Feature
Tanah Aneh di Rumah Para Dewa
Jayakarta News – Mengapa objek wisata Dieng menjadi menarik untuk dikunjungi? Lain dulu, lain sekarang. Dieng sekarang sudah menjadi “one stop destination”. Salah satu objek wisata komplet yang ada di Jawa Tengah. Atas alasan itu pula, saya dan rombongan dari sebuah perusahaan swasta di Bandara Soekarno-Hatta yang menamakan diri “The Refresh” memutuskan jalan-jalan ke sana. Refreshing, ceritanya….
Demi alasan praktis dan nyaman, kami serahkan gathering ini ke T & G Tour and Travel. Menggunakan satu unit mobil jenis Elf, kami dipandu mas Joko. Saking pengalamannya memandu wisatawan ke objek wisata Dieng, ia pun dikenal sebagai “Joko Dieng”.
Objek wisata yang terletak di dua kabupaten: Wonosobo di bagian timur dan Banjarnegara di bagian barat itu, adalah objek wisata alam pegunungan. Tentu saja hawanya sejuk. Cocok sekali untuk dikunjungi di saat temperatur rata-rata kota Jakarta antara 35 – 38 derajat Celsius, bahkan lebih!
Dengan adanya jalan tol trans Jawa, Wonosobo jadi lebih mudah dijangkau. Jika rute lama melewati Banjarnegara, maka sekarang tetaplah berada di jalan tol trans Jawa dan keluar di gerbang Pemalang. Jarak Jakarta – Dieng yang sekitar 416 km itu bisa ditempuh hanya dalam waktu kurang dari tujuh jam.
Menjelang kota Wonosobo, udara mulai terasa sejuk. Melewati kota Wonosobo dan mendaki ke arah Dieng, udara makin sejuk, ditambah pemandangan alam yang indah. Di kanan kiri terhampar lahan pertanian, ada yang menanam kol, kentang, dan lain-lain. Di perbukitan sana, tampak pohon-pohon keras menghijau.
Bukan hanya mata yang dicuci oleh indahnya pemandangan, adrenalin pun dipacu lebih kencang demi melewati rute-rute maut. Jalan menanjak serta tikungan tajam harus ditempuh dengan persneling rendah. Di antara berbagai tikungan tajam, di kiri-kanan menganga jurang nan curam. Saya perhatikan beberapa teman tampak menahan nafas.
Dieng. Ya, sebuah nama pendek yang artinya tempat tinggal para dewa. Di artinya tempat, Hyang artinya Kahyangan. Sebagian masyarakat lokal mengartikannya sebagai “Tanah yang Aneh”. Asalnya dari kata Adi (tanah) dan Seng (aneh).
Dua-duanya saya telan saja sebagai kebenaran. Betapa tidak, Dewa mana yang tidak suka tinggal di wilayah yang begitu sejuk dan indah? Menurut catatan, Dieng berada di ketinggian 2010 meter di atas permukaan laut (MDPL).
Ihwal tanah aneh, ada benarnya juga. Di daerah ini bisa ditemukan anak-anak dengan rambut gimbal. Bahkan untuk mencukurnya, harus dengan ritual khusus. Memangkas rambut gimbal anak tanpa ritual, salah-salah bisa mencelakakan si anak. Ah… entahlah.
Kita tengok dulu salah satu objek wisata di Dieng, yang disebut Batu Pandang Ratapan Angin. Konon, Batu Pandang Ratapan Angin adalah hasil kutukan cinta yang terlarang. Dikisahkan, seorang istri selingkuh dengan saudara kandung suami. Dikutuklah mereka menjadi batu. Sebagai pembenar mitos, disebutlah suara seperti orang meratap, setiap kali ada hembusan angin kencang menerpa bebatuan itu.
Untuk mencapai objek wisata yang satu ini, perlu ekstra tenaga. Dari parkiran Elf, kita masih harus mendaki anak tangga 100 – 150 meter. Sesampai di puncak Batu Pandang Ratapan Angin, seorang teman berkata sambil terengah, “Worth it.” Benar. Sepadan dengan usaha yang kami keluarkan. Sebab di atas sini, kita bisa memandang Gunung Prau, Telaga Warna, Telaga Pengilon, serta kawah belerang Sikidang. Amboi… indah sekali.
Gunung Prau di kejauhan sana, tampak anggun. Ia dikelilingi anak-anak gunung yang lebih rendah. Gunung ini cukup populer di antara para pendaki.
Telaga Warna tampak pula dari kejauhan. Sebuah fenomena unik, yaitu warna air dapat berubah-ubah. Ada kalanya berwarna hijau, kuning, dan warna-warni seperti pelangi. Fenomena ini, karena air telaga mengandung sulfur, sehingga saat terkena sinar matahari, mengakibatkan efek perubahan warna.
Ada lagi Telaga Pengilon. Pengilon dalam bahasa Jawa artinya kaca cermin. Air telaga itu memang begitu jernih, alami seperti cermin. Air telaga ini tidak mengandung sulfur. Permukaan airnya pun tenang.
Menurut legenda yang berkembang di masyarakat Dieng, telaga warna adalah tempat pemandian para bidadari. Sedangkan telaga Pengilon untuk bercermin dan berdandan para bidadari setelah mandi. Konon apabila kita bercermin di telaga Pengilon akan tercermin watak dan sifat kita. Nah yang ini, agak absurd penjelasannya. Apakah watak dan sifat memiliki bentuk?
Masih di area Dieng, salah satu objek wisata adalah Kawah Sikidang. Kawah vulkanik yang masih aktif, jelas terlihat dari gumpalan asap dan aroma belerang tercium dari bibir kawah. Kawah ini setiap empat tahun sekali, berpindah-pindah, seperti melompat. Gerakan melompat kidang (rusa) itulah yang menjadi asal-usul penamaan kawah. Secara teritori, objek ini masuk wewengkon Kabupaten Banjarnegara.
Bukit Sikunir
Bukit indah di Desa Sembungan, Wonosobo menjadi desa tertinggi di pulau Jawa. Karenanya, menjadi lokasi paling ideal untuk menyaksikan terbitnya matahari (sunrise), bahkan golden rise. Dari puncak Bukti Sikunir yang memiliki ketinggian 2353 MDPL itulah matahari muncul dari peraduan. Seperti muncul tepat di hadapan kita.
Agar mendapatkan moment terindah golden rise, saya dan Rim Refresh, dengan panduan “Joko Dieng” berangkat dari homestay pukul 03.00 WIB. Memang terlalu awal, tapi kami mengalah dengan alasan Joko, “kalau kesiangan sedikit, tidak akan kebagian tempat parkir.” Salah-salah, gagal menyambut matahari pagi.
Tidak lupa, mas Joko berpesan agar mengisi perut, mengenakan jaket, sarung tangan, dan penutup kepala. Temperatur yang sangat rendah (pernah mencapai nol derajat Celsius), adalah alasan mengapa Joko berulang-ulang menyampaikan pesan tadi.
Syahdan, Elf yang kami tumpangi pun menerobos bekunya udara. Meliuk-liuk mendaki tebing dan bukit menuju Buki Sikunir melalui jalan yang halus dan mulus. Joko Dieng sempat menunjuk satu objek wisata yang kami lewati, yakni Telaga Cebong, tapi kami tak menyinggahinya.
Sesampai di area Bukit Sikunir, benar kata Joko. Kami harus antre lumayan panjang. Usai shalat subuh berjamaah, saya dan Tim Refresh siap menyambut Sang Surya di pagi hari. Agar mendapat view terbaik, ada beberapa spot, tergantung selera.
Semburat kuning tampak di ufuk timur. Ayam jantan berkokok di kejauhan. Jagad semesta memunculkan tanda-tandanya menyambut datangnya Sang Surya. Pagi itu, kami seolah bisa melihat sang waktu bergulir. Pelan tapi pasti, semburat itu membesar, hingga pecah bola cahaya kuning menyala. Benar, matahari bangun dari peraduan. Oh… jangan ditanya indahnya, sebab saya tidak menemukan kata-kata yang tepat untuk melukiskannya.
Komplek Candi Arjuna
Dataran tinggi Dieng juga memiliki kawasan candi, salah satunya Komplek Candi Arjuna terletak di Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara. Komplek Candi Arjuna memiliki lima bangunan candi, yaitu : Candi Arjuna, Candi Semar, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Sembadra.
Sementara, Dharmasala adalah tempat peristirahatan dan persiapan sebelum memulai kegiatan keagamaan untuk menghadap para dewa di komplek candi Arjuna. Dharmasala juga terletak di Kecamatan Batur. Lokasi ini dapat ditempuh dengan berjalan kaki melalui komplek candi Arjuna.
Usai menjelajah wisata alam di kawasan Dieng, kini kita tengok wisata buatan manusia. Salah satunya objek wisata D’Qiano Hotspring Waterpark, tempat rekreasi air panas. Kolam pemandian air panas, dialirkan langsung dari Dieng. D’Qiano Hotspring Waterpark salah satu taman kolom air panas tertinggi di Indonesia. Wahana yang disajikan seperti ember tumpah, kolam spiral, dan waterboom spiral.
Rasanya, masih sangat banyak yang belum saya tuliskan. Betapa menyenangkan dan mengesankan berwisata ke Dieng. (herdy p)