Connect with us

Kabar

Kejahatan Pemilu (1)

Published

on

SEJAK tahun 2013, tanpa banyak publikasi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) ternyata telah melakukan penelusuran pelaksanaan Pemilihan Umum. Temuan mereka cukup mencengangkan. Dan, banyak orang tidak menyadarinya. Jayakartanews.com mewawancarai Ir. Andrari Grahitandaru, MSc selaku Kepala Program Sistem Pemilu Elektronik. Berikut hasilnya.

Ir. Andrari Grahitandaru, MSc

Bisa diceritakan penelitian BPPT mengenai Pemilu?

Kegiatan kami di BPPT ini salah satunya adalah menerapkan e-verifikasi pemilih. Kenapa e? Ya karena pemilih itu diverifikasi secara elektronik. Ya kan? KTP elektroniknya diverifikasi menggunakan alat baca KTP-el.

Mengapa pemilih itu harus diverifikasi?

Kita tahu bahwa BPPT telah menggagas Pemilu yang proses pemungutan suaranya dilakukan menggunakan peralatan elektronik. Namanya e-voting. Nah, e-voting itu kami implementasikan di ratusan kali pemilihan kepala desa sejak tahun 2013. Kami mengamati bahwa ada lagi yang lebih kejam di dalam proses TPS (Tempat Pemungutan Suara), selain proses penghitungan yang seringkali tidak akurat itu, yaitu pada proses verifikasi pemilih di TPS.

Apa temuan BPPT?

Bayangkan, seorang pemilih yang datang ke TPS hanya membawa secarik kertas, hanya tertulis nama, pakai tulisan tangan lagi. Hari gini gitu loh. Kita itu sudah punya NIK. NIK itu sudah tunggal. Walaupun di dalam surat undangan, atau kalau sekarang disebut Surat Pemberitahuan Pemungutan Suara atau Form G 6 kalau di Pilkada. Itu ada kolom nama dan NIK. Tapi kenyataannya NIK itu jarang diisi. Jadi base on nama saja. Nama dijadikan patokan DPT (Daftar Pemilih Tetap). Tentu saja itu tidak valid. Kalau mau valid ya harus NIK.

Dan itu terus berlangsung hingga sekarang ya?

Hingga saat ini pun, di Pilkada pun, pemilih datang hanya membawa secarik kertas. Hanya tertulis nama. Padahal sudah ada kolom NIK. Tetapi oleh petugas Pantarlih kolom itu tidak diisi. Padahal sesuai peraturan perundangan, dasar pelayanan publik itu adalah NIK, bukan nama. NIK itu sudah tunggal.

Apa akibatnya ketika pemilih hanya membawa secarik kertas?

Di lapangan, undangan ini, atau surat pemberitahuan itu, bisa disalah-gunakan. Dijual-belikan. (tersenyum). Jadi yang datang itu belum tentu orangnya. (bersambung)

Continue Reading
Advertisement
1 Comment

1 Comment

  1. poniman

    February 13, 2017 at 1:33 pm

    Berbagai Pengkajian dan Penelitian telah dilakukan oleh berbagai instansi Pemerintah ataupun Swasta bahkan lembaga non Pemerintah yang telah melakukan Pengkajian tentang Pelaksanaan Pemilu dengan metode yang sangat Canggihpun, dengan acuan E.KTP sebagai dasar pemilih dan perhitungan suara dalam Pemilu maupun Pilkada,serta Pildes.Akhir2 ini banyak terjadi kecurangan , dimana EKTP sudah dapat dipalsukan oleh Pihak – Pihak yang inginmerusak Tatanan data Kependudkan, secanggih Alat Apapun, tangan -tangan jahil masih bisa membobol kecanggihan ini, tentu Pemerintah harus meneliti kelemahan perangkat tehnologi. bagian lain dari kelemahan juga terjadim kebocoran
    anggaran negara dalam pembelian alat . jadi semua kejatan kembali kepada manusianya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *