Feature
“Lobster Perdamaian” di Ambon Manise
JAYAKARTA NEWS – Mari bicara lobster. “Udang raksasa” ini tidak saja memiliki cita rasa yang lezat, tetapi juga memiliki kandungan yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Bahkan, lobster terbukti menurunkan kadar kolesterol, mengoptimalkan fungsi tiroid, dan banyak manfaat lain, termasuk memperbaiki mental.
Memperbaiki mental? Begini keterangan ilmiahnya. Menurut National Institute on Alcohol and Abuse Alcoholism (NIAAA), Amerika Serikat, asam lemak omega-3 yang dikandung lobster, terbukti dapat menurunkan agresi, impulsivitas, dan depresi pada orang dewasa.
Tidak heran jika harga lobster terbilang mahal. Di Eropa, jenis makanan ini tergolong menu mewah. Di Amerika Serikat misalnya, harga satu ekor lobster dengan berat 500 gram, dibanderol seharga 28 dollar atau sekitar Rp 410 ribu. Di Eropa dan belahan negara lain, bisa jadi lebih mahal, lebih murah sedikit, atau kurang lebih sama.
Tidak keliru, jika budidaya lobster menjanjikan peluang peningkatan ekonomi yang luar biasa besar. Dan itu bukan wacana, tetapi sudah dibuktikan oleh Letjen TNI Purn Dr (HC) Doni Monardo, Ketua Umum PPAD, yang juga mantan Kepala BNPB dan Ketua Satgas Covid-19.
Kisah bermula saat Doni menjabat Pangdam XVI/Pattimura (2015-2017). Di sana ia terkenal sebagai penggagas program Emas Hijau dan Emas Biru. Emas hijau adalah budidaya tanaman yang bernilai ekonomi (di samping ekologi). Sedangkan, Emas Biru adalah budidaya perikanan, khususnya laut.
Yang kita hendak bahas di sini soal Emas Biru, wabil khusus budidaya lobster bambu. Tersebutlah seorang bernama Jefry. Lengkapnya Isboset Jefry Slamta. Pria kelahiran Ternate 23 September 1973 (49 th) itu, sehari-hari adalah PNS di Kodam XVI/Pattimura.
MBD Basis Budidaya
“Saya ini ‘anak emas’ pak Doni untuk urusan Emas Biru,” ujar Jefry sambil tertawa, membuka kisahnya membudidayakan lobster di MBD (Maluku Barat Daya).
Ia berkisah, jauh sebelum Doni Monardo menjabat Pangdam Pattimura, Jefry sudah berprofesi sebagai nelayan. Akan tetapi, sejak Doni menjabat Pangdam, ia pun menekuni budidaya lobster. “Tapi pergi mencari ikan ke laut, masih juga,” ujar ayah tiga orang anak ini. Tiap minggu bahkan ia bisa mensuplai ikan laut ratusan kilogram.
Manakala Doni Monardo menggerakkan program Emas Biru, termasuk budidaya lobster, Jefry memilih basis budidaya di Luang Barat, Luang Timur di Kecamatan Mdona Hiera dan Arwala Lirang, Kecamatan Wetar. Daerah-daerah itu termasuk wilayah Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD).
Budidaya lobster dimulai dari bibit-bibit lobster sebesar ibu jari atau seukuran kelingking. Dalam waktu enam sampai tujuh bulan, sudah bisa mencapai berat 0,3 ons hingga 0,4 ons per ekor. Jika dihitung gram, maka 0,3 ons sama dengan 8,5 gram. Yang 0,4 ons sama dengan 11,3 gram.
“Ukuran itu sudah layak ekspor. Ukuran waktu enam sampai tujuh bulan, kami sebut sebagai satu siklus,” ujar Jefry pula.
Hasil panen lobster pun sudah ada yang menampung, yakni eksportir dari Jakarta. Dari Jakarta kemudian diekspor untuk pasar Hong Kong dan Korea. “Per dua minggu, kami bisa mengirim 50 sampai 70 kilogram lobster bambu ke Jakarta,” tambahnya.
Di luar hasil budidaya, Jefry juga menghimpun hasil tangkapan lobster –dan ikan—dari para nelayan. Lobster hasil budidaya, tidak pernah disatukan dengan lobster tangkapan laut lepas. Sebab, harganya pun berbeda.
Untuk lobster hasil budidaya, dilepas di kisaran harga Rp 120.000 sampai Rp 140.000. Sedangkan, harga lobster tangkapan laut lepas harganya lebih mahal, sekitar Rp 180.000 sampai Rp 200.000 per kilogram. “Tapi harga fluktuatif. Harga lobster tergantung kurs rupiah terhadap dollar. Makin tinggi nilai dollar, makin tinggi harga lobster, begitu pula sebaliknya,” tambahnya.
Mamala-Morela Damai
Alkisah, potensi laut Maluku makin tergali berkat program Emas Biru Doni Monardo, sang Pangdam. “Program pak Doni membawa dampak positif, dan beliau punya ide sangat cemerlang untuk membangun wilayah Maluku dan Maluku Utara,” tandas Jefry.
Ditambahkan, meski Doni bukan putra daerah asli, tapi paham betul potensi Maluku. Tidak hanya paham, tetapi menggali dan mengembangkan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat Maluku, khususnya masyarakat pesisir pantai.
Hal fenomenal yang dilakukan Doni Moanrdo adalah membuka cakrawala berpikir masyarakat pesisir Maluku untuk berusaha tepatnya berwirausaha mengembangkan budidaya hasil laut sehingga bisa meningkatkan perekonomian mereka.
Saat ditanya reaksi masyarakat, Jefry lekas menukas, “langsung diterima. Sama sekali tidak ada yang menolak. Apalagi pendekatan pak Doni sangat persuasif. Hal-hal berbau militer, ditinggalkan. Yang dikedepankan adalah merangkul semua elemen masyarakat, termasuk masyarakat di wilayah konflik.”
Jefry lantas mengilas balik lahirnya perdamaian di Mamala dan Morela. Dua desa yang hanya dipisahkan oleh sebujur jalan, tetapi telah menyimpan bara konflik bertahun-tahun. Setiap saat, warga kedua desa bisa bertikai bahkan tidak sedikit nyawa melayang.
Doni Monardo menerapkan dalih pelatihan, untuk memulai langkah perdamaian antarkedua desa. Di samping, pendekatan persuasif kepada ketua adat di dua daerah yang bertikai tadi. Pelatihan budidaya hasil laut dilakukan di markas Batalyon 733/Masariku, Ambon.
Di Batalyon 733 itulah, 15 warga Mamala dan 15 warga Morela dikumpulkan untuk diberi pelatihan budidaya perikanan laut. Mereka ditempatkan di barak. Hanya ada satu ember untuk dua orang dari dua kampung yang selama ini bertikai. Pola pelatihan dan selama tinggal di barak dibuat sedemikian rupa, sehingga kedua kelompok masyarakat yang tadinya saling bermusuhan, mau-tidak-mau, suka-tidak-suka, harus berkomunikasi satu-sama-lain.
Ternyata, pola itu berhasil dengan sangat baik. Penialian positif tidak saja datang dari para pejabat pemerintah daerah, tetapi juga dari para pimpinan informal seperti raja-raja yang ada di Maluku. “Dan perdamaian itu tidak hanya sesaat, tapi sampai sekarang, dan niscaya selamanya. Sungguh besar jasa pak Doni,” ujar Jefry, takzim.
Koperasi Emas Biru
Bisa dibilang, berkat pelatihan budidaya hasil laut, ekonomi masyarakat Maluku, utamanya masyarakat pesisir, meningkat pesat. Jefry patut berbangga, sebab ia dilibatkan secara aktif dari awal gagasan Emas Biru digulirkan. “Saya juga diminta pak Doni menjadi fasilitator sekaligus mentor untuk mereka,” kata Jefry bangga.
Doni bukan tanpa alasan. Sebab, sebelum Doni menjabat Pangdam Pattimura, ia memang sudah menekuni profesi nelayan, termasuk praktik budidaya keramba apung.l “Sejak tahun 2009 sayas udah rajin mengumpulkan botol-botol minuman mineral bekas untuk dijadikan bahan keramba apung,” ujarnya.
Saat ini, selain membina nelayan di MBD, ia juga terus menggalang komunikasi dengan nelayan-nelayan lain di wilayah Maluku yang lain. “Sementara hanya di Maluku, belum sampai Maluku Utara,” katanya.
Kondisi yang sudah bagus, hendak dibuat lebih bagus oleh Jefry dengan gagasannya membentuk koperasi. Namanya, Koperasi Emas Biru. “Saya secara khusus sudah minta izin kepada jenderal (Doni Monaro-pen), dan beliau sangat mendukung,” ujar Jefry senang, seraya menambahkan, “inisiatif penggunaan nama Emas Biru sebagai nama koperasi, murni inisiatif dari kami. Maksudnya agar nama beliau tetap terkenang sampai kapan pun.”
Akhir Oktober atau awal November mendatang, rencananya sudah turun pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM. Doni sempat bertanya, apa masih ada kekurangan? “Saya terus terang menyampaikan kekurangan dana untuk pembentukan dan operasional koperasi di awal-awal. Dan saya senang luar biasa, beliau langsung menyatakan akan membantu,” kata Jefry.
Saat ini, Jefry sudah menghimpun para nelayan untuk masuk menjadi anggota Koperasi Emas Biru. Yang sudah terdata, 25 nelayan di MBD. Selanjutnya, Jefry juga sudah menawarkan keanggotaan kepada para nelayan di Kepulauan Manipa, Seram Bagian Barat. Juga para nelayan yang ada di Teluk Ambon.
“Ke depan akan kami tawarkan kepada para nelayan di wilayah-wilayah lain di Maluku,” tambahnya. Melalui koperasi, Jefry dan para nelayan Emas Biru Maluku bisa lebih meningkatkan kesejahteraan. “Dengan adanya badan hukum, memungkinkan kami menerima bantuan pemerintah, baik dari Dinas Perikanan Kabupaten maupun dari Kementerian KKP,” katanya.
Jefry sendiri adalah contoh nelayan yang bisa menjadi teladan di sana. Dengan ketekunannya, serta keseriusannya mengembangkan budidaya lobster bambu, kesejahteraannya meningkat. Tiga putranya bisa bersekolah dengan lancar.
“Anak pertama saya tahun depan sudah menyelesaikan kuliahnya di Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura. Tahun depan semoga sudah bisa mengucapkan sumpah dokter,” kata Jefry bangga. “Jadi, anak saya itu bisa dibilang ‘dokter keramba’, sebab biaya kuliahnya dari hasil budidaya keramba,” kata Jefry sambil tertawa. (egy massadiah)