Connect with us

Kabar

Banyak Pencabulan di Sumatera Utara

Published

on

Jayakarta News – Kasus-kasus kekerasan terhadap anak di Sumatera Utara, semakin memprihatinkan. Sampai di penghujung tahun 2019, data yang dihimpun Yayasan Pusaka Indonesia (YPI) dari berbagai pemberitaan di media cetak maupun online, serta kasus yang ditangani langsung oleh Pusaka Indonesia, menunjukkan ada 189 anak yang menjadi korban kekerasan dan perlakuan salah lainnya.

Pencabulan menjadi kasus paling banyak terjadi pada tahun ini, dengan 107 anak menjadi korban. Kemudian penganiayaan sebanyak 43 korban dan tindakan pembunuhan dengan 21 korban. Kemudian berbagai kasus seperti sodomi, incest, penelantaran dan pemerkosaan.

Medan masih menjadi kota yang paling banyak terjadi tindak kekerasan terhadap anak sebanyak 101 kasus, diikuti Deli Serdang dengan 22 kasus, dan Kabupaten Karo dengan 18 kasus.

Ketua Badan Pengurus Yayasan Pusaka Indonesia (YPI) Medan, OK Syahputra Harianda dalam keterangannya menyatakan, ”Usia 11 sampai dengan 15 tahun merupakan usia dimana anak sangat mudah dibujuk dan dirayu, situasi dimana anak sedang dalam masa puberitas. Anak menjadi sangat rentan karena pengaruh teman-teman sebaya, lingkungan, teman dekatnya maupun melalui perkenalan di dunia maya.”

Pelaku berasal dari orang yang tidak dikenal. Yang lebih memprihatinkan lagi, banyak juga pelaku berada dalam lingkungan yang sangat dekat dengan si anak, seperti orang tua kandung, orang tua tiri dan pacar atau teman dekat korban.

”Kita tidak boleh membiarkan situasi yang tidak ramah anak ini meliputi anak-anak kita. Kami yakin bahwa masih banyak lagi anak-anak yang mendapatkan kekerasan dan perlakuan salah lainnya. Membuatnya tidak yakin akan masa depan yang cerah, yang kelak jika terjadi pembiaran maka negara ini akan melahirkan generasi-generasi yang pemarah, tamak, egois, serakah dan tidak berhati mulia,” kata OK Syahputra.

OK Syahputra Harianda

Semua elemen bangsa dimulai dari keluarga, lingkungan sekitar, organisasi anak, lembaga perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia pendidikan, dunia usaha ataupun media massa baik cetak maupun elektronik, berperan penting dalam melakukan pembinaan, pengembangan dan perlindungan anak.

“Masyarakat sekitar harus peka terhadap hal-hal yang terjadi di lingkungannya. Peran kelompok atau organisasi di masyarakat dan kepala lingkungan, harus semakin ditingkatkan. Kejadian sekecil apapun di lingkungannya, jangan dibiarkan. Segera lakukan pencegahan dan berkordinasi dengan aparatur desa/kelurahan dan pihak kepolisian,” jelas OK Syahputra.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kekerasan terhadap anak seperti fenomena gunung es, dikhawatirkan akan semakin meningkat setiap tahunnya, apabila tidak ada upaya yang sistematis dari orang-orang dewasa dalam menangani permasalahan anak yang semakin kompleks. Peran media massa juga sangat penting dalam menyiarkan dan memberitakan hal-hal yang positif dalam program-programnya, sehingga dapat membentuk anak berpikir dan bertindak yang positif.

Dan yang utama perlu diperhatikan dalam pembinaan anak adalah keluarga. Peran orang tua dan keluarga sangat dituntut dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya. Apalagi di tengah kemajuan tekhnologi yang sangat pesat saat ini. Perhatian, kasih sayang dan perlindungan jangan sampai tidak dirasakan anak-anak sejak mereka masih kecil. Sesibuk apapun orang tua dalam bekerja, jangan sampai lalai dalam membina, membesarkan dan mendidik anak-anaknya terlebih dengan pendidikan agama.  ”Harus dicamkan bahwa anak adalah titipan, amanah dan karunia Yang Maha Kuasa terhadap orang tua, dan itu harus dipertanggung jawabkan” pungkas OK Syahputra. (*/Monang Sitohang)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *