Aksi Korporasi
Pupuk Indonesia Perketat Pengawasan Penjualan Pupuk Subsidi

JAYAKARTA NEWS – PT Pupuk Indonesia (Persero) memperketat pengawasan penjualan pupuk subsidi. Jika ada yang menjual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) akan diberikan sanksi tegas.
Hal ini sebagai komitmen perusahaan untuk menjaga penyaluran pupuk bersubsidi sesuai aturan dan memastikan HET yang ditetapkan pemerintah tidak dilanggar demi melindungi kepentingan petani.
“Menjual pupuk bersubsidi di atas HET adalah pelanggaran serius dan dapat dikenai sanksi pidana. Kami berkomitmen menjaga distribusi pupuk agar tetap terjangkau bagi petani sesuai amanat perundang-undangan,” ujar Direktur Pemasaran Pupuk Indonesia Tri Wahyudi Saleh, Minggu (19/1/2025).
Sesuai Keputusan Menteri Pertanian RI No. 644/kPTS/SR.310/M/11/2024, HET pupuk bersubsidi di tingkat kios atau pengecer ditetapkan sebesar Rp2.250/kg untuk Urea, NPK Phonska Rp2.300/kg, NPK untuk Kakao Rp3.300/kg, dan Pupuk Organik Rp800/kg.
Pupuk Indonesia mengingatkan kepada seluruh mitra kios bahwa pelanggaran HET pupuk bersubsidi dapat dikenai ancaman pidana berdasarkan Pasal 2 UU No. 20 Tahun 2001.
“Sanksinya meliputi hukuman penjara hingga 20 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar,” tegas Tri Wahyudi.
Bagi kios yang terbukti melanggar aturan, Pupuk Indonesia mengambil tindakan dengan mewajibkan mengembalikan selisih harga kepada petani yang telah dirugikan akibat penjualan di atas HET.
Kios juga diwajibkan memasang spanduk komitmen yang menyatakan bahwa mereka akan menjual pupuk bersubsidi sesuai dengan HET yang berlaku.
“Jika pelanggaran berulang, kami tidak akan ragu untuk memutus kerja sama dengan kios atau distributor yang terlibat. Ini adalah langkah penting untuk melindungi petani dari praktik curang,” tegas Tri Wahyudi.
Sebagai langkah preventif, Pupuk Indonesia terus menggencarkan edukasi kepada petani, kios, dan pihak terkait mengenai pentingnya mematuhi HET.
Langkah itu seperti mencatat secara lengkap pada nota jika terjadi peningkatan harga tebus pupuk yang telah disepakati antara kios dengan petani, atau kesepakatan harga ongkos kirim.
Selain itu juga mencatat pembayaran pupuk pasca panen (yarnen), dan kesepakatan lainnya yang membuat penebusan pupuk lebih tinggi dari HET.
Selanjutnya, Pupuk Indonesia mewajibkan seluruh mitra kios untuk memasang spanduk yang berisi informasi mengenai nomor telepon yang dapat dihubungi apabila petani menemukan kios yang menjual pupuk bersubsidi di atas HET.
“Kami mendorong siapa pun yang mengetahui adanya pelanggaran untuk segera menghubungi staf penjualan AE atau AAE setempat. Kami memastikan akan memberikan peringatan kepada distributor atau kios tersebut,” kata Tri Wahyudi.
Meski demikian perlu diingat, kata Tri Wahyudi, terkadang memang terjadi adanya pembebanan biaya transportasi ataupun pengangkutan pupuk bersubsidi sehingga menimbulkan persepsi seolah HET dinaikan. Namun, hal itu biasanya merupakan kesepakatan yang dibuat antara kios dan petani.
“Dengan pengawasan yang lebih ketat, kami ingin memastikan pupuk bersubsidi benar-benar dirasakan oleh petani yang membutuhkan,” ujar Tri Wahyudi.
Menurut Tri Wahyudi, langkah ini penting untuk menjaga produktivitas sektor pertanian dan mendukung terwujudnya ketahanan pangan nasional. (yr)