Connect with us

Feature

Aqua Dwipayana, Aku Melihat-Aku Mendengar

Published

on

Aqua Dwipayana saat sharing tengah malam bersama teman-teman Jayakarta News di Wisma Ainard, Jl Miliran, Yogyakarta. (foto: dok jayakartanews)

JAYAKARTA NEWS – Ketika sebagian besar orang masih direpotkan dengan pencarian rezeki  atau materi, Aqua Dwipayana menyibukkan diri untuk berbagi. Ketika banyak di antara kita tersenyum lebar menerima hadiah-hadiah, Aqua Dwipayana justru kian berbunga-bunga ketika banyak menebarkan pemberian.

Pemberian darinya untuk orang lain, baik yang baru dikenal, rekan, kolega, sahabat, bisa berupa materi, kemudahan-kemudahan, ataupun pengalaman, dan ilmu. Bisa jadi ilmu yang terkristalisasi dari pengalaman dan pemikirannya dalam bentuk buku, serta ujaran-ujaran yang bernilai sabda.

Seperti malam itu ketika langit Yogya cukup cerah. Kami, teman-teman wartawan dari Jakarta (Jayakarta News), sekitar 30 orang dijamu makan malam di kafe Angkringan Gadjah Jalan Kaliurang. Sebelumnya kami diundang makan siang di resto serba jamur, Jejamuran, dengan menu-menu lezat.

Iswati dan Aqua Dwipayana

Saya sengaja pilih kursi dekat dengannya, dan satu meja pula. Saya ingin mendengar suara batinnya lebih dalam. Karena saya baru tahu sedikit tentang Aqua dari sebagian buku ikhwal dirinya, Produktif Sampai Mati. Wah…..? Tentu lewat tutur katanya dan apa yang tercerap pula dari batin saya.

Buku tersebut menginspirasi komunitas Cowas (konco lawas) kumpulan mantan wartawan/karyawan Jawa Pos dengan jargon mulianya: Seduluran sampek matek, nulis sampek tuwek (jalin persudaraan hingga ajal tiba, menulis sampai tua) . Aqua juga pernah menjadi wartawan Jawa Pos selama 6 tahun.

“Kalau diri kita bersih, kita akan jernih pula melihat sesuatu,” kata Aqua, penulis buku “Dahsyatnya Silaturahim” yang langsung bersarang dalam ingatan. “Sabda” ini tentu kita amini. Kita tahu, kebersihan diri utamanya adalah hati, intinya kalbu. Jika ia tercahayai, jika ia ikhlas, bahkan jia ia  pun acap dibasuh tetesan air mata dan rintihan doa, maka kita mampu melihat sesuatu, di balik yang tampak atau pun mendengar yang tak terucap.

Aqua kini terbilang motivator kondang. Jam terbangnya tinggi. Kalangan top pengusaha/pebisnis, para pimpinan, baik swasta maupun pejabat negara telah menjadi bagian dari kelas-kelas ceramahnya yang senantiasa memotivasi dan  menginspirasi. Ia pun sering menjadi pembicara di kalangan TNI/ Polri. Doktor ilmu komunikasi ini bukan hanya menjadi motivator nasional, tapi juga ke berbagai negara Asia, Eropa, dan Timur Tengah.

Namun Aqua memiliki masa lalu yang cukup memprihatinkan. “Saya anak orang miskin,“ akunya. Ayahnya seorang wartawan. Kalau sekarang wartawan kampunglah, begitu ia menyebut. Tapi sang ayah sangat perduli terhadap pendidikan anak-anaknya. Entah berapa sering orangtuanya harus berhutang demi anak-anaknya bisa sekolah.

Titah sang ayah yang selalu melekat dan menjiwai langkah-langkah Aqua hingga kini adalah rasa empati terhadap orang lain. “Jangan lihat orang itu kamu kenal atau tidak, bantulah.“

Tutur ayahandanya ini seperti terpatri dalam diri Aqua. Dan ketika segalanya sudah ia dapatkan, jiwa sosialnya seakan kian menemukan lahan yang subur. Memberi kesempatan padanya untuk leluasa berbagi. Implementasi harus menjadi muara dari cita-cita sosialnya, dan bertekad terus untuk meningkatkan pemberian.

Ia merasa sangat bersyukur. Dengan segala yang diperolehnya tidak membuatnya terbuai dalam sikap OKB (orang kaya baru). Yang biasanya cenderung berfoya-foya dan bermewah-mewahan. Jalan kesederhanaan menjadi pilihannya. Bahkan ia cenderung pelit kalau untuk diri sendiri.

Kalau soal pemberian atau menghadiahkan sesuatu kepada orang lain ia pilihkan yang first class. Tapi kalau untuk diri sendiri, misal mau naik pesawat, ia pilih yang kelas ekonomi saja. “Pilih  garuda merah saja ha….ha… ha…, pakai Lion,” ujarnya.

Aqua merasa biasa saja atas hidup yang dijalaninya. Kesederhanaan sangat disukai, dan kesederhanaan pula yang membuat rekan dan koleganya nyaman bersamanya.

Sekitar 85 persen rezeki yang diperoleh ia dermakan untuk kegiatan sosial. Ini tertulis pula dalam bukunya. Dan ketika saya singgung tentang keinginannya, maka “berbagi dan menyenangkan” banyak orang menjadi antusiasme yang tampak melekat pada jiwanya.

Ia menyebut orang yang kaya tapi pelit, itu sangat merugi. “Itu orang bodoh,  harta tidak dibawa mati, “ kata bapak dua anak ini. Bagi Aqua kekayaan bukan cuma materi. Kesehatan dan banyaknya teman justru merupakan kekayaan paling berharga.

Satu hal yang juga bisa saya catat dari perbincangan singkat dengan Aqua, bahwa ia tampak sangat bahagia bisa berbagi. Ia ingin selalu meningkatkan pemberian dan mampu menyenangkan banyak orang. Dan buku baru yang  sedang ia persiapkan berjudul  The Power of Giving.

Dari semua itu kita bisa duga, Aqua Dwipayana telah merasakan lezat nikmat dan bahagianya memberi dan berbagi. Maka penderitaan bagi orang seperti ini adalah ketika melihat penderitaan dan kepapaan sesama anak manusia. (iswati)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *