Connect with us

Ekonomi Kreatif

Tri Retno Menjadikan Blacu Layak Mendunia

Published

on

Jayakarta News – Rumah dua lantai itu, tidak nampak istimewa dari luar. Bahkan, ketika mulai masuk ke lantai satu, kesan yang timbul, sempit. Memang luas bangunan lantai satu itu  hanya 75 meter persegi.

Di pojok ruang itu, ada tangga kayu sederhana menuju ruang produksi. Naik, ke ruang produksi, kesan yang dirasakan langsung berubah. Inilah rumah produksi Citra Blacu Handicraft di Komplek Sawangan Permai, Depok, Jawa Barat. Siang itu, Senin (5/10/2020), Jayakarta News menyambanginya.

Ruangan sekitar 60 meter persegi itu terasa terang. Juga hangat dengan kesibukan tiga orang wanita. Barang-barang tersusun rapih. Mesin jahit dan jejeran benang, berdampingan serasi. Ada etalase diisi berbagai karya jahitan dan bordiran.

Jejeran kotak plastik besar tertata rapi dengan tulisan isi masing-masing. Tidak terasa pengap karena udara dan sinar bebas masuk ditambah dengan dua kipas angin besar. Sebuah  manekin berdaster di tengah ruangan, menjadi pelengkap ruang produksi itu.  

Tri Retno Mahanani, pemilik Citra Blacu Handictaft. (foto:jayakarta news/melva)

Citra Blacu Handicraft adalah nama usaha milik Tri Retno Mahanani yang telah digelutinya sejak 2004. Bagi Retno, demikian panggilan akrab wanita berusia 62 tahun itu, Citra ibarat anak keempat. “Anak saya tiga, laki-laki semua,” Retno memulai kisahnya mengenai usaha kerajinan tangan dari bahan blacu itu.

Nama Citra sudah dipersiapkan sejak tahun 1995 ketika hamil anak ke-3. Saat itu, Retno berharap anak ke-3 perempuan. “Dua anak saya kan sudah laki-laki. Jadi saya berharap yang lahir perempuan, dan saya sudah menyiapkan namanya, Citra.”

Namun, harapan tak terkabul. Anak ke-3, laki-laki lagi. Nama Citra tetap disimpan dalam benaknya. Bukan berarti Retno berharap akan hamil lagi. Namun, nama itu disimpan untuk dijadikan nama usahanya kelak.

Retno memang ingin punya usaha dari hobinya. Sejak tahun 1995, Retno menerima jahitan. Namun, diakui, terima jahitan membuat dia kerap stres. “Kalau saya mau jalan ke acara keluarga, sulit membagi waktunya karena, suka dikejar-kejar waktu jahitan, orangnya tanya-tanya terus, sudah selesai belum jahitannya,” cerita Retno.

Pada tahun 2004,  Retno mendatangi satu pengajian. Di pengajian itu Retno bertemu seorang ibu yang memakai tas jinjing dari bahan blacu. “Saya pinjam tas itu, rencananya saya mau contoh. Ternyata di tas itu ada alamatnya. Siang itu juga saya datangi alamat di Bogor. Ternyata yang membuat anak-anak yatim,” ujarnya lagi.

Setelah itu, Retno pun mencoba membuat karya dari bahan blacu. “Istilah saya ATM,” katanya tertawa. ATM adalah awasi, tiru, dan modifikasi. “Jadi saya contek, tapi saya modifikasi,” kata Retno sumringah.

Retno yakin, pilihannya ini tidak salah. Diakuinya usahanya itu pun berkembang. “Ternyata, dari tas yang saya buat, jadi berkembang. Jadi macam-macam bentuk yang saya bikin dan banyak peminatnya.”

Siti Ayang dan Yurmaneli memperlihatkan beberapa produk Citra Blacu Handicraft. (foto: jayakarta news/melva)

Citra Blacu “lahir” dan berkembang

Maka, tahun 2004 itulah, Retno menganggap, inilah anak keempatnya yang telah lahir, Citra Blacu Handicraft. Karena itu, Retno sangat perhatian dan hati-hati menangani usahanya itu.  Ia mencoba ide-ide baru untuk menaikkan mutu bahan blacu yang juga dikenal sebagai bahan karung terigu itu. “Blacu memang murah, tetapi saya memilih yang kualitasnya terbaik,” ujarnya. “Saya memikirkan, bagaimana agar bahan blacu itu naik mutunya. Terlihat bekualitas. Makanya, saya padu dengan bordiran.”

Di tempat ini, bahan-bahan blacu, yang adalah bahan murah di tangan Retno diolah menjadi barang-barang kebutuhan rumah tangga nan cantik. Kain blacu itu diberi bordiran penuh warna, ada bunga-bunga, dedaunan, binatang, bahkan gambar mobil jeep. Hasilnya ada taplak meja yang cerah, tempat tisu yang lucu, tas-tas dan dompet yang menarik, juga sarung bantal yang terlihat segar dengan warna warni bunga. Retno melengkapi karyanya, dengan menyediakan daster dengan aneka warna lembut dan bordiran yang indah.

Usahanya berkembang juga terlihat dari karyawan yang membantunya. Ada delapan karyawan yang bekerja untuk Retno sebelum pandemi. Dan, hasil yang bisa dicapainya setiap bulan setidaknya 20 juta rupiah. “Naik turun sih hasilnya, tapi ya rata-rata bisa 20 jutaan,” kata Retno.

Namun, pada masa pandemi sekarang ini, Retno mengakui, hasil yang diperolehnya berkurang 50 persen dari biasanya. Karena itu, karyawan tidak selalu masuk semuanya.  Seperti siang itu, Retno hanya dibantu dua karyawannya. Yurmaneli yang sudah bekerja sejak tahun 1990 dan Siti Ayang yang baru satu tahun ikut dalam usaha Retno. “Saya gilir masuknya,” ujar Retno.

Kerajinan tangan  yang ada di ruang produksi ini, dijualnya dengan harga yang terjangkau.  Tempat tisu dan sarung bantal misalnya, 50 ribu rupiah. Taplak meja dijualnya 150 ribu rupiah. Daster dihargainya 130 ribu rupiah.  Beberapa produk lainnya yang kerap diproduksi seperti tutup galon, tutup saji, souvenir pernikahan, juga tatakan gelas. “Bahkan sekarang saya juga membuat masker,” ujarnya sambil tersenyum.

Bahan-bahan yang diperlukan, dibeli Retno bukan hanya dari dalam kota, seperti Tanah Abang. Tetapi dia juga membelinya dari Bandung dan Tasikmalaya.

Dompet kecil bisa untuk souvenir pernikahan. (foto: jayakarta news/melva)

Menjadi Mitra Pertamina 

Retno terus berinovasi untuk usahanya itu. Produknya semakin digemari masyarakat .  Sehingga pada tahun 2008, bahan blacunya bisa pameran ke Dubai. “Istilahnya ini kan seperti karung terigu tapi bisa pameran ke luar negeri.”

Retno semakin berkembang pada tahun 2010 hingga saat ini menjadi mitra Pertamina. Bersama Pertamina, Retno bisa membawa kain blacunya itu berpameran di Ina Craft, lalu ke Hongkong dan Yordania.

Hubungan yang bisa berlanjut hingga 2020 ini, pinjaman lunak dari Pertamina, dirasakan Retno sangat membantunya. “Sudah tiga kali saya dapat bantuan. Pertama 10 juta, kedua 25 juta dan terakhir ini 30 juta. Semua itu sangat membantu usaha saya ini,” papar Retno.

Di tangan Retno, Citra Blacu Handicraft, kerajinan tangan dari bahan blacu, yang juga sering disebut bahan karung terigu, layak tampil mendunia. (melva tobing)

Link Video: