Feature
Huta Ginjang, Negeri di Atas Kabut
Jayakarta News – Huta Ginjang, inilah sebenar-benarnya “negeri di atas kabut”. Satu di antara 16 geosite Kaldera Toba, yang terletak di Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara (Taput), Sumatera Utara ini sungguh mempesona dinikmati dalam segala cuaca.
Manakala langit cerah tak berkabut, Huta Ginjang menjanjikan panorama terindah di Sumatera Utara. Itu pasti. Dari tempat inilah, seluruh permukaan Danau Toba yang masyhur itu bisa disapu-pandang. Tanah kekuningan dengan hamparan tanah berpasir silika di atasnya, memancarkan binar-binar cahaya manakala diterpa sinar sang surya.
Sedangkan, saat kabut turun menyelimuti dataran tinggi Toba, kita laksana gatotkaca yang sedang terbang di atas awan. Kabut yang turun dengan tingkat gradasi kepekatan bervariasi, menyisakan celah-celah ruang yang bisa dipakai mengintip indahnya Danau Toba. Sesekali, tampak di kejauhan Pulau Samosir dan Pulau Sibandang, dua pulau di antara pulau-pulau kecil yang bepenghuni.
“Tak dapat disangkal, memang dari Huta Ginjang inilah spot terbaik untuk menikmati keindahan Danau Toba,” ujar Bernard Siregar, Manager Geosite Huta Ginjang kepada para wartawan yang terabung dalam Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI), sore tadi (14/11/2019).
Di hadapan puluhan wartawan yang datang dari Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jakarta dan lain-lain itu, Bernard berharap bisa menyiarkan keindahan Huta Ginjang ke seluruh penjuru Tanah Air, bahkan dunia. Bak gayung bersambut, para insan pers yang tengah mengikuti Kemah Pers Indonesia (KPI) di Pulau Sibandang itu pun, menanggapinya dengan antusias. Bernard hampir saja kewalahan meladeni rentetan pertanyaan wartawan. Tapi ia tampak sangat senang dengan kehadiran puluhan wartawan, di sore hari yang berkabut itu.
Diakui, keindahan Huta Ginjang yang berarti “desa yang tinggi”, adalah anugerah terindah yang diberikan Tuhan bagi masyarakat Sumatera Utara. Lokasi yang berada di ketinggian 1.650 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu, menjanjikan kesejukan abadi, sekalipun terik matahari menyengat kulit.
Sayangnya, Huta Ginjang, masih minim fasilitas. Kecuali papan petunjuk, bangunan-bangunan yang ada, belum merepresentasikan sebagai sebuah objek wisata yang representatif. Bahkan, petugas dinas pariwisata pun belum tampak hadir di sini.
Satu-satunya “kehidupan” yang tampak adalah adanya beberapa kios yang menyediakan aneka minuman, cemilan, dan mie instan, serta kaos-kaos bertuliskan “Toba Lake”.. Di depannya, berderet kanopi dengan jajaran meja dan kursi yang disediakan bagi para pelancong yang rehat.
Jika harapannya Huta Ginjang dibanjiri pelancong, stakeholder kepariwisataan Sumatera Utara, khususnya Tapanuli Utara masih harus bekerja ekstra keras menyediakan sarana dan prasarana yang memadai, laiknya objek wisata unggulan. “Memang, dari sembilan syarat setidaknya tiga yang mendesak harus diselenggarakan, yakni aksesabilitas, amenitas (fasilitas di luar akomodasi), dan atraksi. Nah, dua yang terakhir, amenitas dan atraksi, masih minim di sini,” ujar Bernard, dengan ekspresi datar.
Untuk akses, katanya, sangat bagus. Jalanan mulus beraspal sampai ke spot Huta Ginjang. Lokasi ini, bahkan hanya berjarak 15 menit berkendara dari Bandara Silangit. Sangat dekat. Sayang, fasilitas dan atraksi belum tergarap optimal. “Pernah ada beberapa kali atraksi kesenian di sini, sayangnya bukan atraksi yang melibatkan masyarakat sekitar geosite ini. Idealnya, masyarakat Huta Ginjang-lah yang disiapkan untuk mengisi atraksi rutin,” harapnya.
Namun, harapan kebaikan itu tersembul, demi mengingat pemerintah pusat telah menetapkan Danau Toba sebagai “Bali Kedua”. Itu artinya, dalam waktu yang tidak lama –mestinya—Huta Ginjang bakal dilengkapi amenitas dan atraksi yang bisa menahan turis bertahan lebih lama. (roso daras)
BACA JUGA: