Connect with us

Feature

Debat AA Maramis dengan Bung Karno tentang Wilayah NKRI

Published

on

Catatan SR Handini BM

SR Handini BM di pusara AA Maramis, TMP Kalibata.

Tahukah Anda, jelang proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945, para tokoh pejuang terlibat perdebatan keras. Debat dalam banyak hal. Mulai dari bentuk negara, dasar negara, sistem pemerintahan, hingga cakupan wilayah yang akan disebut sebagai Indonesia.

Semua diawali dari Badan Usaha Penyelidikan Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Sidang pertama BPUPKI pada 29 Mei hingga 1 Juni 1945 guna merumuskan dasar negara Indonesia. Kita tahu, 1 Juni 1945, Bung Karno menyampaikan pidato yang sekarang kita peringati sebagai Hari Kelahiran Pancasila. Sedangkan sidang kedua BPUPKI dilakukan pada 10-17 Juli 1945.

Dalam kisah itu pula, tulisan tentang Alexander Andries Maramis (AA Maramis) ini menjadi relevan. Menjadi kian relevan saat kita baru saja memperingati Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke-77.

Risalah RM AB Kusuma

Ada begitu banyak referensi yang pernah terpublikasi. Sejarah “kelahiran NKRI” sempat simpang siur. Beruntung ada RM A.B. Kusuma, seorang peneliti senior Pusat Studi Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Dia adalah peneliti yang paling tekun mendalami materi “Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945”.

Buku terbitan 2009 itu memuat Salinan dokumen otentik Badan Oentoek Menyelidiki Oesaha-Oesaha Persiapan Kemerdekaan. AB Kusuma bahkan merevisi risalah terbitan Sekretariat Negara tahun 1992 (termasuk revisi tahun 1995 yang ternyata masih keliru).

Melalui penelusuran mendalam, Kusuma menemukan dokumen otentik yang ia sulam satu per satu, mengisi hari demi hari selama masa persidangan BPUPK. Hari apa, tanggal berapa, siapa bicara apa. Begitu seterusnya. Untuk menyusun buku itu, ia berburu dokumen ke berbagai penjuru dunia.

Kabinet Pertama Republik Indonesia. AA Maramis (berdasi) berdiri di belakang Bung Hatta.. (ist)

Dari Belanda ke Jepang

Topik tulisan ini langsung menuju ke buku AB Kusuma halaman 251 – 262. Bagian itu memuat materi Rapat Besar BPUPK hari Rabu tanggal 11 Juli 1945. Sidang dipimpin Dr. Radjiman Wedyodiningrat, Ketua BPUPK. Ia mempersilakan Moh. Hatta bicara.

Tokoh Sumbar itu kemudian hari menjadi Wapres. Hatta menyarankan agar kita berhati-hati memasukkan wilayah Malaka dan Papua ke wilayah Indonesia. Hatta cenderung membatasi wilayah hanya pada eks jajahan Belanda yang disebut Hindia Belanda, lalu menjadi To Indo saat Jepang berkuasa.

Pikiran memasukkan wilayah Malaka dan Papua ke wilayah Indonesia, dikhawatirkan menimbulkan kesan buruk dunia. Hatta tidak ingin kita merdeka dari penjajahan, lalu mendapat stigma baru sebagai penjajah (Malaka dan Papua).

Usai Hatta, Dr Radjiman mempersilakan Bung Karno bicara. Bung Karno menegaskan dirinya sejak usia 18 sampai 43 tahun, tak kurang dari 25 tahun lamanya, berjuang melawan imperialisme. Bung Karno menyampaikan impiannya tentang Pan Indonesia.

Pan Indonesia tidak saja wilayah Indonesia (sekarang), tetapi termasuk di Malaya, Papua, dan kepulauan Filipina. Akan tetapi, Filipina (saat itu) sudah merdeka. Indonesia menghormati kemerdekaan Filipina.

AA Maramis (tanda X) di belakang Bung Karno. Tampak Moh Yamin di belakang Maramis. (foto: KTLV)

Dai Nippon menjanjikan kemerdekaan To Indo (Indonesia). Akan tetapi, Dai Nippon tidak pernah mengatakan To Indo adalah Hindia Belanda. Satu hal lagi, Indonesia merdeka bukan ahli waris Belanda. “Kita di sini membicarakan kepentingan tanah air kita sendiri. Tidak sebagai ahli waris Belanda, dan tidak diikat oleh sesuatu moral yang diadakan oleh Belanda.”

Di antara pidatonya, Bung Karno menambahkan, “…di rumah saya terletak berpuluhan surat dan telegram yang asalnya dari Malaya, yang maksudnya minta dipersatukan dengan Indonesia”.

A.A. Maramis (tengah) sewaktu masih muda sekitar tahun 1920an . Foto ini ada pada buku “In het Land der overheersers’ Editor Poeze. A.A. Maramis berpose bersama empat rekan-rekannya mahasiswa Indonesia asal Jawa dan Sumatera. Mereka antara lain Datuk Pamoentjak (kanan), Subardjo (kiri), Sunaryo. (ist)

Pidato AA Maramis

Di tengah perdebatan itulah, AA Maramis menyampaikan pidato, yang (untungnya) dokumen otentiknya berhasil ditemukan oleh AB Kusuma. Kutipan lengkapnya sebagai berikut”

Tuan ketua yang terhormat, Siang yang terhormat.

Dalam usaha akan menetapkan daerah-daerah yang dimasukkan ke dalam Negara Indonesia Merdeka, saya berpendapat bahwa kita tidak hanya harus melihat kepada sejarah bangsa Indonesia, tetapi kita harus melihat juga kepada hukum internasional.

Tuan ketua yang terhormat, dalam peperangan ini Dai Nippon telah menguasai beberapa daerah-daerah yang dahulu dikuasai oleh negara-negara yang lain. Saya berpendapat bahwa, karena pemerintah Belanda telah meninggalkan negara Hindia Belanda di dalam taun 1940, Pemerintah Belanda itu boleh dianggap tidak ada lagi.

AA Maramis. (ist)

Oleh karena itu, karena Dai Nippon telah menduduki negara Indonesia, Dai Nippon sudah bisa menganggap daerah ini sebagai daerah yang sudah takluk kepada Dai Nippon. Akan tetapi daerah-daerah Malaka, Borneo Utara, Timor Portugis dan sebagian dari Papua, daerah ini dahulu di bawah taklukkan negara Inggris. Maka oleh karena itu saya berpendapat, bahwa kita mufakat sekali dengan pendapat anggota-anggota Muhammad Yamin dan Ir Soekarno, bahwa kita harus menilik juga dari sudut internasional.

Seperti saya katakan tadi Indonesia sudah dikuasai oleh Negeri Dai Nippon, kita sudah bisa menetapkan sekarang, bahwa kita suka melepaskan diri, memang sudah melepaskan dari Pemerintah Belanda. Akan tetapi Pemerintah Inggris dan Portugis masih hidup lagi, Tuan Ketua. Oleh karena itu harus kita menunggu, bagaimana sikapnya penduduk Malaya, Borneo Utara, Timor, dan Papua yang di bawah kekuasaan negara Inggris, kita harus menunggu.

Tuan-tuan anggota-anggota yang terhormat,

Tuan Anggota yang terhormat Agus Salim telah memberikan jalan, sebaiknya kita mohon kepada Pemerintah Dai Nippon supaya memberi jalan kepada rakyat Malaka, Borneo Utara, Timor, dan Papua yang dikuasai oleh Inggris, supaya menentukan nasibnya sendiri, apakah rakyat itu suka bersama-sama dengan rakyat Indonesia. Saya ulangkan lagi, kita harus menilik hal ini, hal menetapkan daerah dimasukkan dalam daerah Indonesia kita, harus menyelidiki ini dari sudut hukum internasional.

Delapan Wilayah

Sejarah kemudian mencatat, Indonesia merdeka terbentuk dengan delapan provinsi. Berikut delapan provinsi berikut nama gubernurnya, pada saat Indonesia merdeka 1945.

  • 1. Sumatera (Teuku Mohammad Hasaan)
  • 2. Jawa Barat (Sutardjo Kartohadikusumo).
  • 3. Jawa Tengah (R.A. Panji Soeroso).
  • 4. Jawa Timur (R.M. Suryo).
  • 5. Maluku (Mr. J. Latuharhary).
  • 6. Sulawesi (R. G.S.S.J. Ratulangi).
  • 7. Kalimantan (Ir. Pangeran Mohammad Noor).
  • 8. Sunda Kecil (Mr. I. Gusti Ketut Pudja).
Bung Karno pada sidang BPUPKI. (ist)

Jelas, pada akhirnya, angan-angan Bung Karno tentang wilayah Pan Indonesia, telah kandas. Yang mengandaskan antara lain oleh AA Maramis, yang didukung Bung Hatta dan Agus Salim. Sejarah mencatat, tanggal 1 Mei 1963, Papua masuk Indonesia. Kedudukan Papua Barat semakin pasti setelah diadakan referendum act of free choice atau Pepera pada 1969. Hasil Pepera membuktikan bahwa sebanyak 1.025 rakyat Papua atau Irian Barat memilih tetap menjadi bagian dari Indonesia.

Lalu Bung Karno melancarkan Operasi Dwikora yang menyulut konfrontasi Indonesia–Malaysia atau Konfrontasi Borneo. Sebuah konflik bersenjata dari tahun 1963 hingga 1966 yang bermula dari penentangan Indonesia terhadap pembentukan Federasi Malaysia. Setelah Soekarno digulingkan pada tahun 1966, perselisihan berakhir secara damai dan negara Malaysia terbentuk.

Bagaimana dengan Timor Timur? Sejak 17 Juli 1976, Timor Timur resmi “bergabung” dengan Indonesia. Proses integrasi Timtim didahului rangkaian invasi militer rezim Orde Baru dan disebut-sebut mendapat dukungan dari Amerika Serikat (AS).

Tentang AA Maramis

AA Maramis di usia tua. (ist)

Patut kiranya kita mengenangkan salah satu pahlawan nasional kita dari Kota Tinutuan, Sulawesi Utara. Sebuah kenangan 125 tahun Alexander Andries Maramis, yang lebih dikenal dengan Mr A.A.Maramis.

Ia dilahirkan 20 Juni 1879 di Paniki Bawah. Keluarga Maramis merupakan keluarga terpandang di Minahasa. AA Maramis merupakan keponakan Maria Walanda Maramis (Pahlawan Wanita asal Minahasa).

Pendidikan yang pernah dienyamnya Europesche Lagere School (ELS) di Manado, HBS di Jakarta. Mencapai gelar Meester in de Rechten di Universitas Leiden Belanda bersama sahabatnya Achmad Subardjo dan Natsir Datuk Pamuncak.

Sepulang dari Belanda Maramis melanjutkan tradisi keluarga bekerja sebagai advokad. Sempat praktek pengacara di Palembang, Tanjung Karang, Jakarta dan Semarang. Alex muda pada tahun 1928 menikah dengan wanita keturunan Belanda, Elizabeth Marie. Sayang, mereka tidak dikarunia keturunan.

AA Maramis berkiprah di dunia politik sejak terlibat sebagai Anggota BPUPKI. Bahkan ia sebagai Panitia Inti/Panitia Kecil yang terkenal dengan sebutan Panitia 9 (Diketuai oleh Ir Soekarno, wakilnya Mohammad Hatta).

Pria yang pandai bermain biola, semasa kuliah aktif dalam Indonesische Vereniging (kemudian menjadi Perhimpoenan Indonesia). Anggotanya terdiri dari para mahasiswa Indonesia di Belanda dan Eropa. Antara lain Hatta, Ahmad Subardjo dan Iwa Kusumasumantri. Maramis juga menjadi Anggota Komite Nasional Pusat Indonesia (KNIP), serta Anggota Perumus Asas Negara RI dan Undang Undang Dasar 1945.

Setelah Indonesia merdeka, Maramis menjabat Wakil Menteri Keuangan dan Menteri Keuangan pertama dari tahun 1945 hingga tahun 1948. Ia merangkap Menteri Luar Negeri di masa genting.

Di masa itulah Alex, panggilan akrabnya, sebagai Menteri Keuangan yang menandatangani Oeang Republik Indonesia (ORI) pertama. Sebanyak 15 mata uang rupiah tahun 1945 -1947. Tahun 2007 pencapaian tersebut tercatat dalam Museum Rekor Indonesia.

Uang Rp. 100 dengan tanda tangan AA Maramis. (ist)

Jabatan penting lainnya, Dubes Istimewa berkuasa penuh pengawas semua perwakilan RI di Luar Negeri. Serta pernah menjadi Duta Besar di Jerman Barat, Filipina dan Rusia.

Hingga pensiun, Maramis masih dipercaya masuk Panitia 5, Kesatuan Tafsir Pancasila sebagai yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Diketuai Moh Hatta dengan anggota Achmad Subardjo, Sunarjo, Pringgodigdo dan A.A.Maramis. Ini merupakan dharma bakti AA Maramis terakhir untuk NKRI diusianya yang ke 78 tahun.

AA Maramis adalah satu dari 45 pendiri Negara Kesatuan RI, penerima Anugerah Bintang Republik dan Mahaputera (tahun 1992).                                

Pada tanggal 31 Juli 1977 AA Maramis wafat. Tepat setahun setelah ia kembali ke Jakarta dari sebelumnya lama bermukim di Lugano, Swiss. Jazadnya kini dalam pelukan hangat bumi Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan. (Berbagai sumber)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *