Connect with us

jayakartanews.com

Dagelan Politik, Tuntutan Memakzulkan Jokowi

Published

on

Presiden Joko Widodo saat tiba di Manila dalam lawatannya di Filipina pada 9 Januari 2024. (Foto: Screen shot Sekretariat Presiden)

JAYAKARTA NEWS – Tuntutan kelompok “Penegak Kedaulatan Rakyat” (PKR) untuk memakzulkan Presiden Joko Widodo sebelum pelaksanaan Pemilu serentak pada Februari 2024, tidak lebih dari dagelan politik.

Hal itu dikatakan Djuni Thamrin, sekretaris Pusat Kajian Bela Negara Universitas Bhayangkara Jakarta Raya saat diminta tanggapannya terkait dengan acrobat politik yang dilakukan 100 orang tokoh yang menamakan diri sebagai  PKR. Selasa lalu (9/1/2024) mereka  menemui Menko Polhukam, Prof. Mahfud MD. Dalam pertemuan itu mereka mendesak Presiden Jokowi dimakzulkan sebelum Pemilu.

 “Peristiwa itu  merupakan dagelan politik, dimana para pelakonnya tidak mengerti Tata Negara dan aturan perundang-undangan. Ini bukti bahwa kita masih belum dewasa dalam berdemokrasi,” ungkap  Thamrin.

“Pemilu merupakan instrumen formal demokrasi. Pada pelaksanaannya harus diletakkan dan dijaga dengan etika yang baik dan demokrasi yang matang,” katanya. Dia mengingatkan, bangsa Indonesia kini tengah  menjalankan tahapan pemilu yang LUBER dan demokratis. “Ini tidak boleh disela dengan beragam interupsi politik yang berpotensi menyulut keributan dan menggagalkan tahapan pemilu yang mau take off ini,” tandas Thamrin

Dikatakan,pemakzulan Presiden adalah urusan politik di DPR yang harus mengikuti tata cara yang sudah diatur, sebagai salah satu  mekanisme check and balance. Jadi, ‘salah kamar’  para inisator mengadu dan minta Kemenko Polhukam mendorong inisiasi pemakzulan Presiden.

Untuk pemakzulan Presiden diperlukan 2/3 dari anggota DPR menyetujui agenda tersebut dan 2/3 yang hadir melakukan pemungutan suara. Saat kini semua anggota DPR tampaknya sedang mengurus nasib masing-masing untuk menghadapi kontestasi pemilihan umum. “Hampir tidak mungkin dapat mewujudkan desakan tersebut,” kata dosen UBJ itu.

Tuntutan dan agenda pemakzulan itu  bisa diwujudkan sebagai gerakan, jika massif dan menjadi perhatian nasional, dimana Presiden terbukti telah melanggar sumpah atau melakukan tindakan pidana berat atau melakukan korupsi tingkat tinggi, sehingga memang harus di Makzulkan.  Tuntutan tersebut juga harus disertai pula dengan bukti-bukti awal yang kuat.

Langkah berikutnya, gerakan itu perlu   mendapat persetujuan dari 2/3 anggota DPR untuk menjadikan diproses selanjutnya. Dalam kasus ini, tuntutan seperti sekarang ini terkesan sangat “garing” dan terlihat menjadi komoditas politik praktis dalam suatu kontestasi.  “Semacam agenda setting tertentu untuk di goreng-goreng seperti yang sering terjadi dalam setiap pemilu” ungkap Thamrin.

Potensi Ganggu Stabilitas Nasional

Kita harus mewaspadai bahwa gerakan politik ini tidak murni untuk koreksi perbaikan demokrasi Indonesia di masa mendatang. Tetapi merupakan gerakan politik untuk “melakukan testing” atas stabilitas nasional” ungkap Djuni Thamrin lebih jauh.

Polri mempunyai tanggung jawab untuk mewaspadai secara professional gerakan ini.  Bila penyelenggara pemilu dan penanggung jawab keamanan dalam negeri lengah, maka gerakan ini dapat mengecoh rakyat dan mengganggu keamanan dalam negeri.  Bahkan, pada tingkatan tertentu dapat mengganggu jalannya pemilu serentak yang baru pertama kali dijalankan di Indonesia. Polri perlu antisipasi akurat terhadap gerakan ini demi  menjaga keamanan dan tertib sosial dalam negeri.

Thamrin mencatat, Polri  juga pernah diisyukan tidak netral dalam pemilu serentak ini, kali ini dapat menunjukan pada publik bahwa Polri netral dan profesional dalam mengawal pemilu serentak. Dengan menggunakan kasus ini, Polri justru sekaligus dapat menunjukan pada publik bahwa Polri dapat menegakan hukum dan menjaga keamanan dalam periode pemilu serentak.  Upaya preventif dan preemtif dapat dilajankan oleh Polri dalam menangani kasus tuntutan pemakzulan presiden Jokowidodo ini. Sehingga gerakan ini tidak sempat membesar dan meluas serta mendapatkan dukungan yang luas dari warga negara lainnya.

Saat kini, Polri perlu mengakomodasi kelompok intelektual yang dapat memberikan argumentasi akademis yang menopang tugas-tugas Polri yang harus disebar secara masif oleh media massa dan media sosial.  Kelompok ini perlu memproduksi dan mengkonstruksi diskursus positif kebangsaan, amanan dan keberhasilan pembangunan di semua sektor dan wilayah. Termasuk mengconter logika pemakzulkan presiden di masa-masa pemilu seperti ini. Kelompok ini sedapat mungkin bisa dengan cepat memberikan masukan pada Polri dan sekaligus dapat membantu mengconter “kecaman” publik pada Polri.  Secara jangka menengah, diharapkan kelompok ini dapat memberikan konstruksi yang kokoh terhadap kerja-kerja Polri, sekaligus dapat melakukan ceking terhadap kepuasan warga pada pelayanan Polisi di secara cepat. Demikian, semoga kinerja Polri semakin meningkat dimasa mendatang. Sehingga agenda-agenda politik bangsa dapat berjalan secara lancar dan produktif.(sm)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *