Connect with us

Feature

Asmara Ikan Cupang

Published

on

Jayakarta News – Ikan cupang sedang naik daun. Ikan ini disebut juga ikan tarung, ikan laga, atau ikan aduan. Ini lantaran karakternya yang agresif dan gemar bertarung dengan sesamanya.

Di era pertengahan tahun 1990-an ikan laga sangat mudah didapat, cukup mencari di sawah-sawah atau rawa-rawa apa lagi yang lubukannya sudah ada buihnya pasti ada ikannya, dan biasanya itu ikan yang sudah tua. Selain itu, di seantero kota Medan juga banyak terdapat lapak-lapak penjual ikan laga di pinggir jalan.

Jenis-jenis ikan laga saat itu di Kota Medan ada ikan laga padi, ikan laga TR (Tarutung), kemudian ada ikan Katong (impor), dan Ikan Siam (impor). Ditambah peranakan (belasteran) hasil kawin silang antara ikan laga lokal dengan Katong dan Siam.

Ikan laga padi asal Sumatera Utara.
(Foto Azan Pasaribu)

Kriterianya beda-beda, kalau ikan laga padi memiliki tekstur tubuh lebih kecil jika dibandingkan dengan yang lain. Selain itu, lebih lincah dan energik. Yang muda warnanya lebih dominan kecoklatan seperti tanah, kemerahan bercampur hijau, di ekor, sirip, gunung di atas pundak dan dasi kiri kanan yang seperti tali tepat berada di bawah leher, warnanya dominan merah di ujungnya berwarna putih. Dan kalau yang tua maka lebih kehitaman atau kebiruan.

Warna ikan laga ini terkadang cepat berubah seakan menyatu seperti hitam pekat, legam ketika ditandingkan satu sama lain walaupun beda toples. Maka gerak-geriknya mondar-mandir bergerak lincah, insang dibuka lebar-lebar, ekor, dasi ikut digerakkan. Padahal ikan laga padi ini termasuk ikan yang mentalnya kurang kuat, dan tidak tahan lama walaupun sama-sama jenisnya. Bila di laga kalah akan berubah pucat warnanya dan kuncup, ekor dan sirip.

Kemudian ikan laga TR singkatan dari Tarutung memiliki bentuk tubuh serta warna mirip dengan ikan laga padi, bedanya ia memiliki postur lebih bongsor. Selain itu, mentalnya lebih kuat, bisa bertarung sampai sekitar satu jam. Pola dan sifatnya juga sama dengan ikan laga padi, lincah. Dan itulah sekelumit mengenai ikan laga lokal di Medan.

Ikan laga Katong ini jenis luar (impor), tubuhnya dominan lebih besar, begitu juga kepalanya. Kekuatan bertarung lebih kuat, bisa sampai 5 jam lebih jika dilaga sesama jenis. Untuk warna lebih variatif, misalnya ada warna kebiruan, kuning gading, dari sisi siripnya merah dan lainnya.

Ikan laga Siam juga impor. Bentuk dan warnanya lebih variatif, ada warna merah, kekuningan, agak kebiruan. Namun badan sedikit lebih kecil jika dibandingkan Katong tapi memiliki sirip, ekor lebih lebar dari ikan laga lainnya. Ketika ditandingkan justru kelihatan besar dikarenakan sirip, ekor serta yang lain mengembang. Daya tahan tarungnya juga lumayan kuat jika dibandingkan ikan laga lokal.

Sebagian ikan laga memiliki ciri ketika sedang bertarung. Kenapa? Karena ada di antaranya bila bertarung selalu memukul (menyatok), seperti menyatok kepala, pangkal ekor, badan. Bahkan ada yang selalu menyatok mulut sampai hancur. Maka jika bertemu ikan seperti ini jarang lawannya bisa bertahan lama.

Sekitar tahun 2000-an, lapak-lapak penjual ikan cupang berangsur-angsur mulai ditinggalkan. Pemain ikan cupang mulai beralih ke warnet. Disusul kemudian era android.

Mungkin sudah jenuh dengan dunia IT, beberapa tahun terakhir ikan cupang kembali naik daun. Bedanya, arah penghobi bukan untuk tarung, tetapi lebih ke ikan cupang hias. Beberapa kios ikan cupang bahkan mengembangkan budidaya cupang dengan melakukan kawin silang, yang menghasilkan berbagai jenis ikan cupang sehingga warnanya menjadi lebih bervariasi.

Hasil penyilangan antara jenis ikan cupang luar (impor) seperti dari Thailand itu semakin diminati para pecinta ikan. Di antaranya ada Giant, Plakat, Rontel, HMPK (anak dari penyilangan antara Halfmoon dengan Plakat) dan masih banyak lagi jenisnya.

Sedikit mengenai bentuknya kalau Giant badannya lebih besar dibanding jenis lain, bisa mencapai 10 cm, hanya warna tidak terlalu banyak ragamnya. Sedangkan Halfmoon badan kecil namun sirip, ekor lebih lebar dibandingkan Giant.

Pengelola ternak Ikan Cupang Betta Swara, dari kiri Maulana, tengah Ari  dan kanan Baim. (Foto. Monang Sitohang)

Media Air Ikan Cupang

Sebagai pecinta ikan cupang, ada hal yang sangat penting diperhatikan dalam pemeliharaan atau budidaya ikan cupang agar tetap sehat, yaitu airnya. Karena dasar jenis ini memang hidup di air tawar, maka disarankan juga menggunakan air sumur, agar tetap seakan hidup di habitat aslinya semakin terasa membuat ikan cupang makin bisa hidup nyaman. Jika menggunakan air PAM harus terlebih dahulu diendapkan.

Maka air sebuah keharusan diperhatikan derajat keasaman atau pH (power of hydrogen). “Jadi air yang hendak digunakan terlebih dahulu dicek pH airnya dengan menggunakan alat pH tester. Sesuai yang dipelajari dan diketahui zat keasaman air yang cukup minimal 7,”jelas Maulana peternak ikan cupang hias Betta Swara kepada Jayakarta News beberapa malam lalu, di Jalan Cibubur VIII, Kelurahan Cibubur, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur.

Lalu digunakan juga TDS meter untuk ngetes kandungan mineral air tersebut apabila logamnya tinggi, airnya butek, berpasir maka untuk menstabilkan pH-nya jika tinggi biasanya dapat menggunakan daun Ketapang, selain menstabilkan dapat berguna untuk daya tahan tubuh dan mengobati ikan cupang ketika sakit. Dan itu pun harus dengan proses, daun Ketapang harus dicuci bisa menggunakan obat biru atau garam setelah itu dilakukan permentasi bisa dengan dibungkus lalu dibiarkan agar zat keasamannya keluar, kemudian dijemur sampai kering, setelah itu baru siap untuk dipakai.

Perkenalan antara ikan cupang betina dan jantan jenis Giant sebelum dikawani, tampak si betina (hitam) terpesona dengan jantan (putih). (Foto. Monang Sitohang)

Asmara Ikan Cupang

Untuk pertumbuhan dan kelestarian budidaya ikan cupang ada hal yang perlu diketahui, selain media air, makanan, perlu juga ketelitian memilih betina calon induk dengan cermat agar mendapatkan hasil turunan yang baik.

Maka langkah awalnya menyeleksi calon betina ikan cupang yang sehat, sudah berusia 6 bulan lebih, begitu juga dengan jantannya. Selain itu perhatikan tubuh si betina harus disesuaikan dengan jantan, jika tidak maka betina akan takut.

“Masuk ke tahap pengenalan, cari jantan ikan cupang yang sudah siap kawin, itu biasanya akan ada tanda-tanda seperti bikin sarang gelembung-gelembung putih, atau gumpalan buih. Maka bisa dimasukkan betina ke lubukan jantan yang sudah ada buih, maka tidak dipungkiri akan terjadi pertarungan walaupun sebentar, setelah itu akan tampak tumbuh asmara satu sama lainnya. Misalnya si betina menebar pesona dengan cara mengibas-ngibaskan ekor ke pasangannya. Jika terpesona maka si jantan akan membalas, begitu sebaliknya,” ujar Baim beberapa malam lalu di kios ikan cupang Betta Swara.

Jika sudah ada kecocokan sehari dua hari maka si betina akan bertelur dan ketiga harinya akan menetas. Di hari keempat si betina harus dipindahkan ke lubukan lain, karena kalau tidak maka anak-anaknya akan dimakan. Sedangkan si jantan dibiarkan bersama anak-anaknya sampai 10 hari ke depan bahkan bisa sampai satu bulan. Dipisah setelah si jantan mengejar-ngejar anaknya. Jadi bisa dikatakan bahwa jantan ikan cupang yang merawat anak-anaknya.

Maka jika dilihat perkembangannya kita tidak tahu lagi di era berikutnya nanti, apakah ikan cupang ini akan hilang atau kembali lagi seperti dahulu. Dan ke depan atau generasi berikutnya bagaimana ikan cupang ini. Tapi dengan adanya peternak-peternak ini paling tidak kelestarian lingkungan hidup bagi ekosistem ikan cupang tetap terjaga dan terlestarikan sebagai titipan generasi mendatang. (Monang Sitohang)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *