Connect with us

Ekonomi & Bisnis

Pemerintah akan Tindak Pengusaha Sawit yang tak Bayar Pajak

Published

on

Ilustrasi perkebunan sawit/Foto: istimewa

JAYAKARTA NEWS – Pemerintah akan bertindak kepada pengusaha perkebunan kelapa sawit yang nakal karena tidak bayar pajak. Setidaknya potensi pemasukannya mencapai Rp 300 triliun.

“Jaksa Agung Muda sudah siap bertindak. Ini pengusaha-pengusaha nakal, yang mudah-mudahan nggak ada di Kadin, ada 300 lebih yang nakal,” ujar Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra Hashim S Djojohadikusumo, yang juga adik Presiden Prabowo Subianto, di Jakarta, Rabu (23/10/2024).

Menurut Hasyim, negara akan mendapat potensi pemasukan hingga Rp 300 triliun dari pengusaha sawit yang mengemplang pajak atau tidak membayar pajak. Dalam waktu dekat para pengusaha pengemplang pajak tersebut akan menyetor Rp 189 triliun untuk tahap pertama.

Hasyim mengatakan, laporan itu sudah dikasih ke Prabowo. “Yang segera bisa dibayar Rp 189 triliun dalam waktu singkat. Tapi, tahun ini atau tahun depan, bisa tambah Rp 120 triliun lagi, sehingga Rp 300 triliun itu masuk ke kas negara,” ungkapnya.

Para pengusaha sawit yang nakal itu, kata Hashim, tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan tidak memiliki rekening di Indonesia. Setidaknya ada 25 pengusaha yang tidak memiliki NPWP dan 15 pengusaha yang tidak mempunyai rekening bank yang berada di tanah air.

Sebelumnya, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono siap memberi penjelasan kepada pemerintahan baru mengenai persoalan industri kelapa sawit termasuk tudingan pengusaha kelapa sawit yang belum membayar pajak.

“Bukan hanya persoalan ini saja, kami juga akan menjelaskan kepada Presiden (Presiden Prabowo Subianto) secara keseluruhan tantangan yang dihadapi industri sawit baik di dalam maupun di luar negeri,” ujar Eddy, Selasa (22/10/2024).

Eddy mengatakan, pihaknya selalu mendengarkan berbagai masukan dari pemerintah termasuk tudingan adanya pengusaha sawit nakal yang merugikan keuangan negara Rp 300 triliun.

Sebenarnya isu kebocoran ini, lanjut Eddy, merupakan kasus keterlanjuran adanya lahan perkebunan sawit di kawasan hutan yang kemudian terbitlah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

Dalam UU Cipta Kerja Pasal 110A, disebutkan perusahaan yang terlanjur beroperasi dalam kawasan hutan, tapi memiliki perizinan berusaha, maka dapat terus berkegiatan asalkan melengkapi semua persyaratan dalam kurun waktu maksimal tiga tahun.

Sedangkan Pasal 110B menyebutkan bahwa perusahaan yang terlanjur beroperasi dalam kawasan hutan tanpa perizinan berusaha, tetap dapat melanjutkan kegiatannya asalkan membayar denda administratif. (yogi)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *