Connect with us

Kabar

Festival Mangrove di Tlocor dan Pulau Lusi

Published

on

SIDOARJO, JAYAKARTA NEWS– Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa terus memasifkan upaya penguatan eksosistem mangrove di sejumlah wilayah.

Kali ini, upaya itu kembali dilakukan melalui Festival Mangrove Jawa Timur Ke-III di Wisata Bahari Tlocor dan Pulau Lusi, Desa Kedungpandan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, Minggu (29/1).

Untuk diketahui, Pulau Lusi (Lumpur Sidoarjo) merupakan daratan yang terbentuk akibat endapan lumpur pada muara sungai Porong yang telah ditumbuhi beraneka jenis mangrove dan tanaman hutan lainnya dengan kerapatan rendah hingga tinggi.

Didampingi Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Marvest Nani Hendiarti dan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali, Gubernur Khofifah memimpin langsung penanaman 1.000 bibit mangrove dan bibit pohon produktif. Serta pelepasliaran burung air dan biota air berupa ikan dan udang sejumlah 23 ribu ekor di perairan Pulau Lusi Sidoarjo.

Gubernur Khofifah mengatakan, Festival Mangrove merupakan salah satu upaya untuk membangun sinergi hulu hilir yang lebih luas dalam menjaga ekosistem mangrove. Hal ini karena ekosistem mangrove telah memberikan kemanfaatan baik dari sisi ekologi, ekonomi dan sosial bagi masyarakat pesisir.

“Pada dasarnya kalau hanya nandur mangrove kita hampir dua minggu sekali melakukan itu. Rata-rata pantai di Jawa Timur sudah pernah kita datangi untuk nandur mangrove. Tapi di Festival Mangrove ini ada upaya hulu hilir secara integratif yang kita lakukan untuk menjaga eksosistemnya,” katanya.

Khofifah mengatakan, dalam Festival Mangrove, tidak hanya penanaman, tapi juga pelepasliaran burung dan biota laut sesuai habitat pantai setempat. Serta penanaman pohon produktif seperti cemara udang dan juga pameran produk hilirisasi dari mangrove seperti batik ataupun makanan berbahan dasar mangrove.

“Jadi sebenarnya festival ini kita berbicara soal ekosistemnya, bukan hanya mangrove-nya saja. Ekosistem itu ada ikan, kepiting, udang, cemara udang sampai dengan end product-nya. Jadi hilirisasi yakni apa yang bisa diberikan penguatan aspek sosial ekonomi. Maka hal ini terintegrasi dari sangat banyak sektor itulah kita sebut festival mangrove,” ungkapnya.

Menurutnya, banyak jenis hilirisasi mangrove yang sudah tumbuh dan berkembang menjadi produk-produk UMKM, bahkan ada yang sudah go international. Seperti produk UMKM berupa kerajinan dari mangrove yang menjadi salah satu cenderamata saat gelaran KTT G20 di Bali beberapa waktu lalu.

Tidak hanya itu, adapula batik yang menggunakan pewarna alam dari mangrove, kue-kue yang berbahan dasar tepung mangrove, serta produk makanan hasil mangrove lainnya seperti sirup.

“Jadi ini sebetulnya punya dampak ekonomi yang bagus sekali selain juga dampak ekologi untuk lingkungan. Karena kita berharap bahwa mangrove ini akan menjadi penahan abrasi. Selain mangrove kita juga tadi menanam cemara udang. Dalam banyak referensi cemara udang itu bisa memiliki ketahanan hidup sampai 500 tahun. Jadi kalau menahan abrasi yang kuat selain mangrove adalah cemara udang,” urainya.

“Apalagi ditinjau dari sisi fisik, biologi, ekonomi maupun sosial. Manfaat hutan mangrove antara lain menahan abrasi pantai, habitat biota laut, menahan angin, menahan infiltrasi air laut, ecotourism serta menyerap dan menyimpan karbon 4 sampai dengan 5 kali lebih besar dibandingkan dengan hutan tropis di daratan,” imbuhnya.

Lebih lanjut menurutnya, upaya menjaga ekosistem mangrove ini juga menjadi bagian dari menjaga daya dukung alam dan lingkungan. Hal ini penting mengingat saat ini banyak negara di dunia mengalami perubahan iklim global. Serta beberapa waktu belakangan terjadi cuaca ekstrem atau bencana hidrometeorologi di sejumlah daerah.

“Oleh karena itu Mari kita membangun daya dukung dan keseimbangan alam dengan nandur, nandur dan nandur. Kalau kita menanam dan tanaman itu bisa tumbuh subur, maka kita juga nandur kehidupan melalui sedekah oksigen. Bayangkan kalau makin banyak yang kita tanam dan mereka memanfaatkan dari apa yang sudah kita tanam, Insyaallah ini akan jadi amal jariyah kita semua,” katanya.

Sebagai informasi, Jawa Timur memiliki kawasan mangrove terluas se-Pulau Jawa sebesar 27.221 Ha atau 48% dari kawasan mangrove di Pulau Jawa. Tercatat dari Tahun 2020-2022 telah dilaksanakan penanaman mangrove di pesisir Jawa Timur melalui dana APBD, APBN, dan penanaman mangrove Gubernur bersama para pihak seluas 1.516,57 Ha atau sejumlah 5.662.418 batang bibit mangrove.

Sebelumnya, telah diselenggarakan Festival Mangrove ke-I Bulan Agustus 2022 di Kabupaten Pasuruan dan Festival Mangrove ke-II Bulan Desember 2022 di Kabupaten Sampang.

Pengelolaan Ekosistem Mangrove Daerah

Dalam kesempatan ini, Gubernur Khofidah turut menyerahkan Surat Keputusan Gubernur Jatim tentang Kelompok Kerja Pengelolaan Ekosistem Mangrove Daerah Provinsi Jawa Timur yang terdiri dari unsur Kementerian LHK, OPD terkait Pemerintah Provinsi Jawa Timur, TNI-AL, BPN, Akademisi, pegiat dan pemerhati mangrove serta tokoh masyarakat.

SK Kelompok Kerja Mangrove Daerah (KKMD) Jatim ini diantaranya diserahkan kepada OPD Prov. Jatim (Ka. Dinas Perikanan Dan Kelautan Prov. Jatim), UPT Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Lantamal V Surabaya, Akademisi (Universitas Airlangga Surabaya), Masyarakat Pegiat Mangrove .

Kelompok kerja ini menjadi bagian dari kolaborasi kelembagaan lintas sektor dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Jawa Timur. Kelompok kerja ini nantinya akan merumuskan roadmap pelestarian dan pengelolaan mangrove di Jatim.

Selanjutnya, adanya Asuransi Angkutan Air bagi pengunjung Pulau Lusi yang dilincurkan Bupati Sidoarjo, diapresiasi oleh Gubernur Khofifah. Menurutnya, asuransi ini menjadi bentuk perlindungan bagi masyarakat yang berwisata ke Pulau Lusi Sidoarjo.

“Artinya berwisata di Pulau Lusi sudah dengan perlindungan artinya ada penguatan perlindungan dan mudah-mudahan ini akan memberikan manfaat bagi masyarakat di sekitar Pulau Lusi,” katanya.

Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Marvest Nani Hendiarti mengatakan bahwa Provinsi Jatim merupakan provinsi unggul karena meraih banyak penghargaan di tingkat nasional termasuk di bidang lingkungan hidup. Untuk itu pelaksanaan Festival Mangrove ini menjadi aksi nyata dan aksi konkret dalam upaya mencegah perubahan iklim global dan bisa dijadikan contoh daerah lain.

“Potensi mangrove di Jatim ini saya liat terus dikembangkan. Tadi bahkan tidak hanya menanam mangrove tapi kita juga menanam pohon keras lainnya, kemudian melepas burung dan ikan. Dan upaya ini menjadi aksi nyata untuk ikut serta menjaga alam, menjaga lingkungan, dan menyelamatkan bumi dari perubahan iklim global,” katanya.

Sebelumnya, Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali mengatakan bahwa Kab. Sidoarjo adalah kabupaten penyangga atau daerah delta. Sidoarjo punya garis pantai sepanjang 33 km dan sebanyak 29,9 persen adalah berbentuk tambak. Pertambakan ini sangat bergantung ekosistem lingkungannya. Apalagi Sidoarjo bagian timur merupakan daerah industri.

“Jadi seperti udang windu hanya di beberapa tempat bisa hidup karena ketidakseimbangan lingkungan, ketidakseimbangan antara industri yang masif dengan pelestarian lingkungn. Semoga dengan adanya pelaksanaan festival mangrove ini memberi semangat kita untuk terus menjaga lingkungan sekitar,” pungkasnya.

Dalam acara ini juga turut dilakukanpengobatan gratis bagi masyarakat sekitar, pameran produk turunan mangrove, serta Bantuan Bibit Pohon Penghijauan untuk ‘Shodaqoh Oksigen’ bagi masyarakat Sidoarjo. Juga Peluncuran Penjaminan Asuransi Angkutan Air bagi pengunjung Pulau Lusi oleh Bupati Sidoarjo. (poedji)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *