Kabar
Terkait Bahaya BPA, Arist Merdeka Sirait Datangi Kantor BPOM
JAYAKARTA NEWS – Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait bertekad tak akan berhenti berjuang sebelum Perubahan Kedua atas Perka No. 31 tahun 2018 disahkan oleh pemerintah dalam hal ini Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia, setelah melalui proses harmonisasi.
Itu sebabnya sebagai bentuk dukungan kepada BPOM, Jumat (8/4/2022) lalu secara khusus pria kelahiran Pematang Siantar ini mendatangi kantor Badan POM di Jalan Percetakan Negara No. 23, Johar Baru, Jakarta Pusat.
“Sebagai bentuk dukungan dari Komnas Perlindungan Anak kepada BPOM agar Perubahan Kedua Atas Perka No 31 tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan segera disahkan, saya Arist Merdeka Sirait memberi dukungan kepada BPOM agar segera kemasan plastik yang mengandung BPA terutama galon guna ulang polycarbonat segera diberi label peringatan,” ungkap Arist Merdeka Sirait saat ditemui di kantor Komnas PA sepulang dari kantor BPOM, pada Jumat (8/4) lalu.
Menurut Arist, saat mendatangi kantor Badan POM dirinya disambut baik oleh Deputi 3 Bidang Pengawasan Pangan Olahan, Dra. Rita Endang Apt., M.Kes dan ditemui di ruang meeting Deputi 3 BPOM.
“Jadi saat bertemu Ibu Rita Endang, saya selaku Ketua Komnas Perlindungan Anak, menyatakan dukungannya terhadap BPOM. Agar pemerintah segera mengesahkan rancangan Perubahan kedua Atas Perka No 31 tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan. Sikap dan tujuan Komnas PA jelas, semua demi melindungi keselamatan dan kesehatan anak-anak Indonesia, baik bayi, balita maupun janin dalam ibu hamil,” tutur Arist Merdeka bersemangat.
Masih menurut Arist, di moment pertemuan dengan Rita Endang, dirinya juga menyatakan akan terus berjuang sampai berhasil, dan tak akan mundur sedikit pun. Arist sudah melihat dari hasil penelitian baik jurnal internasional maupun dari lembaga kesehatan, bahwa sudah nyata-nyata bisphenol A sangat berbahaya, karena dapat memicu berbagai macam penyakit.
“Fokus saya kepada anak-anak agar Indonesia di tahun 2045 sudah terbebas dari BPA, dan itu harus dimulai dari sekarang. Jangan sampai terlambat dan generasi penerus kita mengalami gangguan gara-gara kita terlambat bertindak, sementara negara-negara maju sudah melakukannya,” tandas Arist Merdeka.
Semua pernyataan Arist Merdeka sangat sejalan dengan semangat BPOM. Jika Arist lebih perhatian akan keselamatan anak-anak ternyata BPOM sejalan dengan semangat Komnas PA. Itu sebabnya perlu dilakukan Perubahan Kedua Atas Perka BPOM No 31 tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan.
“Jadi BPOM sedang menyiapkan teknis pelaksanaan agar konsumen lebih terlindungi dari paparan BPA,” kata Arist Merdeka.
Kendati belum menyinggung perjalanan Rancangan Perubahan Kedua Perka No. 31 tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan menurut Arist, Rita Endang menjelaskan posisi Perka tersebut.
Seperti yang dituturkan Rita Endang kepada Arist Merdeka, bahwa Rancangan Perubahan Kedua Atas Perka No 31 tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan, telah berada di tangan Sekretaris Kabinet.
Rita Endang juga kembali menegaskan bahwa hasil penelitian yang dilakukan oleh BPOM terhadap kemasan galon guna ulang BPA memang perlu adanya pengawasan dan perubahan aturan, dan akan ada masanya hasil penelitian itu dibuka di depan publik.
Dalam kesempatan wawancara sepulang dari kantor BPOM pada Jumat (8/4) lalu, Arist Merdeka Sirait juga ditanya perjalanan Rancangan Perubahan Kedua Atas Perka BPOM No 31 tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan, di mana ada pihak dari Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang intervensi. Atas pertanyaan itu dengan tegas Sirait menyampaikan, “Jika benar, maka saya sangat menyayangkan, dan tidak seharusnya. Ingat, tidak ada satu manusia pun bisa melawan kebenaran. Cepat atau lambat mereka akan tergilas oleh kebenaran.”
Arist menegaskan, fokus Komnas PA adalah keselamatan anak-anak Indonesia demi menyiapkan generasi mendatang yang lebih sehat, lebih unggul. Jadi adanya anggapan, bahwa dengan disahkan Rancangan Perubahan Kedua Atas Perka BPOM No 31 tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan, dapat berpotensi mematikan industri AMDK galon guna ulang Polycarbonat yang omzetnya miliaran liter air di tahun 2020, adalah perhitungan yang berlebihan. Apalagi kalau disandarkan pada dalih adanya ratusan perusahaan yang memperkerjakan ribuan karyawan.
Menurut Arist, dalam persoalan kesehatan anak sangat tidak etis dan tidak bermoral jika yang dikedepankan adalah aspek bisnis. “Saya mengajak semua pihak melindungi kesehatan usia rentan yaitu bayi dan balita yang merupakan generasi penerus bangsa Indonesia. Mereka adalah generasi penerus, yang mana negara wajib melindungi kesehatan mereka, demi masa depan bangsa,” tegas Sirait.
Ditambahkan, rancangan revisi Perka Bpom tersebut telah berproses harmonisasi, dan sudah sampai di tangan Sekretaris Kabinet. Jadi seharusnya sudah tidak ada yang bisa mengintervensi. Apalagi, revisi Perka BPOM ini untuk melindungi kesehatan bayi dan balita sebagai generasi penerus bangsa.
“Lagi pula, yang kami perjuangkan bukan pelarangan, tapi hanya memberi label peringatan, agar konsumen usia rentan mengetahui informasi ada kandungan BPA di kemasan plastiknya. Jadi industri tidak akan terganggu sama sekali, tidak perlu mengganti galon guna ulang polycarbonat, dengan mengeluarkan biaya besar. Contohnya pemasangan label peringatan bahaya merokok pada kemasan rokok, dulu juga sempat tarik-menarik. Ternyata apa yang dikhawatirkan tidak terjadi, penjualan rokok relatif tidak terganggu,” pungkas Sirait. (*/mons)