Connect with us

Feature

Kreativitas Kaum Disabilitas di Tiara Handycraft

Published

on

Pekerja penyandang disabilitas di Tiara Handycraft. (poedi)

Jayakarta News – Begitu masuk di tempat usaha Tiara Handicraft di Sidosermo Indah II/5 Surabaya ada suasana aneh di sana. Puluhan penyandang disabilitas kelihatan sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Ada yang menjahit, mengemal, menyulam, dan lain-lain.

Dalam hati kok bisa ya ada kaum disabilitas mampu mengerjakan pekerjaan yang biasa dilakukan orang normal. Ya di tempat usaha ini memang lebih banyak pekerja dari kaum disabilitas dibandingkan orang normal.

Pertanyaan dalam hati ini, terjawab manakala pemilik usaha, Ny. Titik Winarti menemui Jayakarta News di ruang tamu yang juga dijadikan show room produk-produk Tiara Handicraft.

“Mereka membantu usaha saya. Memang ada keterbatasan fisik, tapi jangan salah, hasil kerja mereka tidak kalah dengan orang-orang normal. Berkualitas dan inovatif,” katanya membuka wawancara pagi itu.

Diakuinya memperkerjakan para penyandang disabilitas memiliki tantangan berbeda dengan orang normal lainnya. Menurutnya justru kendalanya bukan karena fisiknya tapi lebih ke mentalitasnya.

Dimana keterbatasan mereka senantiasa menimbulkan belas kasihan di keluarganya ataupun lingkungannya. Berdasar belas kasihan ini mereka lebih sering dapat pertolongan dari orang-orang sekitarnya. Namun pertolongan ini menjadikan mereka bergantung dan bahkan cenderung malas maka nyamanlah mereka (difabel) di zona ini. 

“Menikmati kekurangannya sebagai aset belas kasihan bukan sebagai pemicu perjuangan. Jadi kesulitan saya yang terbesar adalah mengalahkan kemalasannya mereka,” jelasnya.

Ny. Titik Winarti berbicang dengan karyawan penyandang disabilitas. (poedji)

Dikemukakan, karyawan disabilitas itu sekarang jumlahnya ada 15 orang. Mereka membantu Titik menggerakkan usahanya di bidang kerajinan tangan, khususnya produk olahan tekstil. “Mereka memang mengalami keterbatasan fisik. Tapi jangan salah, hasil karya mereka berkualitas, rapi dan penuh kreasi,” ujar Titik.

Sejak awal menjalankan usahanya, Titik yang pernah meraih penghargaan upakarti tahun 2014 ini memang sengaja merangkul tuna daksa untuk UKM-nya. Meskipun demikian ia memegang prinsip bahwa kualitas produk adalah utama.

“Jangan membeli karena kasihan, tapi karena kualitasnya. Insya Allah pasar langgeng dan teman-teman tuna daksa lebih senang karena mereka tidak dipandang sebelah mata,” ujarnya sambil menjelaskan tidak pernah terbersit keinginan untuk mengkhususkan merekrut tenaga kerja dari kalangan difabel di awal usahanya.

Ditambahkan pula, bisnis Tiara Handycraft ini berawal dari hobi yang diawali tahun 1995. Tahun 1995, ia pinjam modal Rp 500 ribu dari Koperasi Setia Bhakti Wanita. Lalu, saya belikan alat jahit. Saya mulai rekrut beberapa karyawan. Ternyata tahun 1998, banyak karyawan saya yang keluar. Bisnis saya sempat turun.

Mungkin bukan suatu kebetulan, ada satu-dua penyandang disabilitas yang datang ke rumah saya, minta pekerjaan, karena mereka sulit diterima kerja di tempat lain. Sungguh, saya salut dengan semangat mereka. Akhirnya, diputuskan untuk merekrut karyawan tuna daksa. Dari satu-dua, lalu berkembang menjadi puluhan

Berdasarkan pengalamannya tersebut, akhirnya dia berpikir bagaimana cara membantu para tuna daksa menghasilkan nafkah. Cara yang saat itu terpikir adalah memberikan mereka keterampilan dan ilmu yang dimilikinya. Titik mengajarkan menjahit, menyulam dan lain-lain sesuai kemampuan mereka. Dari proses belajar bekerja tersebut, bisa menggali sekaligus mengasah kemampuan mereka. 

Diceritakannya, ada salah satu penyandang disabilitas yang tidak memiliki jari, tapi saat diajari cara membordir dan menyulam hasilnya luar biasa. “Tahap awal saya tanya dan melihat kemampuan mereka dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Ada yang cacat tangannya, tapi bisa makan, bahakan pegang jarum. Dari situ baru dikembangkan skill dan pengetahuannya,” ceritanya dengan kagum.

Seiring berkembangnya waktu, hingga saat ini sudah ada 800 orang alumni Tiara Handycraft. Rata-rata 60% bergabung dengan usaha sejenis lain, 35% membuka usaha sendiri dan sisanya kembali ke keluarga. Bagi Titik, bukan seberapa besar omzet yang didapatkan, tapi seberapa banyak manfaat yang bisa diberikan untuk sesama.

“Kaum disabilitas ini memang kerap dipandang sebelah mata. Dianggap tidak bisa bekerja, dan selalu merepotkan. Yang utama, saya minta mereka untuk menunjukkan keseriusan, komitmen dan all out dalam bekerja. Kami mengajari mereka sejumlah pelatihan seperti menggambar pola, menjahit, bahkan administrasi dan marketing. Dari pengalaman kami selama ini, rata-rata setelah dua tahun, anak disabilitas itu siap bekerja secara mandiri,” katanya.

Koleksi Tiara Handycraft yang sebagian besar merupakan karya kaum difabel. (poedji)

Terkait hambatan, diakuinya secara umum pernah mengalami seperti yang dialami pengusaha kebanyakan. “Namun yang detail dalam usaha saya lebih sering karena sebagai usaha yang memiliki tanggung jawab secara sosial dimana tenaga kerja dan tenaga yang masih latihan adalah mereka yang Tuna Daksa maka bisa dikatakan nilai subsidi kami terhadap mereka seringkali tidak masuk akal,” katanya.

Dikatakannya, tidak ada dukungan dari pihak luar. Jika bekerja dengan profesional tenaga kerja hanya butuh 1 orang sedangkan bersama mereka harus dilakukan oleh 2-3 orang bahkan bisa lebih. Padahal di sisi lain harga jual produksi tetap harus masuk akal di market secara umum.

Saat ini, Titik sedang dihadapkan pada tantangan baru yaitu makin banyaknya penyandang disabilitas mental yang juga singgah di Tiara Handycraft. “Saya tidak menolak mereka, tapi harus segera dicarikan solusi terkait pemberdayaannya,” katanya.

Oleh karena itu, kini Titik sedang berupaya membuat toko berbagai kebutuhan jahit dan produk olahan tekstil. Pengembangan usaha tersebut diharapkan bisa mewadahi kaum slow learner, down syndrome dan lain-lain yang kini menjadi keluarga Tiara Handycraft.

”Untuk usaha kami yang kerajinan kan pasti kulakan benang, jarum, kain dan sebagainya dalam jumlah banyak. Nah sekalian saja kami mau buka tokonya. Sebab untuk disabilitas mental, memang sektor jasa yang mampu mereka lakukan yaitu pelayanan seperti penjaga toko. Kalau untuk produksi mereka belum mampu,” ujarnya. Tokonya pun bisa menjadi ruang pamer produk-produk teman-teman tuna daksa, karena selain kerajinan tangan juga ada clothingline, sablon kaos yang saat ini juga dikembangkan Tiara Handycraft.

Dia berharap, sekolah kejuruan baik tingkat SMK ataupun perguruan tinggi yang memiliki jurusan tata busana bisa bekerjasama dengan pihaknya. Minimal di bidang pengadaan bahan-bahan terkait praktik materi sekolah/kuliah. “Harapannya seperti itu, jadi secara ekonomi membantu dan secara sosial juga bisa mengangkat para penyandang disabilitas,” katanya.

Terkait adaptasi yang Titik ajarkan kepada para penyandang disabilitas adalah ketika mereka memutuskan keluar dari zona nyamannya, dia akan memberi apresiasi atas keberaniannya tersebut. “Kita buka link-nya bersama Tiara tanpa syarat ataupun aturan yang memberatkan,  tidak di pungut biaya apapun walau mereka belum berkemampuan apapun,” tuturnya. (poedji)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *