Connect with us

Feature

Arab Saudi Bisa Jadi Tujuan Wisata Di Masa Depan

Published

on

Kalau dilihat dari atas, kawasan Al-Ula tampak menakjubkan penuh dengan situs arkeologis yang belum diketahui arti atau maksudnya dan ditambah sebuah kota kosong. Kawasan seluas 22.500 kilometer persegi merupakan wilayah penuh dengan warisan budaya besar.

Tim survei, baru-baru ini, menyebutkan mereka sudah berhasil mengidentifikasi ratusan situs arkeologis dan menemukan bukti-bukti kawasan ini pernah ditinggali manusia dengan budaya tinggi jauh lebih lama dari yang diperkirakan sebelumnya. Mereka juga menemukan struktur-struktur bangunan aneh yang fungsi atau maknanya masih diselimuti misteri.

Amr Al Madani, CEO Komisi Kerajaan untuk Al-Ula (RCU), yang dibentuk Juli lalu, berharapkawasan ini akan mulai menerima turis dalam waktu empat tahun mendatang atau sekitar tahun 2022 dan pada tahun 2035, setelah seluruh proyek selesai, maka sebanyak 1,5 juta turis akan berkunjung setiap tahunnya.

Sebagai pembanding, 446.000 orang mengunjungi Petra di Yordania dan 5,4 juta turis mengunjungi Mesir pada tahun 2016. “Al-Ula akan jadi warisan budaya yang hidup, museum alam dan budaya, sebuah tujuan (wisata) yang akan mengejutkan dan menyenangkan, “ tuturnya.

Sejauh ini kunjungan ke Arab Saudi hanya bekerja, bisnis, atau religius. Upaya mengembangkan turisme menjadi bagian dari reformasi ekonomi, yang dirancang akan mengakhiri ketergantuan negara ini pada ekspor minyak dengan visi 2030-nya.

Selain Al-Ula, Saudi juga membangun resor-resor disepanjang pantai Laut Merah dan enam taman bermain – seperti Dunia Fantasi di Ancol — di Ibukota Riyadh. Namun visa kunjungan turis, yang direncanakan keluar bulan April 2018, belum ditetapkan dan masih dibahas oleh Kerajaan.

Potensi turisme terbesar Arab Saudi ada di Mada’in Salih. Sebuah wilayah dengan koleksi 111 kuburan kuno yang dipahat pada tebing batu, yang juga satu dari empat situs warisan budaya UNESCO. Mada’in Salih dibangun oleh Nabatean, sebuah peradaban yang juga membangun kota Petra di Yordania.

Saat ini, Mada’in Salih, bagian dari Al-Ula,  masih tertutup untuk umum. Kawasan ini akan kembali dibuka setelah RCU mengatur agar situs bisa dilihat banyak orang tapi juga terjamin kelestariannya.

Rebevva Foote, arkeolog yang bekerja untuk RCU, sedang melakukan survei untuk mendokumentasi semua bekas aktivitas manusia di masa lalu dan membuat sebuah daftar yang akan membantu situs mana yang perlu dipelajari kembali, konservasi, dan mengambangkan turisme.

Lembah Al-Ula, ketika masih kaya akan sumber air, menjadi lintasan perdagangan selama ribuan tahun. Para pedagang membawa kemenyan, dupa, dan batu mulia. Menurut Foote , kota besar pertama di lembah, Dedan — sekarang disebut Al-Khurayba — dibangun pada tahun 100 SM. “Rute dari selatan ke Mesapotamia, Mesir, dan seterusnya di bagian barat Semenanjung Arab,” jelas Foote. Jalur yang ditandai dengan oasis – oasis seperti gambar titik-titik. “Oasis menyediakan air untuk orang dan binatang. Dan Unta, yang minum sekali-kali, memungkinkan perjalanan panjang,” imbuhnya.

Namun jalur perdaganan ini pelan-pelan ditinggalkan setelah kapal dibuat dan mampu mengarungi Laut Merah.

Lembah ini sepi selama ratusan tahun dan kembali hidup setelah Islam hadir di Timur Tengah. “Mekah dan Medina jadi pusat keagamaan dan tujuan para peziarah. Al-Ula selalu dilintasi oleh peziarah yang mengambil rute selatan dari Suriah.”

Para arkeolog, beberapa tahun terakhir, memusatkan risetnya pada Mada’in Salih, Al-Khuraybah, dan Kota Tua Al-Ula. Kota ini, yang kosong, terdiri dari rumah-rumah terbuat dari batu dan bata. Menurut Foote, kota ini sudah ditinggali sejak abad ke 12 sampai tahun 1980-an.

Mereka juga menemukan tembok batu bertuliskan beberapa bahasa, Aramaic, Arabic, Nabataean, Yunani dan Latin. Tulisan-tulisan ini belum diterjemahkan dan diteliti lebih lanjut. Selain itu, ditemukan seni batu bergambar, yang berasal dari masa sebelum ada bahasa tulis. Seni batu ini memberikan penjelasan, “Ada gambar Jerapah, Burung Unta, Gajah, Unta dan gambaran perburuan binatang liar,” jelas Jamie Quartermaine, yang melakukan survei dengan bantuan teknologi tinggi.

Gambar binatang-binatang itu memberi petunjuk usia seni gambar itu. “Jerapah dan Burung Unta berasal dari periode sebelum tahun 6.000 SM, saat mereka hidup di sekitar lembah. Namun catatan perubahan iklim memperlihatkan wilayah ini berubah dari padang sabana menjadi gurun. Ketika kawasan jadi kering, binatang terdesak ke selatan di Afrika,” jelasnya.

Tingkat pelestarian di Al-Ula sangat baik. Di gurun yang juga berarti tidak ada erosi air dan banyaknya batu disekitar lokasi menyebabkan bangunan-bangunan tidak perlu dirobohkan, yang biasa terjadi di tempat lain ketika manusia ingin membangun struktur yang lain.

Struktur paling banyak di Al-Ula adalah kuburan batu, berupa tumpukan batu berbentuk lingkaran atau persegi-panjang. “Kami belum memverifikasi usia (kuburan batu ini), namun sebagian tampak berasal paling tidak dari tahun 4.000 SM,” jelas Foote. Dia menambahkan ada kemungkinan sampai pada masa Neolithic (10.000 sampai 4.500 SM). “Temuan ini sangat menarik karena memperlihatkan kawasan ini sudah ditinggali manusia jauh lebih lama dari yang diperkirakan sebelumnya.”

Sementara itu, arkeolog David Kennedy, yang memimpin survei di Al-Ula bagian dalam dan satu tim dengan Foote, menjelaskan, “Dalam waktu 10 hari terbang (dengan helikopter) kami menemukan sekitar 4.000 situs”.

Bagian paling menarik adalah ‘Gerbang’ — berupa struktur batu seperti tembok dengan lubang pintu. Beberapa gerbang di Al-Ula sebesar 200 meter. “Pintu gerbang merupakan (struktur) unik di Arab Saudi. Saya belum pernah melihat ini ditempat lain. Tidak ada pintu masuk dan kami tidak tahu apa kegunaannya,” ujar Kennedy.

Jika turis datang ke Arab Saudi, tempat menonjol di Al-Ula tampaknya adalah Mada’in Salih, dan kota tua Al-Khuraybah.

Pemeintah Saudi sendiri sudah memandatangani kesepakatan dengan Perancis, yang akan mengembangkan Al-Ula sebagai tujuan wisata dengan pembangunan hotel, infrastruktur transportasi dan museum kelas dunia. Al-Madani mengantisipasi aka nada 50% pengunjung berasal dari Saudi dan kawasan Teluk dan 50% lain dari luar negeri.

Apakah turis akan datang di negara Islam, yang sangat konservatif ini. Apalagi berbagai pembatasan masih diberlakukan terhadap perempuan, kendati sudah agak dilongarkan khusus untuk turis — jika perempuan berusia 25 tahun lebih maka boleh berpergian tanpa dikawani oleh laki-laki (ayah atau keluarganya). Al Madani berkilah, mengunjungi tempat yang sangat unik akan menekan soal-soal seperti itu. “Saat mereka tiba disini, mereka akan menikmati keramahan kami, menerima tradisi dan kebiasaan setempat dan menghormati norma dan nilai komunitas dimana mereka bertemu.”

 

Sumber informasi: CNN

 

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *