Kabar
Pendidikan Pancasila Kembali Diajarkan Mulai PAUD Sampai PT
JAYAKARTA NEWS – Indonesia dikenal sebagai salah satu negara paling beragam yang memiliki lebih dari 700 kelompok etnis, mengakui 6 agama besar serta terdapat ratusan kepercayaan lokal. Kondisi keragaman ini merupakan suatu keunikan yang berhasil dirajut dan dipertahankan melalui konstitusi dan ideologi bangsa, yaitu Pancasila.
Berpijak dar kondisi tersebut, dalam rangka memperingati Hari Lahirnya Pancasila 1 Juni, Institut Leimena Jakarta Selasa malam (30/5) mengadakan Webinar Internasional seri Literasi Keagamaan Lintas Budaya. Mengangkat tema Pendidikan Pancasila dan Tantangan Kohesi Sosial dalam Masyarakat Plural Masa Kini.
Bagaimana Pancasila dapat diterjemahkan dalam dunia pendidikan untuk memperkuat kohesi sosial dalam masyarakat plural yang tengah menghadapi ancaman polarisasi dan perpecahan.
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan –Ristekdikti (kemendikbud-Ristekdikti) sepakat untuk mengembalikan Pendidikan Pancasila sebagai bahan ajar pokok dalam kurikulum dari PAUD sampai SMA dan PT.
Prof. Dr. M. Amin Abdullah (Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila – BPIP), dalam paparannya antara lain mengatakan, dalam keberagaman, Indonesia menjadi rol model. Sebagai mayoritas muslim, Indonesia dapat mengadopsi sistem demokrasi dan tata kelola negara dan pemerintahan. Indonesia di tengah badai semua itu tetap kokoh dalam bingkai negara NKRI. Bahkan secara kreatif muncul terminologi baru yang disebut Islam wasatiyah, wasatiyatul Islam, dan juga yang terkhir moderasi beragama.
Apa itu artinya?
“Pancasila itu tangguh dalam dinamika politik nasional maupun global, “ kata Amin Abdullah.
Menurutnya, kesaksian dari luar negeri juga banyak. Ia kemudian mengutip pernyataan salah satu profesor dari Prancis, yang mengatakan bahwa kontribusi Pancasila bagi dunia internasional sangat besar. Profesor itu pun punya banyak argumen tentang Pancasila.
Lantas bagaimana tentang Pancasila dan kohesi sosial ?
Amin Abdullah mengutarakan, sejak 1998, peralihan masa orde baru ke orde reformasi, berakibat fatal tentang pendidikan Pancasila di sekolah dan Perguruan Tinggi. Jadi hampir 20 tahun lebih Indonesia mengalami loss generation dalam hal ke-Pancasila-an itu. Peserta didik mulai PAUD sampai PT tidak diperkenalkan dengan Pancasila. Dan kini mereka itu sudah penjadi pegawai negeri, dan lain-lain.
Kita melihat, mereka tidak mengenal pendidikan Pancasila. Bahkan dalam suatu survei disebutkan, akibat dari suatu generasi yang hilang/ tidak menerima pendidikan Pancasila), kondisi itu bisa diartikan bahwa Pancasila bukan sebuah ideologi yang permanen. Jadi bisa diganti.
Hal tersebut tentu sebagai ancaman kohesi sosial, kata Amin Abdullah. Karena Pancasila satu-satunya ideologi yang bisa mempersatukan bangsa. Kalau itu ditolak, ya berat sekali akibatnya.
“Better late than never,” ujar Amin Abdullah, Lebih baik terlambat dari pada tidak sama-sekali. Maka Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan –Ristekdikti (Kemendikbud-Ristekdikti) sepakat untuk mengembalikan Pendidikan Pancasila sebagai bahan ajar pokok dalam kurikulum dari PAUD sampai SMA dan PT.
Untuk itu telah disusun buku Pedoman Guru dan Sumber Literasi Pendidikn Pancasila. Memiliki proporsi (70 materi dan 30 pedagogi) sehingga sangat baik untuk menjadi pedoman guru. Di saat yang sama sedang diselesaikan buku teks utama Pendidikan Pancasila. Hal itu berlaku mulai tahun ajaran baru 2022/2023.
Disebutkan, terdapat 14 buku pendidikan dan pembinaan Ideologi Pancasila, meliputi; 2 buku – Pendidikan dan Pembinaan Ideologi Pancasila. Buku Panduan Guru “ Inspirasi Kegiatan untuk Anak Usia 3-4 tahun dan untuk Usia 5-6 tahun. Lalu ada 6 buku – Pendidikan dan Pembinaan Ideologi Pancasila untuk siswa SD/ MI kelas I,II,III,IV,V, VI. Selain itu 3 buku – Pendidikan dan Pembinaan Ideologi Pancasila untuk SMP/MTs kelas VII,VIII, IX. Dan 3 buku – Pendidikan dan Pembinaan Ideologi Pancasila untuk SMA/MA/MAK kelas X, XI, XII.
Diharapkan upaya ini bisa membenahi kembali pemahaman anak didik tentang Pancasila. Jadi negara tidak diam dengan adanya perubahan-perubahan seperti itu. Buku-buku tersebut launching pada peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2023 di Monas, Jakarta. Selain Dr Amin Abdullah bertindak sebagai nara sumber Prof Dr. Franz Magnis Suseno, S.J. (Profesor Filsafat, Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara), Prof. Dr. Katherine Marshall – Wakil presiden antaragama G20, dan Dr. Chris Seiple, peneliti senior University of Washington. iswati