah. Afghanistan, salah satu negara termiskin dunia, kembali akan mengalami tragedi kemanusiaan.

Kita, Indonesia, di bulan Kemerdekaan ini, perlu merenung dan kembali disadarkan cita-cita bersama bapak-bapak pendiri bangsa: Adil dan Makmur atau Kesejahteraan yang berkeadilan atau perdamaian yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. MERDEKA! (leo)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Advertisement