Connect with us

Sport

Puspita harus Kembali Jalani Operasi Keempat Kalinya

Published

on

JAYAKARTA NEWS— Cabang olahraga paracyling tidak dipertandingkan di ASEAN Para Games 2022 Solo mengingatkan kita kembali terhadap Puspita Mustika Adya. Salah satu legenda balap sepeda Indonesia ini pernah membawa sukses Tim Paracyling Indonesia meraih 1 emas, 8 perak, dan 8 perunggu di Asian Para Games 2018 Jakarta. 

Kini, Puspita Mustika Adya benar-benar terlupakan. Apa yang telah dibangunnya tak mampu diteruskan National Paralympic Committee (NPC) Indonesia di bawah kepemimpinan Senny Marbun. Wajar aja Puspita kecewa.

Jangankan mempertahankan prestasi, memasukkan cabor paracycling dipertandingkan di ASEAN Para Games 2022 saja tidak bisa. Padahal, potensi medali emas cukup besar dan Indonesia juga sangat berjasa dengan menjadi tuan rumah ASEAN Para Games 2022 menggantikan posisi Vietnam yang mundur.  

Tap perlu takut jika Puspita bersuara. Itu karena dirinya bisa merasakan perihnya perasaan atlet paracyling yang sudah berlatih tetapi tidak bisa bertanding. Dia tidak mungkin bisa kembali seandainya diberikan kepercayaan seperti saat menangani Tim Paracyling Indonesia menghadapi Asian Para Games 2018 Jakarta.

“Saya bisa merasakan perasaan M Fadly dan kawan-kawan ketika paracyling tidak dipertandingkan. Apalagi, mereka sudah menjalani latihan persiapan,” kata Puspita melalui WhatsApp.

Kondisi fisik Puspita memang sudah tidak lagi memungkinkan untuk menangani Tim Paracyling. Sejak dua tahun lalu, dia sudah menjalani perawatan marathon akibat dampak dari kecelakaan di Brunai saat menangani Tim Balap Sepeda Brunai pada tahun 2008. 

“Setiap bulan harus keluar biaya sekitar Rp6 juta lebih untuk biaya perawatan marathon yang harus dikeluarkan. Untungnya, seluruh biaya saya ditanggung anak-anak tiriku dari istriku, Riries Widya. Dan, saya bersyukur ternyata Allah SWT masih menyangiku dengan mengirimkan orang-orang yang baik bersamaku,” kata Puspita.

Menurut istrinya, Riries Widya, Puspita mulai menjalani perawatan marathon setelah tidak sadarkan diri saat keduanya berada di Banyuwangi sekitar November 2019.

“Sejak pingsan di Banyuwangi pada November 2019 itu lah Puspita menjalani perawatan. Alhamdulilah berkat rezeki dari  Allah SWT semua biayanya masih bisa tertangani,” tegas Riries Widya yang dihubungi melalui telepon selular.

Puspita, kata Riries Widya, terus menjalani perawatan marathon di RS Persada Malang, Jawa Timur setiap bulan dan ditangani dokter spesialis bedah syaraf, dokter mata, THT, dan penyakit dalam. 

“Puspita itu kelebihan cairan otak karena total accident permanen kecelakaan di Brunei. Kalau pada anak kecil yang tulang kepalanya masih tipis kepalanya membesar Hidrosefalus, pada mas Puspita kelebihan cairan otak itu harus dikeluarkan lewat slang dari otak ke pembuangan. Namanya cairan otak kadang keluar di mata itu cairannya bisa mengeras menekan mata dari pori pori udara yang masuk lewat kulit,” jelasnya,

Dari hasil Hasil dari MRI dan pemeriksaan lanjutan oleh tim dokter RS Persada Malang, jelas Riries Widya. Puspita harus segera menjalani operasi untuk mengganti 2 pipa slang yang mengalirkan kelebihan cairan otak ke saluran pembuangan lewat belakang telinga kanan, dan akan menambah lagi bor baru pasang slang dekat telinga kiri.

Sejak kecelakaan di Brunai Darussalam tersebut, kata Riries, Puspita telah menjalani tiga kali operasi otak. “Pertama, di RS RIPAS Brunei Emergency tahun 2008 dan operasi lagi RS Siloam Karawaci Tangerang tahun 2010.  Terakhir di RS Tan Tock Seng Singapore tahun 2013,” ungkapnya.

Untuk operasi keempat, kata Riries Widya, diperkirakan akan menelan biaya sekitar Rp400 juta. Namun, dia belum mendapatkan jadwal operasinya karena tim dokter masih terus melakukan observasi.

Pada masa jayanya, Puspita merupakan sprinter yang tak hanya merajai velodrom di berbagai ajang nasional, tetapi juga menjadi juara di ajang tingkat Asia Tenggara dan Asia.

Pria kelahiran Malang, Jawa Timur, 28 April 1966 ini pernah meraih medali emas SEA Games di Manila 1998 untuk nomor sprint 200 meter dan 1.000 meter Individual Time Trial (ITT). Tahun 1989, ia mencetak rekor baru SEA Games 1.000 meter ITT di Kuala Lumpur, Malaysia.

Terakhir di SEA Games 1991 Manila, ia meraih emas nomor 4.800 massed start. Sebagai pelatih ia telah mengantongi sertifikat IOC Cycling Course 1993, 1997, dan 2003 dengan gelar The Best Indonesia Coach dan pemilik sertifikat High Level Coacu UCI. Dan, ia sempat koma akibat kecelakaan saat menangani Tim Balap Sepeda Brunai Darusalam tahun 2008. (azh)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *