Connect with us

Sport

Jual Beli Lisensi di Liga 2 PSSI

Published

on

MASALAH yang luput dari perhatian PSSI di Liga 2 adalah terjadinya transaksi jual beli klub. Setidaknya, di Liga 2 ada lima klub yang melakukan transaksi jual beli. Yakni, PS Bintang Jaya Asahan yang pindah dan berganti nama menjadi 757 Kepri Jaya FC. Lalu, Villa 2000 yang berganti menjadi Celebest FC. Persebo Bondowoso menjadi Sumsel Musi Banyuasin FC, Persires Rengat menjadi Lampung Sakti FC, dan Laga FC yang berpindah kepemilikan menjadi Sragen United.

“Yang harus diingat PSSI adalah bahwa jual beli klub hanya dibolehkan melalui proses jual beli saham. Bukan jual beli lisensi. Pasalnya, bila yang terjadi adalah jual beli lisensi maka PSSI sejatinya sudah melanggar statuta dan regulasi FIFA terkait lisensi klub profesional,” ujar Akmal Marhali, Koordinator Save Our Soccer #SOS.

Dalam regulasi FIFA artikel 4.4 halaman 20 yang dijadikan acuan Konfederasi (AFC) dan federasi (PSSI) dalam menentapkan lisensi klub profesional dengan gambang dan tegas dijelaskan. Artikel 4.4.1.7 menyatakan “A licence may not be transferred” yang bila diterjemahkan berarti lisensi klub tak bisa dipindahtangankan (dijualbelikan). Artinya, bila PSSI selaku federasi membolehkan jual beli lisensi, maka mereka serta merta telah melanggar statuta dan regulasi yang telah ditetapkan FIFA dan AFC. Dengan kata lain, FIFA-AFC pantas memberikan sanksi kepada PSSI.

“Seharusnya Komite Lisensi PSSI atau bahkan Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) ikut turun tangan untuk setidaknya menjadi saksi terhadap transaksi jual beli klub yang dilakukan. Apakah jual beli yang dilakukan itu jual beli saham layaknya sebuat Perseroan Terbatas (PT), atau jual beli lisensi. Bila terjadi pelanggaran harus diberikan sanksi, bukan didiamkan seperti yang terjadi,” kata Akmal.

#SOS menemukan data bahwa jual beli klub yang dilakukan mayoritas adalah jual beli lisensi, bukan jual beli saham. Bahkan, ada yang hanya jual beli asset berupa logo klub. Parahnya lagi, jual beli lisensi yang dilakukan melibatkan pejabat teras PSSI sebagai “calonya”. “Tidak dibenarkan pejabat teras PSSI menjadi makelar jual beli lisensi klub. Harusnya Komite Etik PSSI memperhatikan ini dan memberikan sanksi kepada pejabat PSSI yang terlibat,” kata Akmal. “Dikhawatirkan terjadi conflict of interest dalam proses jual beli lisensi dan juga saat klub tampil di kompetisi. Ini jelas melanggar etika,” Akmal menegaskan.

Selain jual beli lisensi, cross ownership (kepemilikan dua atau lebih klub) dalam satu kompetisi itu juga dilarang FIFA. Masalah ini juga luput dari perhatian PSSI. “PSSI saat ini menjadi simbol reformasi tata kelola sepak bola professional. Sejatinya, kesalahan masa lalu tak dibiarkan terjadi lagi. PSSI harus bekerja profesional dan bermartabat sesuai motonya,” Akmal mengungkapkan. “Mari sama-sama kita tegakkan aturan untuk sepak bola Indonesia yang lebih baik.” ***

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *