Connect with us

Feature

70 Tahun Perang Berlalu, Reuni Keluarga Korsel – Korut Jadi Pelepas Rasa Rindu

Published

on

Kim Hyun-sook memperlihatkan foto tua, dia bersama puterinya, yang tinggal di Korut. Foto oleh Reuters

Korea – Perang selalu membawa penderitaan panjang bagi warga sipil biasa. Perang dengan berbagai alasan tapi sejatinya adalah untuk kemuliaan, kekayaan, dan kejayaan para pengobarnya, yang biasanya para pemimpin. Dekimian juga Perang Korea tahun 1950 – 1953.

Perang dahsyat itu telah memisahkan Korea jadi dua (Korea Selatan dan Utara). Bukan hanya itu, banyak keluarga-keluarga terpisah akibat adanya perbatasan yang tidak bisa dilewati. Sudah hampir 70 tahun perang berlalu, tapi masih banyak warga Korea berharap bisa bertemu keluarga mereka.

Hwang Rae-ha sebenarnya masih menyimpan keinginan untuk bertemu dengan ibunya, yang rumahnya dekat peratasan Korea Utara. Namun setelah hampir 70 tahun, harapan itu sudah pupus, dia mengatakan kerinduannya dipuaskan dengan menatap foto tua hitam putih.

“Sudah terlalu lama dan sudah lama berakhir,” tuturnya. Dia berdiri dekat rumahnya yang menghadap pebatasan Korea Utara. “Saya pikir dia (ibunya) sudah lama meninggal”.

Pada saat Perang Korea berkecamuk, keluarga Hwang mengungsi ke Pulau Gyodong, yang sekarang jadi wilayah Korea Selatan. Namun ibunya kembali ke rumah di Utara dengan harapan akan ada perdamaian. Dan dia terjebak di Korea Utara serta menghadapi perbatasan yang dijaga sangat ketat sejak 1953 lalu.

Hwan, yang sekarang berusia 77 tahun, tetap tinggal di Pulau Gyodong dan dia membuat rumah, yang terlihat dari Korea Utara. Dia berharap satu hari ibunya akan datang.

Sekarang, ketegangan di Semenanjung Korea sudah mereda. Bahkan Korea Selatan dan Korea Utara berencana kembali menyelenggarakan reuni keluarga, yang terhenti tiga tahun lalu.

Sebanyak 57.000 warga sudah  ter-registrasi oleh pemerintah Korea Selatan untuk mengikuti reuni keluarga ini. Mereka berharap bisa bertemu dengan orang-orang yang dikasihi. Namun hanya 93 warga Korea Selatan dan 88 warga Korea Utara dipilih untuk melaksanakan reuni ronde kali ini, yang akan dimulai 20 Agustus mendatang di sebuah resor populer Korea Utara di Gunung Kumgang.

Bae Soon-hui (82 tahun) mengatakan, “Saya masih terus menangis jika membicarakan keluarga, saya pasti menangis kalau bertemu mereka.” Dia terpilih untuk bertemu saudarinya untuk pertama kalinya sejak perang.”Saya sangat kaget ketika tahu terpilih.”

Namun Hwang tidak terpilih untuk ikut reuni ronde ini. “Kapan kita bisa bertemu dengan keluarga kita? Apa mungkin setelah kita semua meninggal? 100 orang setiap ronde reuni tidak ada artinya. Ada 50.000 orang menunggu.” Tukasnya.

Pertanyaan Hwan memang benar. Sejak 1998, pemerintah Korea Selatan mencatat sebanyak 132.484 warganya berharap bisa bertemu keluarga mereka yang sekarang tinggal di Korea Utara. Tapi usia akhirnya pelan-pelan mengalahkan penantian, sudah 75.425 orang, yang ada dalam daftar, terpaksa dikeluarkan karena sudah meninggal dan tentu saja kehilangan kesempatan untuk bertemu keluarga mereka.

Dalam waktu sepuluh tahun kedepan, kebanyakan orang — saat ini sudah berusia 80 an atau lebih — akan meninggal, ujar Cheong Seong-chang, wakil ketua riset perencanaan dari Institut Sejong di Seoul.

“Itulah sebabnya kenapa program reuni pemerintah ini sangat mendesak, benar-benar sangat mendesak,” tambahnya.

Sejumlah warga Korsel mencoba dengan jalan lain. Seperti Park Kyung-sun (81 tahun), yang tinggal di kota Goyang dekat perbatasan dengan Korea Utara. Ketika ada peredaan ketegangan pada tahun 2000 lalu, dia mencoba, dan gagal, mencari keluarganya dengan cara menjadi turis di Korut. Dia pernah tiga kali jadi turis dan hanya sempat melihat sekilas rumah lamanya dari jendela bus turisnya.

“Saya ingin bercerita kepada ibu, bagaimana kehidupan saya. Tapi dia sudah meninggal sekarang ini. Saya juga rindu kakak-kakak saya. Sangat menyedihkan meninggalkan mereka di sana,” tuturnya.

Bagi banyak orang, reuni keluarga ini memberi gambaran penting akan nasib keluarga mereka setelah perang dahsyat yang menyebabkan lebih dari 1,2 juta orang meninggal.

“Saya mungkin akan bertanya kepada mereka bagaimana hidup mereka dan kapan ibu meninggal. Itu yang saya ingin tahu,” ujar Bae yang akan bertemu kakaknya.

Kedua Korea sepakat menyelengarakan reuni keluarga setelah pertemuan puncak bersejarah tahun 2000 lalu. Reuni keluarga ini terus diselenggarakan sampai 2015 lalu. Sepanjang program ini, ada 2.046 orang terpilih, berdasarkan latar belakang keluarga dan usia. Ada juga yang terpilih karena keluarga di Korut meminta bertemu.

“Tadinya saya pikir, pasti penipuan,” tutur Kim Hyun-sook (91 tahun), ketika mendengar puterinya dan cucunya di Korea Utara meminta bertemu pada tahun 2015 lalu.

Banyak warga Korsel bercerita mereka sangat terpukul dan trauma setelah bertemu keluarga, yang terpisah puluhan tahun, beberapa jam saja dan diawasi dengan ketat oleh tentara Korut.

“Setelah waktunya habis, saya lepaskan tangan puteri saya, dan berjalan ke bus. Saat saya duduk, saya sudah tidak bisa berbicara apa-apa,” cerita Kim.

Kim juga mengatakan dia ingin sekali melihat sekali lagi keluarganya sebelum dia meninggal. Namun Korut tetaplah sebuah negeri tertutup dan mereka yang sudah pernah menjalani reuni tidak akan dipilih kembali. Tampaknya, keinginan Kim akan tetap tinggal keinginan saja.

“Dia (putrinya) hidup dan saya tidak bisa melihatnya lagi seumur hidup saya, apa anda bisa bayangkan itu?” Kata Kim.

Sumber informasi: reuters.com ditulis oleh Josh Smith.

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *