Connect with us

Kabar

Mengingat Bung Hatta, Memural Flyover Cipinang

Published

on

JAYAKARTA NEWS – Usai memural di flyover Klender (10/8) dan Pasar Induk Beras Cipinang (25/8), Komunitas Kolaborasi, kolektif Jakarta Art Movement dan Papatong Artspace kembali beraksi. Akhir Agustus 2022, mereka kembali membuat karya ural di flyover Cipinang, Jakarta Timur (31/8).

Komitmen sejumlah personal dan komunitas kreatif serta seniman ini semata-mata untuk merayakan bulan sakral bagi bangsa Indonesia. Mural-mural ditorehkan di dinding kota yang bermuara pernyataan proklamator kita, Bung Hatta.

“Mendatangkan beras dari luar negeri itu adalah penghinaan bagi bangsa kita yang ber-Tanah Air luas dan subur,” ujar Bung Hatta. Kalimat itu dikutip dari teks-teks dalam kumpulan esainya di buku Koperasi Membangun dan Membangun Koperasi bertarikh 1971.

Teks mural terpampang di flyover sejajar rel keteta api dari jalan raya di stasiun Jatinegara menuju Bekasi . Karya itu menjadi akhir dari aktifitas di tiga titik mural. Kali ini, karya mural menimbang ingatan proklamator Bung Hatta. Di samping, menyampaikan visi berbangsa dengan isu utama kemandirian pangan dan nasib petani Indonesia.

“Prestasi swasembada beras tidak seiring sejalan dengan kesejahteraan petani sebagai produsen gabah dan beras. Seni mural di flyover Cipinang memberi pencerahan di bulan sakral ini. Ia mengingatkan kembali cita-cita Hatta,‘’ ungkap Bambang Asrini sebagai koordinator mural dan kurator yang bertanggungjawab dari kolektif Jakarta Art Movement.

Bambang Asrini

Bambang menjelaskan, pandangan Hatta puluhan tahun lampau itu, menemukan kontekstualnya. Utamanya dalam tiga pilar ketahanan pangan. Pertama, ketersediaan pangan yang berkualitas. Kedua, aksesibilitas dan ketiga distribusi dengan tata kelola yang benar. Di samping konsumsi serta pemanfaatan yang baik bagi seluruh rakyat Indonesia. “Seni mural adalah medium paling efektif ‘menghidupkan ulang’ sosok Hatta dan isu kemandirian pangan,” imbuhya.

Sementara itu, Sonny Muhammad, ketua Komunitas Kolaborasi menambahkan mengutip pidato radio Hatta. “Pidato Radio pada peringatan Hari Koperasi I tahun 1951 dibukukan pada 1971. Judul buku itu Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun. Di situ Hatta memberi fundamen tugas koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional yang ideal,” tuturnya.

Sedangkan, pendiri Papatong Artspace, seniman Yeni Fatmawati menilai kutipan Hatta sangat tepat. “Kalimat Bung Hatta sebagai pengingat yang dihadirkan berupa mural-mural oleh sejawat seniman. Bulan kemerdekaan seharusnya jadi momen reflektif kita semua. Dalam 77 tahun menjadi bangsa yang baru berkomitmen untuk membangun dan saling memberi kontrol,” ujarnya.

Hatta dan Kedaulatan Pangan

Pokok-pokok pikiran Hatta, jika dikaitkan dengan kemandirian pangan, maka bisa dijabarkan sesuai konteksnya hari ini. Pertama memperbanyak produksi pangan. Kedua pemperbaiki kualitas dari pangan. Ketiga memperbaiki distribusi dan pengelolaan. Keempat mengontrol harga secara adil diantara produsen, pedagang sampai konsumen. Kelima memangkas jalur tengkulak. Keenam  memperkuat pengumpulan dan penyatuan aset/modal secara gotong royong dan terakhir ketujuh: ketersediaan lumbung-lumbung pangan di daerah.

Khudori, seorang aktifis di Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) dan Komite Pendayagunaan Pertanian (KPP) menyorot swasembada beras. Menurutnya isu swasembada beras oleh International Rice Research Institute (IRRI), pada 14 Agustus 2022 perlu dicermati.

“Penghargaan Acknowledgment for Achieving Agri-food System Resiliency and Rice Self-Sufficiency during 2019-2021 through the Application of Rice Innovation Technology mengulang capaian pada 1984. Saat itu, Indonesia diganjar penghargaan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) karena mampu swasembada beras. Tapi, capaian itu hanya bisa dipertahankan beberapa tahun.” ujarnya.

Dalam periode panjang, selama berdekade-dekade, Indonesia menjadi importir beras rutin. “Sebenarnya, pengakuan Indonesia tidak mengimpor beras periode 2019-2021 itu khusus untuk beras umum atau beras medium. Yang diimpor hanya bisa dilakukan oleh Bulog”.

Masalahnya, kata dia, prestasi ini tidak seiring sejalan dengan kesejahteraan petani sebagai produsen gabah dan penggilingan sebagai produsen beras. Sejak ada beleid harga eceran tertinggi (HET) pada September 2017, petani menerima harga gabah yang rendah dan terus menurun. Hal serupa terjadi pada penggilingan padi. Harga beras di konsumen terus tertekan.

“Bagi yang menggunakan kaca mata kuda, harga gabah dan beras stabil adalah prestasi membanggakan bagi pemerintah. Stabilnya pasokan dan harga membuat inflasi yang disulut oleh beras akan rendah. Namun pandangan ini amat bias kepentingan konsumen dan abai kepentingan produsen, yaitu petani,” ujar Khudori menambahkan. (pr)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *