Connect with us

Entertainment

Visi Ajukan Uji Materiil ke Mahkamah Konstitusi

Published

on

Visi yang resah menggelar konperensi pers di Titik Temu, SCBD, Jakarta (foto thomas/herry)

JAYAKARTA NEWS — Hingar bingar 29 artis musik dan pencipta lagu yang tergabung dalam Vibrasi Suara Indonesia (Visi) mengajukan uji materiil terhadap  5 Pasal di UU Hak Cipta (UUHC) ke Mahkamah Konstitusi (MK) makin ramai.

Ini gegara kasus Agnes Mo terseret merekam lagu ciptaan Ari Bias tanpa izin yang didenda Rp 1,5 M oleh Pengadilan Niaga Jakpus.

Pasal-pasal yang diajukan adalah pasal 9 ayat 3, pasal 23 ayat 5, pasal 81, passl 87 ayat 1 dan pasal 113 ayat 2 UUHC.

“Kelima pasal tersebut secara berurut berisi tentang izin dari pencipta lagu untuk kegiatan pertunjukan (performing) mengenai siapa pihak yang harus membayar royalti,” ujar Panji Prasetyo selaku Koordinator kuasa hukum Visi dalam konperensi pers di Titik Temu  Cafe, SCBD, baru-baru ini.

“Kita penyanyi dan pencipta lagu dirugikan dan dilanda kebingungan. Kita semua khawatir tentang simpang siur beberapa pasal di UUHC. Ini dapat mengakibatkan konflik yang menimbulkan pertanyaan. Tak ada perlindungan hukum,” keluh Ketua Visi, Armand Maulana, penyanyi Gigi.

Jelas, UU dan pelaksanaan yang ada kini belum melindungi hak pekerja musik yang didalamnya adalah penyanyi, pencipta musik, pelaku pertunjukan dan berbagai pihak yang terkait.

Musisi dan pencipta musik Visi (foto thomas/herry)

Segendang sepenarian Bunga Citra Lestari alias BCL.

“Kami berharap setelah uji materiil dilakukan akan ada kejelasan sehingga tak ada lagi keresahan dan simpang siur penafsiran,” papar BCL.

Sependapat dengan Ariel Noah.

“Ini adalah langkah kongkrit dan bentuk kepedulian dari Gerakan Satu Visi guna mendukung terciptanya ekosistem musik yang fair untuk semua. Semoga semua bisa berkarya dan bekerja dengan nyaman di industri musik Indonesia,” jelas BCL.

Judika dan Nino Kayam (RAN) sehati.

“Langkah konstruktif menciptakan kepastian hukum yang dijalankan Visi berdasarkan pada keinginan menciptakan dunia musik Indinesia yang adil dan sejahtera bagi setiap orang,” ungkapnya.

Senada Titi Dwi Jayati.

“Kita cinta ekosistem musik yang harmonis. Langkah kita harus gercep (gerak cepat) tapi teratur dan sesuai UU. Tak boleh emosional dan serampangan,” gebrak Titi DJ.

Prof Henry yang ikut hadir mengakui perlindungan hukum terhadap pelaku seni di RI sangat memalukan.

“Dua tahun ini baru ramai dan ribut. Pasal-pasal bermasalah di UUHC mau direvisi atau diamandemen, berapa lama lagi dan ini jelas bakal mengeluarkan anggaran bermilyar rupiah guna menggolkan revisi ini,” tutur  Prof Henry.

Bagaimana sikap kita ?

Isi UUHC no 28 tahun 2014 yang ditetapkan Presiden SBY jelas bagus. Hanya realisasi pelaksanaannya masih carut marut.

UUHC adalah hak eksklusif milik pencipta yang tak secara otomatis berdasar prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi batasan sesuai dengan ketentuan peraturan UU.

Jelas, UUHC tentang kekayaan intelektual yang berperan strategis mendukung pembangunan bangsa dan memajukan kesejahteraan  terhadap pencipta, pemegang dan pemilik hak cipta yang melindungi karya sastra, seni, musik, film, perangkat lunak dan karya orisinal lain.

Lalu, what next ? (pik)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Advertisement