Connect with us

Feature

Museum Wayang dan Sumur Tua di Wonogiri

Published

on

Awalnya sebuah rumah tinggal, kemudian dijadikan Padepokan Seni Pak Bei Tani. sekarang menjadi Museum Wayang Indonesia Wonogiri. (Foto : Herdy P.)

JAYAKARTA NEWS – Ini tentang Wonogiri. Kabupaten di Jawa Tengah bagian selatan timur ini dari dulu terkenal tandus. Daerah ini pernah dijuluki kota gaplek, karena makanan pokok sebagian besar masyarakatnya adalah tiwul. Olahan makanan yang terbuat dari singkong dikeringkan, alias gaplek. Selain tiwul, banyak makanan olahan lain seperti gatot, tape, gethuk, dan lain-lain.

Lain dulu lain sekarang. Wonogiri kini sudah “ijo royo-royo”. Bahkan, sudah banyak spot wisata yang menarik, seperti Bukit Cumbri, Pantai Klothok, Air Terjun Girimanik, Goa Putri Kencono, Waduk Gajah Mungkur, dan lain-lain.

Selain wisata alam, Wonogiri juga memiliki tempat wisata lain yang tak kalah menarik, Museum Wayang Indonesia. Di museum ini kita akan diajak mengenal berbagai jenis wayang. Dengan mengunjungi museum ini kita bisa semakin mencintai budaya bangsa serta melestarikannya sebagai budaya bangsa adi luhung.

Museum Wayang Indonesia Wonogiri di Jalan Raya Wuryantoro, Ngebel, Wuryantoro, Kabupaten Wonogiri. (Foto : Herdi P.)

Menurut keterangan Rakino, penjaga sekaligus pengelola Museum Wayang Indonesia Wonogiri, awalnya adalah rumah tinggal seorang Mantri Tani yang bernama Pak Bei Tani, yang juga kebetulan bapak angkatnya pak Harto (Soeharto), mantan Presiden ke-2 RI. Jadi pak Harto (Soeharto) sampai lulus Sekolah Dasar (SD) tinggal di sini.

Pak Bei Tani ini adalah seorang Mantri Tani di daerah Wuryantoro, Kabupaten Wonogiri. Dalam perkembangannya, rumah ini telah mengalami renovasi. Lalu pada tanggal 17 November 1987, diresmikan menjadi Padepokan Seni  Pak Bei Tani oleh Ibu Tien Suharto. Kemudian Bupati Wonogiri, Begug Purnomosidi ketika itu, mempunyai inisiatif menjadikan Padepokan Seni Pak Bei ini menjadi Museum Wayang  dan kemudian diresmikan secara simbolis oleh Megawati Soekarnoputri pada tanggal 1 September 2004.

Di museum ini, terdapat sekitar 10 – 15 jenis wayang yang berasal dari seluruh wilayah Indonesia. Diharapkan, koleksi wayang yang ada mampu meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap seni budaya bangsa sendiri, khususnya seni pewayangan.

Lebih lanjut Rakino bercerita tentang asal-usul dan jenis wayang yang ada di bumi Nusantara ini. Ada wayang Golek dari Jawa Barat, Wayang Bali dari Pulau Bali, Wayang Ukur dari Yogyakarta, Wayang Rumput dari Solo, Wayang Sat dari Demak, Wayang Wahyu dari Jawa Timur, Kebumen dan Cirebon, Wayang Topeng dari Wonogiri, Wayang Lukisan Mini atau wayang-wayang yang memperoleh penghargaan MURI.

Soeharto, sewaktu mengunjungi Sumur Tua “Sumur Drajat”, yang terletak belakang Museum Wayang Indonesia Wonogiri. (Foto : Herdy P.)
Sebuah kamar tidur yang pernah ditempati Soeharto, Presiden RI ke-2, bisa dikunjungi  di dalam area Museum Wayang Indonesia Wonogiri. (Foto : Herdy P.)

Sebagian besar wayang yang ada, terbuat dari kulit sapi, kulit kerbau, atau kulit kambing. Wayang kulit ini juga sebagai koleksi utama yang banyak menceritakan kisah tentang Ramayana dan Mahabarata dengan lakon paling terkenal adalah Baratayudha.

Di sana juga ada Wayang Potehi yaitu wayang yang berasal dari Jawa Timur yang dibawa seorang keturunan Thiongha. Jadi Wayang Potehi ini adalah wayang dari Cina, dan cara memainkannya memakai tali, semacam wayang golek yang terbuat dari kayu terus diberi kain sebagai baju, jadi mirip Wayang Boneka.

Adapun Wayang Ukur adalah tiruan wayang kulit purwa, wayang yang sudah dimodifikasi, jadi mengenai tokoh dan karakter sama cuma bentuk dan warnanya berbeda. Kemudian Wayang Sadat yaitu wayang yang terbuat dari kulit, dengan tokoh raja atau pangeran, bahkan kyai. Wayang sadat ini sebagai media dakwah agama Islam.

Kalau Wayang Wahyu terbuat dari kulit dan tokohnya adalah Yesus, Maria serta para pengikutnya. Wayang ini menceritakan kisah-kisah Kristiani. Terus ada wayang Topeng, wayang ini terbuat dari kayu sebagai media untuk tari wayang golek, sendra tari, cara memainkannya pakai topeng.

Wayang Bali, adalah wayang yang bercorak dan berukir khas Bali. Wayang Bali ini condong ke India, baik dalam visualisasi maupun gagrag (jalan cerita). Lalu ada Wayang Mini, wayang yang terbuat dari kulit, bentuknya kecil dan hanya berfungsi sebagai aksesoris. Terus ada Beber, adalah sebuah lukisan wayang, cerita dan pertunjukannya adalah wayang ini digelar dan dalang menarasikannya. Wayang beber bisa bercerita tentang dunia pewayangan, pertanian, politik, bahkan sebagai media untuk diskusi.

Wayang Suket atau Wayang Rumput, terbuat dari anyaman rumput. Sekilas, memang sangat sulit membedakan karakter satu wayang dan lainnya. Karenanya, karakter biasanya mengikuti jalan ceritanya. Contoh, bisa saja sosok Rama di cerita Ramayana, menjadi Kresna di cerita Mahabharata.

Ada lagi Wayang Klitik. Wayang ini terbuat dari kayu berbentuk pipih, jadi wayang ini berbentuk dua dimensi dari kayu yang ringan. Biasanya mengisahkan cerita Damarwulan dan Minakjingga. Ada juga Wayang Kompeni, juga terbuat dari kulit, tokohnya adalah Pangeran Diponegoro, pertunjukannya bercerita tentang perlawanan Diponegoro melawan penjajahan Belanda.

Tidak hanya sejarah dan cerita wayang yang bisa ditemui di tempat ini. Pengunjung juga akan diarahkan ke sebuah sumur tua yang terletak di belakang museum, sebuah sumur tua yang diberi nama “Sumur Drajat”. Sumur ini memiliki kedalaman hingga 11 meter. Menurut cerita, sumur ini belum pernah kering walaupun musim kemarau yang panjang sekalipun.

Sebagian masyarakat mempercayai, air sumur ini memiliki khasiat bisa mengobati suatu penyakit. Air sumur ini juga acap dijadikan sarana tirakat, sarana upacara ritual tertentu. Jadi sampai sekarang ini  sebagian masyarakat ada yang masih percaya dengan keberkahan sumur tua ini.

Untuk menuju ke lokasi ini tidaklah sulit. Dari pusat kota Wonogiri arah ke selatan kira-kira 15 kilometer. Jika ditempuh dari Pacitan lewat Pracimantoro, berjarak sekitar 60 km. Sedangkan dari arah Wonosari Yogyakarta, berjarak 60 kilometer. Museum ini terletak di Jalan Raya Wuryantoro No. 184, Ngebel, Wuryantoro, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. (Nanang S. & Herdy P.)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *