Connect with us

Feature

Sambut Natal dan Tahun Baru, Lima Pelukis Senior Gelar Pameran

Published

on

Oleh: RAKHMAT SUPRIYONO *)

Rakhmat Supriyono

Menyongsong perayaan Natal dan Tahun Baru 2023, lima pelukis senior tampilkan karya-karya terbaru mereka di “Posnya Seni Godod”, kawasan Suryodiningratan Yogyakarta, 11 hingga 25 Desember 2022. Kelima pelukis tersebut adalah Subroto, Godod Sutejo, Tulus Warsito, Herjaka, dan Hendro Purwoko.

Subroto, dosen senior jurusan Seni Lukis ISI Yogyakarta masih konsisten mengeksploitasi garis-garis minimalis yang spontan dan ekspresif. Pelukis kelahiran Klaten 1946 ini telah menggeluti dunia lukis sejak 1967 dan aktif berpameran di dalam dan luar negeri. Karya-karyanya menunjukkan ketangkasan menangkap subject matter, dituangkan ke kanvas secepat tarikan nafas. Lukisan berjudul Gambar Model (30 x 30 cm) diseslesaikan tak lebih dari sepuluh menit. Tak ada garis yang sia-sia. Subroto sangat efisien dalam penggunaan garis. Selebihnya, dia gunakan warna-warna transparan untuk memberi penekanan pada obyek sembari menggenapi komposisi. Teknik melukis yang menuntut skill tinggi ini sudah dilakoni Subroto selama puluhan tahun. Hasilnya adalah karya-karya lukis yang punya greget, unik, dan berkarakter.

Gambar Model (30 x 30 cm), acrylic, 2022.

Di samping Subroto ada pelukis spiritual Godod Sutejo, seniman ternama yang pernah malang melintang di Pasar Seni Jaya Ancol Jakarta, 1975 – 1990. Godod lahir di Giriwoyo Wonogiri, 1953. Sejak bocah ia diasuh eyangnya yang sangat kental dengan ajaran-ajaran kejawen, termasuk lelaku prihatin sebagai upaya pendekatan diri pada Sang Pencipta. Karya-karya Godod senantiasa merefleksikan keheningan alam semesta. Sosok-sosok manusia digambarkan sangat kecil dalam hamparan ruang kosong yang agung dan tak berbatas. Begitulah cara Godod mengagungkan Tuhan. Manusia adalah makhluk kecil dibandingkan jagat raya. Godod masuk ASRI tahun 1972 – 1977, lulus program Sarjana Muda. Tahun 1979 – 1982 melanjutkan studi jenjang Sarjana di STSRI ASRI (sekarang ISI Yogyakarta). Karya-karyanya tak sekadar goresan kuas, melainkan semacam torehan batin yang dilandasi mantra spiritual. Ada aura magis yang bisa dirasakan getarannya sesuai kadar sensitivitas pemirsa.

Air Terjun Bendung Kayangan (90 x 70 cm), acrylik, 2022.

Berikutnya adalah Tulus Warsito, pelukis yang pernah beberapa tahun tinggal di Amerika untuk mengajar batik dan kegiatan seni rupa. Tulus pernah belajar di STSRI ASRI (ISI Yogyakarta) jurusan Seni Patung. Kepekaan terhadap ruang tiga dimensional terlihat pada karya-karya lukisnya. Tulus Warsito sangat piawai mengelola elemen-elemen visual, terutama permainan bidang, garis, warna, titik, dan tekstur. Salah satu ciri khas dan keunikan karya Tulus adalah cara dia bermain shadow atau efek bayangan. Sesekali ia membuat tipuan optik melalui gradasi warna untuk membentuk kesan lekukan kain atau drapery. Menikmati karya-karya Tulus selalu menyenangkan, karena menawarkan komposisi visual yang dinamis, ritmik yang variatif, dan imajinasi yang unexpected.

Herjaka adalah pelukis yang sudah tidak asing dan cukup dikenal publik. Bergelut dengan kanvas sejak 1975 saat ia mulai belajar melukis secara akademis di SMSR Yogyakarta. Selain sekolah, Herjaka bekerja sebagai ilustrator majalah berbahasa Jawa. Tak jarang ia harus menggambar wayang purwa sebagai ilustrasi majalah. Bentuk-bentuk visual wayang purwa ia pelajari langsung dari beberapa dalang dan pengrajin wayang kulit.

Tangga ke Antah Berantah (90 x 90 cm), acrylik, 2019.

Setelah berproses selama satu dasawarsa, Herjaka melanjutkan studi ke jurusan Seni Rupa IKIP Yogyakarta, 1985 hingga selesai. Ketertarikannya pada wayang tidak surut, bahkan diperkaya lagi dengan narasi tembang macapat yang sarat makna. Pelukis kelahiran 1957 ini mulai tak puas dengan desain wayang purwa yang pipih (unprofil). Muncullah gagasan “liar” untuk mendeformasi wujud visual wayang yang pipih ke gambaran manusia yang volumetris. Tanpa menghilangkan karakter visual wayang. Herjaka melukis obyek wayang tidak dalam setting kelir wayang, melainkan adegan keseharian di taman, hutan, perbukitan, dan di ruang-ruang interior rumah Jawa. Tak jarang Herjaka menyisipkan pesan-pesan tekstual dalam lukisan, berupa pitutur Jawa yang sangat “jero” maknanya.

Gusti, Kula Nyuwun Tamba (60 x 80 cm), cat minyak, 2022.

Last but not least, Hendro Purwoko adalah pelukis kelahiran Jawa Timur, 1954. Kepiawaian menggambar figur manusia membuat kagum teman-temannya di jurusan Desain Interior STSRI ASRI (ISI Yogyakarta). Obyek manusia dan arsitektur perkotaan (cityscape) banyak singgah di kanvasnya. Hendro sangat patuh menjaga proporsi, perspektif, dan anatomi manusia. Latar akademisi sangat melekat pada karya-karyanya. Tak sampai di situ, Hendro menguasai berbagai teknik melukis, dry and wet drawing. Pada pameran kali ini ia menampilkan keduanya, lukisan dengan teknik transparan menggunakan media cat air dan sebagian lagi dengan teknik kering, crayon di kertas.

Belajar dari Anak-anak (50 x 38 cm), crayon on paper.

Tampilnya lima pendekar lukis di arena yang sama ini tentu layak disimak. Tidak saja sebagai hiburan visual, melainkan bisa menjadi inspirasi sekaligus terapi mental setelah sekian lama tersekap Pandemi Covid-19. Pameran bertajuk TOSCA ini diresmikan oleh pelaku budaya Yani Saptohudoyo. Dalam sambutan singkatnya Yani berpesan pada para pelukis agar tetap semangat berkarya, mengembangkan ide-ide kreatif, dan mencari terobosan-terobosan baru yang inovatif. Yani berharap semoga pameran yang sangat istimewa ini dapat diapresiasi masyarakat luas.

*) Rakhmat Supriyono adalah Penulis dan Penyelenggara Pameran.

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *