Ekonomi & Bisnis
Peluang Wujudkan Swasembada Pangan 2027 Terbuka Lebar

JAYAKARTA NEWS – Peluang mewujudkan swasembada pangan 2027 terbuka lebar jika jika lahan rawa seluas 1 juta hektare (ha) dapat dimanfaatkan secara optimal. Apalagi jika mampu mengoptimalkan hingga 3 juta ha kebutuhan pangan untuk 500 juta penduduk akan terpenuhi.
Demikian diungkapkan Sekretaris Utama Badan Pangan Nasional (Bapanas), Sarwo Edhy dalam diskusi Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bertema “Menyongsong Swasembada Pangan 2027” di Jakarta, Kamis (6/2/2025).
“Kalau kita dapat mengoptimalisasikan lahan rawa 1 juta ha saja, maka dampaknya akan besar,” ujar Sarwo Edhy.
Apalagi jika pemerintah mampu mampu mengoptimalkan hingga 3 juta ha lahan tambahan, maka Indonesia dipastikan bisa memenuhi kebutuhan pangan untuk 400-500 juta penduduk.
Sarwo Edhy menyebutkan, dari sekitar 191,09 juta ha yang dimiliki Indonesia, sekitar 9,44 juta ha adalah lahan basah non-rawa. Sementara lahan rawa yang tersebar dari Sabang hingga Merauke mencapai 31,12 juta ha.
“Dari luasan lahan rawa tersebut yang dapat digunakan sebagai lahan pertanian produktif itu sekitar 12,23 juta ha. Artinya apa? Kalau kita dapat mengoptimalisasikan lahan rawa 1 juta ha saja, maka dampaknya akan besar,” jelas Sarwo Edhy.
Sarwo Edhy optimistis, Indonesia bisa mengoptimalkan lahan-lahan atau sumber daya lahan yang ada. Karena dari 144 juta ha lahan kering itu berpotensi besar untuk mendukung ketahanan pangan.
Peluang ini, menurut Sarwo, semakin terbuka lebar jika teknologi seperti desalinasi, yang telah diterapkan di negara-negara seperti Arab dan Ethiopia, dapat diimplementasikan di Indonesia. Dengan mengubah air laut menjadi air tawar untuk irigasi pertanian, Indonesia dapat mengoptimalkan potensi lahan yang ada dan mewujudkan ketahanan pangan yang kuat.
“Karena itu, cita-cita untuk menjadi lumbung pangan dunia. Sehingga, Indonesia menjadi tempat negara-negara mencari makan di dunia, itu sangat memungkinkan,” tegas Sarwo Edhy.
Ada beberapa upaya yang pemerintah bisa lakukan untuk meningkatkan produksi pangan, khusus padi. Di antaranya, meningkatkan indeks pertanaman (IP) dari IP 100 jadi IP 200. Sedangkan yang IP 200 menjadi IP 300. Kemudian, memberikan bantuan benih unggul ke petani agar terjadi peningkatan produktivitas tanam.
”Upaya lain adalah penambahan luas areal penanaman, bisa melalui ekstensifikasi maupun cetak sawah. Dengan tambahan luas tanam akan meningkatan produksi,” kata Sarwo.
Selain itu, tambah Sarwo, dengan upaya mengurangi kehilangan hasil panen yang saat ini masih cukup tinggi dan efisiensi distribusi.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (DPN HKTI), Mulyono Machmur, menekankan peran penting HKTI dalam mendukung pencapaian swasembada pangan. Salah satu kontribusi HKTI dalam upaya ini adalah dalam mengusulkan angka HPP yang dapat memberikan kepastian bagi petani.
“Jadi mulai HPP Rp 4.200—Rp 5.500 per kilogram, sekarang sudah Rp 6.500 per kilogram. Jadi kami juga berkontribusi bagaimana petani itu paling tidak untunglah minimal 30 persen dari input dan outputnya,” ujar Mulyono.
Mulyono juga mengungkapkan, pihaknya telah mengusulkan penyederhanaan distribusi subsidi kepada petani. Usulan ini telah diterima Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Menurut Mulyono, penyederhanaan distribusi subsidi ini penting agar bantuan dapat tepat sasaran dan mempermudah akses petani terhadap berbagai bantuan yang diberikan pemerintah.
“Selain itu, kami mengusulkan penyederhanaan distribusi subsidi yang diterima, yang juga diterima oleh DPR. Penyederhanaan ini sangat penting agar bantuan pemerintah sampai ke tangan petani dengan lebih efisien dan tepat,” jelas Mulyono.
Menurut Mulyono, success story swasembada pangan tahun 1984 tidak lepas dari terciptanya eksosistem yang saat itu bernama catur sarana yang terdiri dari lembaga permodalaan BRI unit desa, kios sarana produksi, penyuluh pertanian dan KUD sebagai lembaga offtaker atau pembeli hasil pertanian.
Peranan pemerintah daerah dari gubernur hingga kepala desa juga penting sebagai penggerak penggerak yang memobilisasi kegiatan. Sedankan petani dibangun partisipasinya untuk melaksanakan program pemerintah. “Perpaduan mobilisasi dan partisipasi menjadi sinergi terwujudnya swasembada beras pada waktu itu,” katanya.
Sementara itu, Direktur Irigasi Pertanian, Ditjen Sarana dan Prasarana Pertanian, Kementerian Pertanian (Kementan), Dhani Gartina mengungkapkan, pemerintah pusat akan terus memberikan dukungan melalui berbagai program strategis yang berfokus pada penguatan irigasi dan pompanisasi, termasuk optimalisasi pemanfaatan teknologi dalam pertanian untuk mewujudkan swasembada pangan.
“Kami optimis dengan penguatan irigasi dan pompanisasi serta optimalisasi pemanfaatan lahan dapat mewujudkan swasembada pangan,” pungkas Dhani. (yr)