Connect with us

Traveling

Serangga Goreng hingga Royal Dragon Restaurant

Published

on

Nasi dengan air dingin, dibumbui ebi, bawang putih, rumput laut dlnya. Foto: Resti Handini

ORANG Indonesia pada umumnya menyukai dan cocok dengan makanan Thailand. Karena banyaknya kesamaaan dalam penggunaan bumbu masak. Sebut saja seperti Tom Yam yang sudah tidak asing bagi orang Indonesia. Resto Thailand pun banyak kita jumpai di Jakarta.

Ciri khas masakan Thailand, pada umumnya ada rasa pedas dan penuh bumbu. Dengan dipadu dengan keseimbangan rasa manis, masam, asin dan pedas. Makanan Thai mendapat pengaruh dari  negara tetangganya Myanmar, Vietnam  dan tentu saja China.

Bagaimana dengan masakan Thailand di tempat asalnya?

Kulineran di Thailand sekarang memang beda dengan 15-20 tahun yang lalu. Tentu saja hal ini dirasakan bagi mereka yang pernah berkunjung ke Thailand. Kala itu  kaum muslimin harus hati hati alias waspada, jika akan berkulineran. Banyak resto yang menyajikan makanan yang tidak halal bagi muslimin.

Nasi gorreng Thailand (khao phat khai), cita rasanya tdk beda jauh dengan Nasgor Indonesia. Foto: Ist

Semisal kita pesan mie goreng atau nasi goreng ayam (Khao phat Kai), selalu saja ada campuran saren nya (darah yang dibekukan). Demikian pula mie rebus, ada bakso campurannya selain saren.

Kini kekhawatiran tersebut tidak perlu ada, tentu saja  karena kesadaran mereka akan banyaknya turis muslim yang berkunjung ke Thailand. Sehingga mereka pun menyediakan makanan halal serta sebagian menuliskan halal di resto mereka. Demikian pula di hotel berbintang.

Makan siang pertama di ibukota Thailand, kami makan di resto yang berada di Hotel Princeton, Bangkok. Di sini kami merasakan aneka makanan baru yang sebelumnya belum pernah kami rasakan. Meski begitu, semua yang kami icipi, terasa tidak aneh di lidaah. Meski baru tapi semua terasa enak dan cocok dengan lidah kami.

Beragam makanan pembuka (appetizer) ditawarkan. Seperti aneka salad dari, aneka buah, yang terkenal dr mangga muda, salad jeruk bali dengan udang dan pepaya muda. Di sudut resto kami diperkenalkan dengan makanan pembuka yang dinamai leaf wrapped bite. Yaitu semacam daun poh-pohan (daun untuk lalapan mentah berbentuk sirih) dengan macam pilihan isi, yaitu kacang sangrai, potongan cabe rawit, irisan bawang merah, ebi, sangraian kelapa, potongan imut jeruk nipis, jahe. Dan terakhirnya disiram gula merah cair. Kita makan seperti daun yang membungkus aneka isian di atas. Sungguh nikmat makanan pembuka yang satu ini.

 

Appetizer, leaf-wrapped bite dg pilihan isi kacang, bawang merah, jeruk nipis, ebi, kelapa goreng ditaburi gula merah cair dan potongan cabai rawit. Foto: Resti Handini

Masih banyak makanan Thailand yang kami cicipi. Sebut saja dry cooked rice in cold water, dimakan dengan campuran penyedap seperti ebi, bawang putih, rumput laut yang sudah dibumbui dan lain sebagainya. Tersedia pula Kuay tian kual (semacam bihun bakso kuah), juga aneka nasi goreng (Khao phat poo) dengan pilihan ayam, udang telur atau vegetarian.

Untuk desert-nya dapat mencicipi Khanom Krok atau kue kelapa, atau Khao niew manusang, paduan mangga segar dan ketan diberi santan. Atau aneka kue berbahan dasar singkong, serta kue lapis dan semacam kue talam di Indonesia.

Kalangan tertentu jika mengunjungi Thailand ada yang ingin mencicipi kuliner ‘ekstrem’, serangga goreng. Biasanya orang Thai makan kudapan ini sembari minum bir. Tidak hanya sebagai kudapan, serangga goreng di Thailand ini juga sering disajikan untuk acara pesta. Olahan serangga goreng banyak ditemukan di Phuket, dianggap memiliki kualitas pengolahan serangga terbaik. Sserangga goreng bagi kebanyakan orang, menjijikkan, menggelikan namun nilai gizinya tinggi karena kaya akan protein. Dijual pula kudapan lainnya udang goreng, ayam goreng, dan ikan.

Kiri: Aneka gorengan, ditawarkan di Bangkok. Kanan: Penjaja aneka serangga goreng dengan campuran daun jeruk di Thailand. Foto: Resti Handini

Di tempat wisata atau pun di tempat perbelanjaan makanan tidak pernah ketinggalan adalah buah potong yang dijajakan seperti halnya di Indonesia. Mangga adalah buah yang paling diminati, manisnya alami, disusul dengan jambu air, melon dan asam keranji.

Di Thaliland pun kami sempat bersantap di resto sea food terbesar di dunia, The Royal Dragon Restaurant. Resto yang pernah masuk Guinness Book tahun 1992 karena luasnya resto serta banyaknya fasilitas pengunjung, makannya dan tentu saja para pramusajinya yang jumlahnya hingga 1.200 orang. Dan mereka melayani tamu menggunakan sepatu roda.

Kiri: Di pintu masuk Royal Dragon Restaurant, Bangkok. Kanan: Anda bisa memilih ingin duduk di out door atau in door di Resto berkapasitas 5.000 tempat duduk ini. Foto: Resti Handini

Para pramusaji di Royal Dragon Restaurant (ist)

Kami pun disuguhi pertunjukan beberapa tarian tradisional dan sempat dikejutkan adanya pelayan berpakaian tradisional ‘terbang’ membawa pesanan makanan tamu di bagian ‘sayap’ timur ke barat. Karena malam hari kami tidak memperhatikan adanya kabel membentang diatas sungai yang mengalir di resto yang berkapasitas pengunjung sampai 5.000 tamu. Jumlah juru masak tidak kurang dari 322 orang dan tentu dapur yang tersedia luas dan berada di beberapa lokasi mengingat luasnya resto The Royal Dragon ini.

Thailand memang surganya kuliner. Negara dengan penduduk sekitar 60 juta jiwa, mayoritas beragama Budha. Dari jumlah tersebut, penduduk muslimnya sekitar 10%. Uniknya mereka memiliki pusat ilmu pengetahuan halal yang maju. The Halal Science Center, Chulalongkorn University. Konon lembaga ini didukung penuh Pemerintah Thailand. Tentu saja semua ini berkaitan perekonomian Thailand yang mengincar ekspor produk-produk halal Thailand. ***

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *