Connect with us

Kabar

Rekomendasi FSGI: Lakukan Swab Test pada Semua Guru Sebelum Buka Sekolah

Published

on

JAYAKARTA NEWS— Ada yang janggal. Kenapa banyak guru tertular Covid 19. Padahal tidak semua guru yang tertular itu melaksanakan pembelajaran tatap muka. Sebagian guru yang tertular Covid 19 itu ada yang hanya guru piket, ataupun guru yang sesungguhnya melaksanakan pembelajaran medode daring.

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) dalam pers rilisnya,  22 Agustus 2020, menyampaikan keheranannya. “Menjadi pertanyaan adalah mengapa pembelajaran daring harus dilakukan di sekolah? Ternyata sebagian Pemda mewajibkan guru tetap hadir ke sekolah setiap harinya untuk melakukan absen sidik jari,” tutur FSGI.

FSGI menilai bahwa Pemda sangat kaku memandang beban kerja guru sebagaimana yang diatur pada Permendikbud Nomor 15 Tahun 2018 untuk memenuhi ketentuan 37,5 jam kerja efektif maupun 24 jam tatap muka.

Padahal pemerintah melalui Surat Edaran MenPAN-RB Nomor 58 Tahun 2020 telah memberikan kelonggaran bagi ASN untuk melakukan pekerjaannya dengan fleksibilitas dalam pengaturan lokasi bekerja melalui pelaksanaan tugas kedinasan di kantor (work from office) maupun pelaksanaan tugas kedinasan di rumah (work from home) sesuai dengan jenis pekerjaannya.

Guru termasuk jenis pekerjaan yang memungkinkan untuk dilakukan di rumah selama pelaksanaan pembelajaran daring. Kehadiran guru di sekolah juga bertentangan dengan Surat Edaran Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020 terkait dengan pelaksanaan Belajar dari Rumah, yang diperkuat dengan Surat Edaran Sesjen Nomor 15 Tahun 2020 untuk melaksanakan Belajar dari Rumah melalui pembelajaran jarak jauh secara daring dan luring.

Ilustrasi pendidikan— pembelajaran tatap muka di Kabupaten Seluma Bengkulu–foto dok kpai

Selama guru-guru masih mampu memenuhi tugas pokoknya yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik serta melaksanakan tugas tambahan, maka pembelajaran daring maupun luring dari rumah seharusnya tidak menjadi masalah.

Tidak hanya bagi guru yang berstatus ASN, bagi guru-guru pada perguruan swasta pun ada kewajiban untuk hadir ke sekolah sesuai dengan jadwal mata pelajarannya. Pada konteks guru swasta, kami melihat ini lebih kepada relasi antara atasan dan bawahan, dimana atasan tidak rela memberikan gaji penuh kepada bawahannya jika bawahan juga tidak bekerja full time, maka guru-guru pun diwajibkan hadir ke sekolah.

Beranjak dari kasus-kasus yang telah diuraikan sebelumnya, papar FSGI, terlihat bahwa telah terjadi penularan atau transmisi pada lingkungan sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa pada kasus-kasus tersebut sekolah belum menjalankan protokol kesehatan dengan baik. Misalnya saja membiarkan guru berinteraksi dengan membuka maskernya, meletakkan guru pada satu ruangan yang sama tanpa memperhatikan physical distancing, minimnya sarana CTPS atau hand sanitizer serta sarana sanitasi lainnya.

Penting diketahui bahwa kewajiban hadir ke sekolah telah mengakibatkan guru-guru yang berada di luar kota harus melakukan perjalanan ke sekolah tanpa melalui protokol kesehatan yang dianjurkan selama menggunakan sarana transportasi publik. Lalu tidak dilakukan pemeriksaan kesehatan sampai di sekolah.

Pada hal sesuai dengan ketentuan SKB bagi warga sekolah yang berasal dari zona merah menuju sekolah yang berzona hijau harus diisolasi selama 14 hari. Kondisi ini mengakibatkan sekolah menjadi tempat yang beresiko untuk penularan Covid-19 dan guru menjadi kelompok yang paling rentan tertular.

Jika kondisi ini dibiarkan terus terjadi maka akan semakin banyak guru yang terpapar Covid 19 bahkan sampai meninggal dunia. Kalaupun sembuh, bisa jadi guru yang sudah terpapar mengalami kecacatan fisik secara permanen pada paru-parunya.

“Lalu bagaimana dengan nasib Generasi Emas Indonesia Tahun 2045 sebagaimana yang disampaikan Presiden pada Pidato Kenegaraan menyambut peringatan HUT RI yang baru lalu? Tentunya akan sulit terwujud karena dalam situasi normal saja, Indonesia masih kekurangan guru dari sisi sebaran, kualifikasi dan kompetensi. Apalagi guru-guru terus berguguran atau mengalami kecacatan akibat tertular Covid 19,” kata FSGI.

Situasi ini semakin sulit karena pemerintah berencana tidak melakukan penerimaan ASN sampai 5 tahun yang akan datang sebagaimana yang disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Kondisi seperti ini juga seharusnya menjadi peringatan bagi pemerintah di tengah upaya Kemendikbud melakukan relaksasi pembukaan sekolah dari zona hijau menjadi zona hijau dan zona kuning.

Pemerintah harus sangat berhati-hati dan melakukan pengawasan yang ketat terhadap Pemerintah Daerah dalam menjalankan mekanisme dan prosedur yang telah ditetapkan dalam SKB 4 Menteri. Karena banyak ditemukan pada implementasinya di lapangan banyak Pemerintah Daerah yang tidak mematuhi SKB 4 Menteri dalam upaya untuk membuka sekolah.

FSGI mengingatkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya guru berhak memperoleh perlindungan sebagaimana yang diatur pada Pasal 39 UU Nomor 14 Tahun 2005 dan Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017. Disamping berhak memperoleh perlindungan profesi, perlindungan hukum dan perlindungan hak atas kekayaan intelektual maka guru juga berhak memperoleh perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja termasuk perlindungan terhadap resiko kesehatan lingkungan kerja.

Perlindungan ini harus diberikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, sekolah, organisasi profesi dan masyarakat. Pada konteks situasi pandemi seperti saat ini, maka guru-guru harus memperoleh perlindungan dari penularan Covid 19 di lingkungan sekolahnya masing-masing.

REKOMENDASI

Merujuk pada apa yang telah diuraikan, tersebut FSGI menyampaikan rekomendasi sebagai berikut:

PERTAMA, Pemerintah Daerah maupun Yayasan Perguruan Swasta tidak mewajibkan guru masuk ke sekolah untuk melaksanakan pembelajaran daring selama tugas-tugas pokok sebagai guru masih bisa dilaksanakan dari rumah.

KEDUA, Pemerintah, dalam hal ini Kemendikbud, agar melakukan pengawasan yang ketat dalam proses pelaksanaan Belajar dari Rumah maupun upaya pembukaan sekolah. Jika diperlukan, agar memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang melanggar aturan, terutama dalam upaya pembukaan sekolah, dengan sanksi secara bertahap mulai dari sanksi ringan, sedang dan berat sesuai dengan tingkatan kesalahannya.

Bagi FSGI, langkah ini sangat penting mengingat kepatuhan yang rendah terhadap upaya pencegahan penularan Covid 19 di sekolah. Langkah yang sama seperti penerapan sanksi bagi warga yang tidak memakai masker yang dilakukan oleh beberapa Pemerintah Daerah. Langkah ini juga merupakan implementasi dari Inpres Nomor 6 Tahun 2020 bagi lingkungan pendidikan.

KETIGA, Agar seluruh pihak, Pemerintah, Pemerintah Daerah, sekolah, organisasi profesi, orang tua dan masyarakat serius dan bersinergi dalam memberikan perlindungan bagi guru, terutama perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja terhadap resiko penularan Covid 19 yang mungkin terjadi di sekolah.

KEEMPAT, Kami juga meminta Kemendikbud bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan dan  Pemerintah Daerah  untuk melakukan testing kepada guru-guru sebelum membuka sekolah dalam bentuk PCR Test atau Swab Test. Karena langkah ini sangat efektif dalam mencegah penularan Covid 19 di sekolah. Walaupun dalam bentuk sampel, sebagaimana yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, begitu ditemui kasus positif, pemerintah daerah langsung mengambil kebijakan yang sangat tepat yaitu menunda pembukaan sekolah untuk seluruh wilayah Kalimantan Barat.

“Apalagi kami pernah mendengar dari BNPB bahwa dalam rangka pelaksanaan Pilkada Serentak pada 270 Kabupaten/ Kota, Pemerintah akan meningkatkan jumlah testing. Pertanyaannya, mengapa Pemerintah tidak melakukan testing untuk pembukaan sekolah?” Ujar FSGI. ***/ebn

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *