Connect with us

Kabar

Negara Minta Maaf pada Soekarno dan Tradisi Ruwatan Agung Raja-Raja

Published

on

JAYAKARTA NEWS – Polemik terkait usulan PDI Perjuangan agar negara minta maaf kepada Bung Karno dan keluarganya makin panas. Wakil Ketua Komisi III DPR RI Desmond Junaidi Mahesa tiba-tiba digeruduk kader PDIP saat sedang makan siang di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Massa kader PDIP Purworejo itu tak terima dengan pernyataan Desmod yang dianggap menghina Bung Karno.

Rombongan kader PDIP yang dipimpin langsung oleh Ketua DPC PDIP Purworejo Dion Agasi Setiabudi tersebut menggeruduk Desmond beserta rombongan saat tengah makan siang di salah satu rumah makan di Purworejo, Jumat (11/11/2022). Mereka menuntut Desmond agar meminta maaf atas pernyataannya yang dianggap menghina Bung Karno beberapa waktu lalu.

“Kami meminta saudara Desmond meminta maaf secara terbuka kepada Bung Karno dan keluarga Bung Karno,” tegas para kader PDIP tersebut.

Menanggapi hal tersebut, politisi Gerindra itu pun bersedia meminta maaf. Namun, sebelum meminta maaf, Desmond memberikan klarifikasi jika kata-kata yang dianggap tidak pantas itu semata-mata bukan keluar dari mulutnya.

“Jadi kemarin itu saya diwawancarai tentang penghargaan Bung Karno. Saya menghargai penghargaan itu, tapi saya bilang bahwa penghargaan itu apakah tidak mengecilkan Bung Karno, tanpa penghargaan itu Indonesia inilah Bung Karno. Nah terjadi catatan-catatan kalian yang biasanya usil keluarlah kata-kata kasar. Saya ketawa-ketawa gitu loh, ya menurut kalian begitu ya begitulah, dan ditulislah seolah-olah itu kata-kata saya dan mereka tersinggung menuntut saya minta maaf,” ucap Desmond.

Menurut Analis Senior Pusat Studi Politik dan Kebijakan Strategis Indonesia (POLKASI), Janu Wijayanto, tidak ada yang salah dari substansi yang diperdebatkan yaitu soal perlu tidak negara minta maaf atas tindakan di masa lalu terhadap Sukarno.

“Negara ini apa dan siapa? Negara setidaknya ada tiga unsur negara yaitu pemerintahan berdaulat, ada rakyat dan ada wilayah. Jika melihat hal itu tentu bisa direnungkan cara tepat bagaimana Bangsa ini bisa mengakui kesalahan masa lalu dan meminta maaf atas kesalahan yang sudah terjadi, sifatnya korektif dan tak perlu merasa malu,” ujar Janu dalam keterangan persnya, Jumat (11/11/2022).

Menurut alumni Kajian Stratejik Intelijen UI ini, yang membuat publik sensitif alias baper selain yang memang golongan yang tidak suka garis politik Sukarno sebenarnya adalah diksi ‘meminta maaf kepada Bung Karno dan keluarganya’ karena diantara publik di Indonesia ini bukan tidak tahu dan tidak cinta terhadap Bung Karno tetapi justru menganggap Bung Karno itu sendiri kebanggaan nasional dan sudah bukan lagi hanya milik keluarganya. Bung Karno kebanggaan Bangsa Indonesia dan pemimpin dunia.

“Dalam konteks ini bisa juga permintaan maaf itu dialamatkan kepada Bangsa Indonesia (rakyat sebagai pemegang daulat negara) atau kepada dunia dan kemanusiaan dalam konteks kerja membangun peradaban luhur, dan tentu juga bisa minta maaf kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kan Indonesia negara yang berketuhanan meski bukan negara agama,” ujarnya.

Dalam lanskap budaya politik, menurut Janu, hal ini bisa saja menjadi tradisi bagus untuk mengurai konflik di masa lalu agar tidak selalu berujung membuat polarisasi baru. Misalnya dalam tradisi budaya kita kan ada pertaubatan bisa saja dibangun kerja peradaban baru politik dengan membuat tradisi baru permintaan maaf oleh negara diwakili pemerintah yang balutannya gerakan kultural merekonsiliasi (korektif) semacam pengakuan dosa negara diwakili pemerintah kepada Tuhan YME atas kesalahan kepada Bangsa Indonesia, kepada rakyat atau kepada pahlawan pendiri negara seperti Sukarno.

“Dalam khasanah tradisi kan biasa itu Raja mewakili kerajaan di Nusantara ini membuat semacam ‘ruwatan agung’ agar terhindar dari kuwalat telah berbuat salah di masa lalu misalnya,” imbuhnya. (pr)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *