Connect with us

Kabar

Tantangan Besar Pilkada 2020: Integritas, Politik Identitas, Medsos

Published

on

JAYAKARTA NEWS—Plt Dirjen Politik dan Pemerintahan Umun yang juga Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Bahtiar memprediksi sebentar lagi tepatnya di Tahun 2020, kondisi politik akan sangat dinamis.

“Indeks Demokrasi Indonesia memiliki tren terus naik dan di Tahun 2020 akan ada perbaikan sistem politik dan pendidikan politik yang berjalan di masyarakat sehingga di tahun mendatang kondisi politik akan sangat dinamis”, kata Bahtiar, di Jakarta,  Selasa (31/12/2019), demikian dikutip dari rilis yang diterima redaksi.

Bahtiar menjelaskan, pendidikan politik masyarakat akan meningkat dengan dilaksanakannya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak Tahun 2020 mendatang. Pilkada dimaksud akan melibatkan sekitar 107 juta pemilih atau 68 % dari total DPT Pemilu 2019.

“Pilkada serentak akan membuat masyarakat semakin dewasa dalam berpolitik. Akan muncul pertarungan ide dan gagasan di ruang publik maupun parlemen sebagai bagian dari  pendidikan politik bagi masyarakat,” tambah Bahtiar.

Dalam menyongsong penyelenggaraan Pilkada 2020, Bahtiar menegaskan akan ditemui 3 tantangan besar. Pertama adalah tantangan Integritas, profesionalisme dan manajemen tata kelola Pemilu. Dirinya menjelaskan di tingkat kecamatan, desa/kelurahan dan di TPS diperkirakan setidaknya 3 juta orang penyelenggara pemilu ad hoc yang tersebar pada 270 daerah yang akan Pilkada th 2020.

 “Proses rekrutmen penyelenggara yang berintegritas menjadi faktor utama dalam menjamin kualitas penyelenggaraan Pemilu. Sehingga kami berharap masyarakat dan pers ikut serta mengawasi jalannya proses tersebut”, tukas Bahtiar.

Kedua, adalah media sosial sebagai potensi sumber konflik. Melihat pengalaman di pelaksanaan Pemilu 2019, Bahtiar meminta kepada masyarakat untuk tidak terprovokasi terhadap konten yang tidak jelas sumbernya.

“Penyelenggara Pemilu harus transparan dan menjadikan media sosial sebagai tempat publikasi utama. Sehingga masyarakat dapat menerima informasi secara cepat, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan”, jelas Bahtiar.

Ketiga, adalah politik identitas sebagai sumber konflik selanjutnya. Bahtiar beranggapan, kontestasi Pilkada merupakan pertandingan antar figur – figur yang memiliki berbagai prestasi dan latar belakang yang beragam.

Upaya merebut simpati dan membangun citra diri seringkali menimbulkan fanatisme berlebihan di kalangan pemilih. Fanatisme tersebut jika tidak dikendalikan akan bergeser ke fanatisme suku, agama, ras, profesi, golongan dan lain – lain.

“Politik Identitas sangat berbahaya. Pendidikan politik kepada masyarakat sangat penting agar tidak terulang hal – hal atau dampak negatif dalam pelaksanaan Pemilu dan Pilkada sebelumnya,” ungkap Bahtiar

Bahtiar melanjutkan, selain Pilkada serentak di Tahun 2020 akan terjadi dinamika politik lain yang tidak kalah menyita perhatian publik. Beberapa yang akan terjadi adalah pembahasan UU Pemilu, UU Partai Politik, UU Pilkada, UU MD3, dan UU Pemda. Kemungkinan nantinya akan dilaksanakan simplifikasi atau penyederhanaan atau semacam omnibus law regulasi bidang politik.

“Penyederhaaan regulasi di bidang politik bertujuan untuk menata sistem politik agar lebih baik dan lebih sehat”, lanjut Bahtiar

Bahtiar kembali menegaskan, tidak benar bila nantinya 2020 kondisi politik akan stagnan, justru akan sangat dinamis. Bahtiar mengungkapkan bahwa pekerjaan paling besar adalah soal pendidikan politik. Pendidikan politik menurutnya melibatkan banyak faktor dan memiliki aspek yang sangat luas.

“Kesuksesan dari pendidikan politik bukan hanya dari tingkat partisipasi masyarakat datang ke TPS untuk mencoblos, namun lebih dari itu, bagaimana  pemilih dapat mencoblos calon kepala daerah dengan pertimbangan objektif dan rasional dengan harapan kepala daerah yang terpilih adalah pemimpin yang memiliki kompetensi, integritas, kapabilitas, leadership, dan pemimpin perubahan 5 Tahun ke depan,” pungkas Bahtiar.***/ebn

Advertisement