Feature
Ada Ikan Berkepala Gajah
Jayakarta News – Orang Medan mengenalnya sebagai Museum Arca. Sebutan formalnya Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara. Letaknya di Jl H.M. Jhoni no. 15, Kecamatan Medan Kota. Dikenal sebagai museum Arca mengacu pada momentum bersejarah, saat Presiden Sukarno meletakkan koleksi museum yang pertama berbentuk makara atau arca yang diambil dari depan pintu gerbang candi yang ada di Padang Lawas, tahun 1954.
Museum itu sendiri diresmikan sebagai Museum Negeri Provinsi Sumut tanggal 19 April 1982 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada masa itu Dr. Daoed Yoesoef. Letak yang strategis, menjadikan museum ini cukup mudah dijangkau. Dari pusat kota Medan hanya berjarak 4,2 km. Sedangkan jarak ke Bandara Kualanmu sekitar 23 km, dan dari pelabuhan Belawan lebih jauh sedikit, 25 km.
Bangunan museum berdiri di atas lahan seluas 10.468 meter persegi. Bentuk museum menggambarkan rumah tradisional Sumatera Utara, dengan mengombinasikan pada bagian atap depan dipenuhi ornamen beberapa etnis, ada Melayu, Batak Toba, Karo, Simalungun, Mandailing, Pakpak, dan Nias.
Bangunan dua lantai itu memiliki fungsi yang berbeda. Lantai sebagai ruang pameran tetap. Objek pertama yang terpajang adalah sebuah arca berbentuk ikan berkepala gajah. Selain itu, ada beberapa pameran jenis pakaian adat Sumut di lemari kaca. Tak lupa, pengelola juga memajang foto-foto para Gubernur Sumut dari pertama kali sampai sekarang.
Di sini pengunjung dapat juga dapat melihat replika fosil manusia purba, diorama kehidupan prasejarah, dan perkakas prasejarah. Di salah satu sudut, tampak ruang mini teater untuk pemutaran film sejarah. “Museum ini prinsipnya sebagai tempat yang digunakan untuk menyimpan dan melestarikan benda-benda kuno atau peninggalan sejarah di masa lampau. Dari koleksi yang ada, bisa tergambar peristiwa masa lalu agar dapat dilihat dan dipelajari generasi saat ini. Selain menambah wawasan, berkunjung ke museum juga bisa menjadi ajang rekreasi edukasi,” ujar Kepala UPT. Museum Negeri Sumatera Utara (Sumut), Martina Silaban SH, Senin (21/10) di Museum Arca.
Sejauh ini, pengunjung museum didominasi anak-anak sekolah. Selebihnya kategori umum, termasuk turis asing. “Memang tahun ini kunjungan ke Museum Negeri kita ini meningkat, dari tahun sebelumnya, menurut data pengunjung mulai 1 Januari sampai 31 desember 2019 pengunjung yang sudah hadir dan sudah tercatat akan hadir, ada 50.631. Tentu realisasinya akan lebih besar, karena masih ada bulan Oktober, November, dan Desember,” jelas Martina.
Upaya meningkatkan volume kunjungan senantiasa dilakukan. Antara lain, melalui sosialisasi serta gerakan cinta museum. Pihaknya juga melakukan upaya “jemput bola” ke kabupaten/kota yang ada di provinsi Sumut. “Kami pun berkirim surat ke sekolah-sekolah di seluruh kabupaten/kota, agar anak-anak didik bisa dijadwalkan mengunjungi Museum Negeri Sumut ini. Sangat penting untuk mengenalkan koleksi museum kepada anak-anak sekolah,” tambah Martina.
Usaha lain adalah melibatkan biro perjalanan atau travel agent. Caranya, membuat paket-paket wisata edukasi. Usaha lain, menginformasikan atau mempromosikan kegiatan-kegiatan di museum melalui sosial media (sosmed). “Dari promosi itu, kita berharap ada rasa ingin tahu akan museum ini,” tambahnya.
Bagi Martina, memanfaatkan era digital adalah sebuah keharusan. “Dengan berkunjung ke museum, anak-anak sekolah dan masyarakat umum bisa memposting materi museum. Jadi tidak sibuk menanggapi informasi hoax,” ujarnya.
Hari itu, Museum Negeri tengah kedatangan siswa-siswi sejumlah sekolah. Antara lain dari MTs Babul Ulum Simpang Kantor sebanyak 42 siswa plus tiga guru. Juga kunjungan SD Dharma Medan Johor sebanyak 110 siswa didampingi empat orang guru.
Saat berdialog dengan para siswa, Martina sempat bertanya, “Di sekolah belajar sejarah kan?” yang dijawab serentak oleh muridmurid, “Iya, belajar Bu.” Martina pun menambahkan, “Nah, kalau di kelas belajar teori, maka di mueum ini kita bisa melihat koleksi berbagai benda bersejarah secara langsung. Jadi bisa melengkapi ilmu yang didapat di bangku sekolah.”
Martina juga meminta anak-anak mencatat hal-hal penting yang ada di museum. Mereka juga dipersilakan untuk berfoto-foto dengan latar belakang objek koleksi museum, dengan harapan nantinya di-share di medsos. “Informasikanlah bentuk dan koleksi warisan nenek moyang kita. Karena, museum itu tempat identitas kita sendiri. Jadi, kalau kita tidak tahu identitas atau jati diri, berarti kita tidak tahu sejarah diri,” ujar Martina pula. (Monang Sitohang)