Ekonomi & Bisnis
Apkasindo harus Tetap Berpikir Kritis
JAYAKARTA NEWS — Meski sebagai mitra bagi pemerintah, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) juga harus memiliki pikiran-pikiran kritis.
Demikian ditegaskan Ketua Dewan Pembina Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Jend TNI (Purn) Moeldoko saat melantik Dewan Pengurus Pusat (DPP) Apkasindo periode 2024-2029 yang didukung Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di Jakarta, Rabu (9/10/2024).
“Apabila kebijakan itu tidak berpihak kepada masyarakat petani, khususnya kelapa sawit petani, maka Anda harus juga berteriak untuk pemerjuangan mereka. Posisimu harus jelas sebagai partner pemerintah yang kritis,” ujar Moeldoko.
Dengan demikian, Moeldoko berharap, keberadaan Apkasindo bisa dirasakan seluruh masyarakat petani, khususnya petani sawit.
Moeldoko mengatakan, ada tiga masalah sawit rakyat yang mesti dicari solusinya. Pertama, produktivitas sawit rakyat yang masih rendah.
“Petani sawit di Malaysia 19 ton per hektare. Petani sawit kita masih 12 ton per hektare. Kenapa bisa seperti itu? Apkasindo harus mencari jawaban dimana kelemahannya,” ujar Moeldoko.
Menurut Moeldoko, dengan teknologi yang berkembang saat ini mestinya masalah produktivitas sawit rakyat yang rendah dapat terpecahkan.
Kedua, hlirisasi. Menurut Moeldoko, pentingnya kolaborasi antara Apkasindo, Kementerian Pertanian (Kementan), dan Komisi IV DPR
Ketiga terkait kebun sawit dalam kawasan hutan diharapkan dapat dianalisis secara mendalam.
Kantor Staf Presiden (KSP) terus berjuang untuk memberikan kepastian bagi masyarakat yang berada di kawasan tersebut. Demikian juga Apkasindo.
“Kita cari, apa sih yang menjadi bottle neck? Setelah kita temukan, mari kita sama-sama cari jalan keluarnya. Karena ini menyangkut kepentingan rakyat petani sawit Indonesia yang jumlahnya kurang lebih 12 juta dari 25 provinsi,” jelas Moeldoko.
Moeldoko menyampaikan bahwa Apkasindo minimal harus bisa menjalankan dua peran penting, yaitu sebagai bridging institution dan bridging antara petani dengan pemerintah.
Dalam konteks bridging institution, kata Moeldoko, Apkasindo harus bisa menjembatani antara kepentingan rakyat, petani, perguruan tinggi, riset, dan development.
Dengan demikian, Moeldoko berharap, keberadaan Apkasindo bisa dirasakan seluruh masyarakat petani, khususnya petani sawit.
Sementara itu, Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit (Apkasindo), Dr. Gulat Manurung, C.IMA mendorong kesetaraan harga tandan buah segar (TBS) petani Swadaya dan petani
Menurut Gulat, persoalan yang terjadi di lapangan yaitu masalah petani sawit swadaya yang tidak dihitungi oleh satu elemen dalam undang-undang regulasi negara ini.
“Tidak ada satu kata pun disebut petani swadaya. Kami sedih. Padahal, petani swadaya itu dari 16,3 juta hektare 6,87 juta hektare itu petani sawit. Sedangkan, petani bermitra Cuma 68 persen atau 410 ribu hektare,” ungkap Gulat.
Gulat berharap, pemerintahan baru merevisi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 01 Tahun 2018 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian TBS Kelapa Sawit Produksi Pekebun.
Apalagi, kata Gulat, Presiden terpilih Prabowo Subianto dengan tegas mengatakan akan membela petani sawit swadaya yang tidak mendapatkan haknya. (yogi)
