Ekonomi & Bisnis
Kualitas Pupuk Subsidi dari Kementan Diragukan
JAYAKARTA NEWS – Pupuk subsidi dari Kementerian Pertanian (Kementan) senilai Rp 55,5 miliar diragukan kualitasnya. Padahal masalah pengadaan pupuk sudah berlangsung sejak tahun anggaran 2021. Namun masih terus terulang. Ada apakah?
Setidaknya demikian yang terungkap dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Kementan tahun anggaran 2022 khususnya pada pengadaan pupuk subsidin. Badan auditor negara itu mememukan banyak kejanggalan mulai dari pengadaan hingga pendstribusian pupuk subsidi itu.
Pada LHP BPK tahun 2021 juga menemukan kejanggalan yang nyaris serupa. Namun, rekomendasi yang diberikan BPK belum selesai ditindaklanjuti, sehingga permasalahan ini berulang.
Menurut BPK, pengujian kualitas pupuk subsidi dari Kementan mesti dibereskan. Salah satunya petunjuk teknis masing-masing Direktorat Jenderal (Ditjen) berbeda-beda terkait ketentuan pengambilan lokasi sampel atas pengadaan pupuk dan pestisida.
Mutu Pupuk Diragukan
BPK menyebutkan, hasil pemeriksaan terhadap dokumen Hasil Uji Mutu pengadaan pupuk pada Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, misalnya. Pada berita acara pengambilan contoh (BAPC) atas pengadaan pupuk sebesar Rp8.841.141.250,00 tidak diketahui titik bagi pengambilan sampelnya.
Hasil pengujian atas BAPC yang disampaikan lembaga penguji mutu atas pengadaan pupuk tahun 2022 menunjukkan bahwa terdapat 22 kontrak senilai Rp8.841.141.250,00 yang terindikasi pengambilan sampel secara hantaran karena tidak didukung dengan BAPC yang memadai.
BPK juga menemukan, hasil pengujian atas Sertifikat Hasil Uji Mutu, BAPC dan BAST Banpem serta hasil konfirmasi terhadap lembaga penguji mutu terdapat satu kontrak sebesar Rp663.400.000,00,00 hasil uji mutu pengambilan sampel tidak sesuai BAPC.
Selain itu, BPK menyebut hasil pemeriksaan secara uji petik atas pengadaan pupuk pada Direktorat Serealia menunjukkan terdapat pengujian mutu pupuk yang tidak mewakili populasi pengadaan pada dua paket pekerjaan sebesar Rp3.778.060.000,00.
Pertama, kontrak Nomor III.SEREALIA/SPK-PKG-NPK/14/07/2022 sebesar Rp1.683.000.000,00 untuk pengadaan pupuk NPK sebanyak 153.000 kg dengan pelaksana CV AAT. Hasil pengujian atas Sertifikat Hasil Uji Mutu Nomor I-0210/08/2022 tanggal 12 September 2022 oleh Universitas Padjadjaran diketahui bahwa pengambilan sampel hanya mewakili 32.100 kg atau 20,98 persen dari total pengadaan.
Kedua, kontrak Nomor III.SERALIA/SPK-PLK-NPK/03/06/2022 sebesar Rp2.095.060.000,00 untuk pengadaan pupuk NPK sebanyak 195,8 ton dengan penyedia PT SKK. Hasil pengujian atas laporan Hasil Uji Nomor 983/LPBalitanah/2022 tanggal 25 Agustus 2022 oleh Badan Penelitian Tanah (Balitanah) diketahui bahwa pengujian sampel hanya mewakili 3,5 ton atau 1,79 persen dari total pengadaan.
Ketiga, pengambilan sampel hanya dilakukan pada gudang pabrik. Dari hasil pengujian atas Sertifikat Hasil Uji Mutu, BAPC dan BAST Banpem serta hasil konfirmasi terhadap lembaga penguji mutu ditemukan bahwa terdapat 15 kontrak senilai Rp4.458.289.500,00 dengan pengambilan sampel yang hanya dilakukan pada gudang pabrik dan tidak dilakukan pengambilan sampel pada lokasi penyaluran bantuan.
Hal serupa juga terjadi di Direktorat Jenderal Hortikultura. Pemeriksaan secara uji petik atas dokumen hasil pengujian mutu menunjukkan bahwa terdapat pada 32 kontrak pengadaan pupuk sebesar Rp14.963.182.900,00 tidak dilengkapi hasil pengujian mutu pupuk.
Di samping itu, hasil pemeriksaan secara uji petik atas dokumen Hasil Pengujian Mutu Pupuk tahun 2022 menujukkan bahwa terdapat pengujian mutu pupuk yang dilakukan atas sampel/contoh hantaran dari penyedia sebanyak 13 kontrak senilai Rp7.984.436.800,00.
Selain itu, hasil pemeriksaan secara uji petik atas dokumen Hasil Pengujian Mutu Pupuk pada pekerjaan pengadaan pupuk tahun 2022 menunjukkan bahwa terdapat pengambilan sampel pengujian mutu pupuk dan atau sertifikat hasil uji mutu pupuk dilakukan di luar periode kontrak. Pengujian mutu pupuk tidak sesuai petunjuk pelaksanaan dan peraturan pengadaan barang pemerintah atas tujuh kontrak sebesar Rp16.866.826.500,00.
Menurut BPK, kondisi tersebut menunjukkan bahwa kualitas pengadaan pupuk tersebut diragukan. Karena sampel tidak dapat dipastikan dan tidak mewakili populasi yang diadakan dan dilakukan di luar masa kontrak. (yogi)