Connect with us

Feature

Krida Sunyi Sang Bupati

Published

on

Buyar Winarso di Pasar Tumenggungan, Kebumen. (foto: roso daras)

JAYAKARTA NEWS – Kebumen bagi Buyar Winarso adalah cinta. Kebumen bagi Buyar Winarso adalah tempaan. Kebumen bagi Buyar Winarso adalah “kawah candradimuka”. Kebumen bagi Buyar Winarso adalah ladang tempat segala amal baik disemai.

Ini adalah sekelimut catatan di tahun 2009, ketika muncul permintaan, imbauan, bahkan desakan berbagai kalangan di Kebumen kepada Buyar Winarso untuk bersedia menjadi Bupati Kebumen. Sebuah aspirasi yang di dalamnya terkandung harapan “tumpah darah”-nya mendapat sentuhan tangan dinginnya, agar bangkit dari ketertinggalan.

Bermula dari ajang Pilkada jauh sebelumnya, tahun 2004, ketika sejumlah elemen masyarakat mendekatinya dan mewacanakan pengabdian kembali ke daerah, membangun daerah. Usulan kongkret mereka adalah, mendorong Buyar Winarso dalam bursa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Kebumen periode 2005 – 2010.

Akan tetapi, karena berbagai alasan, Buyar Winarso menyatakan belum siap. Secara terus-terang ia berdalih, usaha-usaha yang tengah dirintis di Jakarta, masih memerlukan perhatian penuh darinya. Dalih yang lain ketika itu adalah, menyemai amal baik bagi daerah tercinta, tidak selalu harus melalui jalur birokrasi. Berbuat sesuatu untuk daerah tercinta, tidak harus menunggu menjadi Bupati.

Sampai pada tahap itu, semua elemen masyarakat yang ada di Kebumen, memakluminya. Terlebih bahwa pasca Pilkada 2005, tidak sedikit pun berkurang atensi dan kiprah sosial yang ia tebar di bumi Kebumen tercinta. “Saya masih rutin pulang ke Wonokromo, Alian. Saya juga masih terus menjalin silaturahmi dengan kerabat, sahabat, dan handai-taulan di sana,” ujarnya.

Tahun berganti tahun, tak terasa lembar kalender menunjuk angka 2009. Lagi-lagi, sejumlah elemen masyarakat mendatanginya, dan meminta ia berkiprah lebih besar, bagi kemaslahatan, kemajuan, kemakmuran dan keadilan masyarakat Kabupaten Kebumen. Singkatnya, kembali (untuk kedua kalinya), mereka meminta Buyar Winarso pulang kampung dan mencalonkan diri menjadi Bupati Kebumen dalam Pilkada 2010.

Situasi sedikit berbeda. Tidak seperti lima tahun sebelumnya, maka kali ini ada desir lain yang mengalir di hati Buyar Winarso. Ada greget yang begitu nyata untuk menerima panggilan tumpah darah. Ada semangat yang menyala-nyala untuk memberi segenap kemampuannya bagi kebaikan seluruh rakyat di Kabupaten Kebumen.

“Kemantapan hati untuk maju dalam bursa calon bupati Kebumen kali ini, saya peroleh setelah Lebaran 2009. Bismillah, saya siap. Insya Allah, saya bisa! Terus terang, melihat statistik ekonomi Kabupaten Kebumen, serta melihat langsung kondisi perkembangan Kebumen, cukup menggerakkan hati nurani saya untuk berbuat,” tandasnya.

Tak lupa, ia wanti-wanti tentang satu hal, yakni niat. “Segala sesuatu ditentukan dan dilihat dari nawaitu-nya. Dari niatnya. Niat yang tumbuh dari dasar hati saya tidak ada lain, kecuali bekerja, bekerja, dan bekerja untuk kemakmuran rakyat Kebumen lahir dan batin. Insya Allah. Atas dasar niat itu pula, saya siap mengikuti Pilkada 2010,” tandasnya.

Dia melihat ada banyak sektor kehidupan di Kebumen yang belum maksimal. “Saya sebenarnya sudah mengidentifikasi sejumlah masalah, dan menemukan solusinya. Pekerjaan manajemen adalah bidang yang saya geluti sejak merangkak dan berjuang menaklukkan kejamnya Ibu Kota, hingga hari ini. Kunci segala kunci sukses adalah manajemen, atau tata kelola. Karena itu pula kita mengenal adanya manajemen krisis, manajemen pemerintahan, manajemen bisnis, bahkan manajemen qolbu,” urainya.

Membuat peta masalah dan mencarikan solusi yang tepat adalah keahlian Buyar Winarso. Setidaknya, itu yang sudah ia torehkan dalam catatan karier bisnis selama ini. “Jika rakyat Kebumen memberi saya kesempatan, dan lebih dari itu, adalah Allah SWT meridhoi, saya akan memberikan yang terbaik bagi Kebumen,” ujar Buyar Winarso, dulu, sebelum gelar Pilkada 2010.

Di benaknya sudah ada banyak agenda dan program yang ingin dilaksanakan, dalam kapasitas sebagai Bupati. “Saya dan tim manajemen lintas ilmu, bahkan sudah merumuskan ke dalam buku visi-misi dan program kerja. Tidak untuk obral janji dan pamer diri. Panduan itu adalah satu bukti, bahwa saya bukan pengobral janji, melainkan cermin putra daerah yang rindu mengabdi,” katanya.

Gaya kepemimpinan Buyar Winarso dikenal trengginas. Ia tipikal cermat melihat problem dan potensi masalah, kemudian cekatan membuat langkah antisipasi. “Semua solusi atas persoalan pada dasarnya bersaing dengan waktu. Filosofinya bukan lagi biar lambat asal selamat, tetapi bagaimana cepat tapi selamat. Ingat, daerah-daerah lain sudah maju dan modern. Kita tidak mungkin mengejar ketertinggalan dengan langkah dan program kerja yang biasa-biasa saja. Harus ada terobosan serta langkah yang cepat-tepat-cermat. Hanya dengan cara itu, Kebumen bisa segera sejajar dengan daerah maju lain di Jawa Tengah dan daerah tingkat dua lain yang sudah lama maju seperti Magelang, Kudus, dan lain-lain,” papar Winarso ketika itu.

Berbicara ringkas mengenai prioritasnya memajukan Kebumen, Buyar Winarso menunjuk ekonomi mikro sebagai leading sector. “Intinya kan ekonomi. Kalau ekonomi daerah tumbuh pesat, maka sektor-sektor lain akan ikut terkerek naik,” ujarnya.

Namun diakui, untuk melaksanakan program, tidak semudah membalik telapak kaki. Semua butuh proses. Akan tetapi, dengan dukungan semua pihak, ia yakin Kebumen maju, seperti yang ia angankan, seperti yang diharapkan penduduk Kabupaten Kebumen.

Keyakinannya bulat, bahwa bilamana semua sektor di-manage dengan baik dan benar, dibarengi pengawasan, maka memajukan sebuah daerah, sesungguhnya bukan pekerjaan sulit. “Pada dasarnya, Kebumen tidak kalah dengan daerah lain. Baik potensi daerah, sumber daya alam, dan lain-sebagainya. Persoalannya adalah soal manajemen dan komitmen birokrat,” katanya.

Menjadi kepala pemerintahan dan kepala daerah, intinya tidak hanya pandai memerintah, tetapi juga pandai mengelola administrasi. Termasuk administrasi keuangan daerah. “Aturan-aturannya kan sudah jelas. Undang-undang juga sudah jelas. Yang diperlukan adalah pemimpin yang pandai membaca peraturan, mengoptimalkan peraturan, dan tidak membuat peraturan sebagai pagar, melainkan sebagai rambu,” tegasnya.

Hal lain yang membuat ia optimistis mampu memajukan Kebumen adalah potensi home industry yang masih belum disentuh secara maksimal.

Salah satu contoh adalah industri garmen. “Industri garmen di kota Kebumen, kelemahannya susah membeli benang, kekurangan modal, serta tidak punya link pemasaran. Padahal, solusinya sudah ada di depan mata! Dan sayangnya tidak ada yang mengambil jalan itu. Ini baru satu sektor garmen, dalam hal ini batik. Belum lagi kalau berbicara potensi lain,” ujarnya, seraya menyebut berbagai sektor serta kendala dan solusi-solusi yang ia tawarkan.

Buyar Winarso saat menjabat Bupati Kebumen. (foto: ist)

Buyar Winarso juga berbicara panjang lebar mengenai sektor pendidikan, sektor pertanian, termasuk di dalamnya peternakan dan perikanan, serta sektor pariwisata. “Saya prihatin, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kebumen ketika itu terbesar disumbang oleh sektor pertambangan. Sementara sektor itu sangat rawan karena termasuk sumber daya tak terbarukan. Pada saatnya tambang akan habis. Tanpa manajemen yang baik, akan mengakibatkan kerusakan lingkungan yang bisa berdampak buruk bagi anak-cucu di kemudian hari,” sergahnya.

Ia kembali menyebut sektor pendidikan, bidang yang juga digelutinya di Jakarta. Ia mendambakan Kebumen bisa seperti dulu, menjadi tujuan putra-putri daerah tetangga menimba ilmu. “Di bidang pendidikan, Kebumen dianggap masyarakat daerah tetangga sangat maju. Karenanya, mereka menyekolahkan anaknya ke Kebumen. Di antaranya, datang dari Sidareja, Majenang, Banjar, Cilacap, Ciamis, serta kabupaten-kabupaten tetangga lainnya. Situasi itu mudar, dan Kebumen tidak lagi menjadi tujuan menyekolahkan anak,” ujarnya prihatin.

Buyar Winarso bertekad memulihkan keterpurukan Kebumen di bidang pendidikan. “Nalarnya sederhana, semakin maju dunia pendidikan suatu daerah, otomatis daerah itu juga ikut maju,” tegasnya.

Berbekal optimisme tinggi, serta tekad yang membaja untuk mengangkat harkat dan derajat Kabupaten Kebumen ke kancah nasional, Buyar Winarso siap mendedikasikan segala kapasitas yang dimilikinya untuk diabdikan bagi tumpah darah tercinta. Jauh sebelum memutuskan maju dalam kontestasi Pilkada Kabupaten Kebumen 2010, ia sudah mempelajari “Kebumen Dalam Angka”.

Ibarat sang walet emas, ia bertekad pulang sarang, menorehkan prestasi di tanah kelahiran. Semua itu ia dedikasikan untuk satu tujuan, kemaslahatan bagi seluruh rakyat Kebumen.

Kini, masa pengabdian sudah berakhir. Dalam Pilkada Kabupaten Kebumen 2010 – 2015, diikuti empat pasang calon bupati-wakil bupati. Melalui Pilkada dua putaran, akhirnya Buyar Winarso – Djuwarni mendapat amanah rakyat Kebumen.

Buku ini kembali diterbitkan pasca masa bakti lima tahun sebagai bupati. Angka dan fakta sudah berbicara. Buyar Winarso, yang memang tipe pekerja keras, telah menorehkan banyak catatan positif. Selama lima tahun bekerja, ibarat bekerja dalam keheningan. Bekerja tanpa gembar-gembor. Bekerja dan bekerja. Apa pun rintangan, ia terjang.

Laksana pepatah sepi ing pamrih, rame ing gawe… Buyar Winarso pun bekerja tanpa perlu ingar-bingar publikasi. Berprestasi tanpa merasa perlu masuk televisi.

Sesungguhnya, lima tahun menjadi bupati, ia jalani laksana seorang ksatria yang sedang laku tapa ngrame. Itulah yang disebut krida sunyi. Krida Sunyi Buyar Winarso. (Roso Daras/Bersambung)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *