Kabar
Konsumen Pintar Bertanya: Mana yang Hoax?
JAYAKARTA NEWS – Asosiasi makanan dan minuman, secara bersama-sama membuat siaran pers, yang isinya mengatakan ada sebuah organisasi yang belum jelas rekam jejaknya, menyebarkan hoax tentang kandungan BPA dalam galon guna ulang.
Mungkin sebelum lanjut ke inti persoalan, perlu juga dijelaskan pengertian hoax itu. Hoax tak lain dan tak bukan berita bohong, berita yang tak jelas kebenarannya.
Lantas, asosiasi makanan dan minuman menyatakan ke konsumen, bahwa bahaya kemasan plastik yang mengandung BPA dengan kode plastik No 7 adalah hoax? Apakah pernyataan ini mempunyai dasar pemahaman yang komperensif mengenai zat BPA yang terkandung dalam kemasan plastik dengan kode No.7?
Pertanyaannya justru, apakah pernyataan asosiasi itu benar? Di atas sudah dijelaskan, bahwa hoax adalah berita bohong. Seharusnya kita lebih bijak untuk memahami, mengevaluasi dan memperbarui peraturan yang perlu disempurnakan. Sumbernya kita dapat mempelajari perkembangan dari regulasi yang telah diterapkan di negara maju yang mempunyai peraturan yang ketat, dan tujuannya untuk melindungi hak konsumen Indonesia untuk mendapatkan produk yang berkualitas dan tidak berisiko bagi kesehatan di kemudian hari.
Adapun, JPKL (Jurnalis Peduli Kesehatan dan Lingkungan) yang selama ini memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya BPA yang terdapat pada galon guna ulang adalah benar. Galon guna ulang memang terbuat dari bahan polikarbonat yang mengandung BPA alias Bisphenol A dengan Kode Plastik No.7
Nah, berdasarkan beberapa penelitian nasional dan international, disimpulkan bahwa BPA memang berbahaya terutama bagi bayi, balita, dan janin. Mungkin bagi orang dewasa, pengaruh zat BPA, tidak terlalu besar pada kadar tertentu. Tapi bagi bayi, balita dan janin tidak ada toleransi. Harus bebas kandungan BPA.
Perjuangan JPKL mendapat dukungan dari sebagian besar media mainstream. Para pengelola media tersebut sadar bahwa keselamatan bayi, balita dan janin, artinya menyelamatkan generasi masa depan bangsa.
JPKL telah membuat petisi yang berisi dukungan dan menguatkan BPOM untuk dapat membuat kebijakan label peringatan konsumen untuk melindungi bayi, balita dan janin. Dan petisi itu mendapat respons positif. Terbukti saat ini telah mendapat dukungan 60 ribu lebih warganet. Konsumen jelas sangat antusias untuk mendukung BPOM.
Konsumen telah membaca isi petisi, dan akses informasi mengenai BPA juga terbuka luas, mudah didapat melalui berbagai media. Sangat mudah penjelasannya yang didapat dari jurnal dan kebijakan dalam negeri serta international mengenai BPA. Melalui informasi internet pertanyaan dari konsumen terjawab, seperti pertanyaan, “Apakah Polikarbonat resin mengandung BPA?” Jawabannya iya, “Kalau begitu, apakah kemasan galon Polikarbonat mengandung BPA?” Pasti jawabannya iya.
Pertanyaan mudah konsumen lain adalah, “Apakah bayi dan ibu hamil perlu dilindungi?, apakah kebijakan pemerintah mengenai botol bayi sekarang harus bebas BPA?” Pasti jawabannya iya. “Lalu kenapa masih mengambil air nya dari galon kemasan polikarbonat yang mengandung BPA?” Seharusnya terkait hal ini, BPOM harus memberi label peringatan konsumen. Dan di dalam faktanya, konsumen bertanya dimana hoax-nya?
Dengan menyebut apa yang dimuat di media-media besar sebagai HOAX, artinya telah melecehkan banyak pihak. Menganggap, media-media tersebut tidak bisa membedakan mana berita bohong dan yang bukan kebohongan. Apalagi sumber pemberitaan yang disampaikan JPKL mempunyai landasan penelitian.
Kita bisa mempelajari bagaimana negara maju EU (European Union) sejak tahun 2017 melarang penggunaan BPA pada produk plastik yang digunakan untuk bayi usia 0-3 tahun. Terkait hal ini dapat kita akses linknya di
https://www.dairyreporter.com/Article/2017/10/10/European-Commission-tightens-bisphenol-A-regulation
Jepang (Japan) mengkategorikan toksisitas dari BPA pada tahun 2017
https://www.nite.go.jp/chem/english/ghs/h28_list_e.html
https://www.nite.go.jp/chem/english/ghs/16-mhlw-0123e.html
Belum lagi SGS pada tahun 2018 mengeluarkan kompilasi regulasi dunia pelarangan BPA yang kontak dengan kemasan pangan. Yang dapat kita buka linknya di
https://www.sgs.com/en/news/2018/10/bpa-bans-and-restrictions-in-food-contact-materials
Bahkan pemerintah Perancis lebih keras dan ketat sekali dalam regulasinya, bahwa BPA dilarang dalam impor dan penempatannya di pasar negara Perancis untuk setiap kemasan, wadah atau perkakas, yang dimaksudkan untuk bersentuhan langsung dengan makanan minuman, artinya konsumen segala usia di negara Perancis dilindungi oleh pemerintah dari bahaya BPA. peraturan ketat ini dapat kita akses melalui
https://www.legifrance.gouv.fr/download/pdf?id=2pELtVn5sMN5YjBKoNt_Z3I-q-F8NPExJsuVueVD5Xc=
“Penggunaan plastik kemasan mengandung BPA dengan kode plastik No.7, dalam kegiatan produksi makanan dan minuman itu wajar saja dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di Kemenperin, SNI, dan BPOM, silakan produsen yang masih mempergunakan kemasan plastik tersebut terus berjalan, tidak ada yang melarang, silakan untuk membangun perekonomian Indonesia. Hanya saja, berikan label peringatan konsumen, sehingga tidak dikonsumsi untuk bayi, balita dan janin. Sama halnya dengan beberapa produk tertentu yang dilabeli peringatan seperti yang diatur di dalam Pedoman Label Pangan Olahan 2020 yang dikeluarkan oleh BPOM, sebagai pedoman yang memperjelas PERBPOM No. 31 thn 2018 tentang Label Pangan Olahan. Dalam Buku Pedoman ini dapat di temukan di BAB IV Halaman 75 – 77 Bab 4.5,” tutur Ketua JPKL, Roso Daras.
“Penyampaian ke konsumen mengenai berita bahwa BPA berbahaya bagi bayi, balita dan janin adalah hoax, ini suatu pernyataan yang memalukan dan tidak terpuji. Ini suatu langkah kemunduran bagi dunia kesehatan di Indonesia, yang menyangkut perlindungan konsumen usia rentan. Seharusnya setiap periode, zat zat berbahaya seperti zat BPA, dievaluasi dan diperbarui bersama-sama mengikuti dinamika perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan dan regulasi International yang telah berjalan. Apakah yang mengeluarkan pernyataan BPA Hoax ke konsumen sadar, telah menutup mata dan telinga dengan mengorbankan hak konsumen usia rentan dengan alasan melindungi bisnis di masa pandemi, dengan berlindung pada peraturan yang masih perlu dievaluasi dan diperbarui? Dan terus mengkampanyekan bahwa bahaya BPA adalah hoax,” tegas Roso.
Akan tetapi JPKL tetap akan mendukung dan percaya. BPOM sebagai regulator akan mendengarkan aspirasi konsumen Indonesia demi kesehatan Bayi, Balita dan janin ibu hamil. (*/mon)