Kabar
Komnas Perlindungan Anak, Dukung BPOM untuk Label Peringatan Konsumen Pada Galon Guna Ulang
.JAYAKARTA NEWS – Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait di tengah kesibukannya mengatasi masalah kejahatan kepada anak-anak tetap konsen dan konsisten menyangkut bahaya Bisphenol A (BPA) bagi bayi, balita dan janin pada ibu hamil.
“Sekali lagi Komnas Perlindungan Anak menegaskan dan mendukung BPOM untuk segera melabeli galon isi ulang yang mengandung BPA. Jadi galon-galon plastik dan wadah makanan lain yang mengandung BPA harus segera diberi label tidak untuk dikonsumsi bayi, balita dan ibu hamil atau janin,” tandas Arist Merdeka Sirait saat ditemui di kantornya di jalan TB Simatupang No 33, Pasar Rebo Jakarta Timur, baru-baru ini.
Pernyataan Sirait bukan tanpa alasan. Sirait merujuk perkembangan hasil penelitian dari Universitas Harvard, Chicago’s School of Public Health dan lembaga ilmu kedokteran lainnya menyatakan dalam hasil penelitiannya menemukan bahwa bahan kimia tertentu yang ditemukan dalam plastik, bisphenol A (BPA), dapat menjadi racun dalam tubuh yang memicu penyakit seperti kanker payudara dan kanker hati. Penelitian tentang efek mengonsumsi bahan kimia yang terpapar BPA dari plastik pun terus berlanjut.
“Jadi penelitian terbaru dari Harvard dan lembaga ilmu kedokteran lainnya menyatakan temuan baru bahaya BPA yang dapat menimbulkan kanker payudara dan kanker hati,” ungkap Arist Merdeka pada, Senin 21 Juni 2021.
Selain itu pada 1 Juni 2021 https://neurosciencenews.com/bpa-brain-development-18528/ memuat tentang penelitian Dr Deborah Kurrasch.
Melalui karya para peneliti seperti Dr. Deborah Kurrasch, PhD, implikasi dari bahan kimia ini sedang dieksplorasi secara menyeluruh. “Produsen mengikuti standar yang ditetapkan oleh badan pengatur, bukan tanggung jawab produsen untuk membuktikan bahan kimia dalam produk konsumen aman,” kata Kurrasch, seorang peneliti di Universitas Calgary’s Hotchkiss Brain Institute (HBI) dan Alberta Children’s Research Institute di Cumming Sekolah Kedokteran. “Para ilmuwan memainkan peran penting dan melakukan pekerjaan yang cermat untuk menentukan di mana letak risikonya.”
Penelitian Kurrasch selama dekade terakhir telah berfokus pada bahan kimia yang dapat dikenali secara luas: Bisphenol A, juga dikenal sebagai BPA. Bahan kimia ini umumnya ditemukan dalam plastik, pelapis makanan kaleng, dan bahkan kuitansi termal. Studi terbaru dari laboratorium Kurrasch, yang diterbitkan di Science Advances, menunjukkan bahwa kewaspadaan berkelanjutan diperlukan.
Sementara itu, seorang peneliti postdoctoral di labnya, Dr. Dinu Nesan, PhD, meneliti dampak rendahnya tingkat paparan BPA pada tikus hamil dan perkembangan otak anak mereka. “Tujuan kami adalah untuk memodelkan tingkat BPA yang setara dengan apa yang biasanya terpapar pada wanita hamil dan bayi yang sedang berkembang,” katanya.
“Kami sengaja tidak menggunakan dosis tinggi. Faktanya, dosis kami 11 kali dan hampir 25 kali lebih rendah daripada yang dianggap aman oleh Health Canada dan FDA (Administrasi Makanan dan Obat AS). Bahkan pada tingkat rendah ini, kami melihat efek pada perkembangan otak prenatal pada tikus.”
Dengan menggunakan model paparan BPA ini, Nesan menemukan perubahan mencolok pada wilayah otak yang bertanggung jawab untuk mendorong ritme sirkadian, nukleus suprachiasmatic, yang terletak di hipotalamus. Ketika sebelum lahir terpapar BPA tingkat rendah ini, nukleus suprachiasmatic gagal berkembang dengan baik.
Para peneliti berharap temuan mereka akan menambah tekanan berkelanjutan pada badan pengatur untuk terus meninjau kembali penentuan mereka tentang tingkat BPA yang aman.
Dari penemuan yang dilakukan para ahli diluar negeri tentang bahaya BPA, Arist Merdeka Sirait sangat mendukung BPOM untuk segera melakukan pelabelan pada galon guna ulang yang berkode daur ulang nomor 7.
“Kami tidak dalam posisi melarang peredaran galon guna ulang, tapi kami hanya ingin adanya pelabelan untuk informasi kepada masyarakat bahwa galon guna ulang yang mengandung BPA agar tidak dikonsumsi oleh bayi, balita dan janin pada ibu hamil demi kesehatan mereka,” ungkap Arist.
Dalam kesempatan yang berbeda, Ketua Jurnalis Peduli Kesehatan dan LIngkungan (JPKL), Roso Daras mengatakan bahwa JPKL beberapa hari lalu menerima surat balasan dari BPOM. “Kami mengucapkan terima kasih atas balasan surat dari BPOM. Artinya selama ini antara JPKL dan BPOM telah menjalin komunikasi,” tutur Roso Daras.
Hanya saja, Roso Daras kembali menegaskan agar tidak terjadi kesalahpahaman, hasil penelitian yang telah dilakukan BPOM terhadap galon guna ulang dan dikatakan masih dalam ambang batas, ini perlu adanya penjelasan.
“Dalih bahwa kandungan BPA dalam galon guna ulang yang masih di ambang batas, sangat berbeda dengan hasil penelitian oleh laboratorium yang kami (JPKL-red) tunjuk. Bedanya bahkan sangat jauh. Demi, untuk, dan atas nama kesehatan anak serta janin, persoalan ini harus menjadi perhatian para pihak yang berkepentingan,” tambahnya.
Dalam kaitan itu pula, BPOM perlu menunjukkan sample yang dianalisis itu diambil dari mana. “Apakah galon yang baru keluar dari pabrik, galon yang ada di pasaran, galon lama. Adakah galon yang diteliti itu galon yang sudah terpapar matahari, sebab faktanya pengangkutan galon dari pabrik ke distributor menggunakan truk terbuka,” kata Roso.
Sementara, JPKL dalam melakukan penelitian telah menunjuk lembaga penelitian berstandar SNI dalam melakukan analisis. “Bukan hanya itu, kami menyerahkan berbagai jenis galon, mulai dari galon yang baru, galon lama yang terkena matahari, maupun galon yang tidak terkena matahari. Dan hasilnya, semua jenis galon yang diteliti tadi mengandung BPA di atas ambang batas. Artinya, berbahaya,” tandas Roso.
Roso Daras kembali menegaskan bahwa dalam kenyataannya hasil penelitian di luar negeri menunjukkan bahaya BPA, bukan hanya bagi bayi balita dan janin, yang terbaru bahkan bisa mengakibatkan kanker payudara, kanker hati, dan otak.
“Sudah semestinya BPOM sebagai institusi pengawas obat dan makanan mengambil peran dan fungsinya dalam melindungi rakyat. Caranya, melakukan pelabelan peringatan konsumen terhadap galon isi ulang yang mengandung BPA,” ujar Roso Daras. (*/mons)